by

Pasangan Capres Cawapres Karbitan

Oleh : Kadian Madia

Akhir-akhir ini ada banyak kelucuan dalam politik tanah air dan kita akan berdosa jika tidak ikut tertawa. Anda akan dituduh kufur nikmat, tidak pandai bersyukur, tidak bisa menikmati hidup, dan lain-lain.

Kelucuan biasanya memang lahir karena dua hal, sebagai produk kecerdasan pikiran atau kebodohan yang harfiah. Kelucuan kubu Prabowo tak lahir dari keduanya. Ia adalah kombinasi antara kekonyolan, rasa percaya diri yang berlebihan, dan kemampuan menahan malu. Sungguh sayang jika mengabaikannya, maka kemudian dengan telaten saya berusaha mengabadikannya lewat catatan ini:

  1. Pihak yang Masih Persoalkan Putusan MK Syahwat Berkuasanya Terganggu dan Munafik

Saya yakin baru baca judulnya saja anda langsung terhibur. Ya, pernyataan memukau itu diucapkan Habiburahman, dewan pembina di Partai Gerindra. Saking lucunya, komika Sammy Notaslimboy yang biasa melucu di depan banyak orang pun dibikin hampir menangis. Lewat cuitannya, ia menanggapi:

“Apa nggak kebalik? Apabila yang mempermasalahkan masyarakat, kami capek melihat praktek manipulasi konstitusi, ujungnya siapapun berkuasa, dan kami nurut walaupun dengan ngedumel. Malah dituding begini, parah, tenggelamkan saja ini wakil rakyat dan partainya.”

Sabar, Bang. Sebelum melihat mereka tenggelam, bolehlah sejenak kita tertawa bareng. Ada sebanyak 16 pakar hukum yang mempersoalkan putusan MK, para akademisi, para mahasiswa, hingga penjual sayur keliling di kompleks perumahan saya juga mempersoalkannya. Mungkin bang Mamat, penjual sayur yang tiap hari keliling pakai Supra lawas itu, diam-diam sedang mengincar jabatan menteri.

  1. Menuduh Kubu Lain Takut Kalah

Logika ini sama persis saat anda selingkuh. Agar tidak dicurigai, anda lebih dulu menuduh pasangan anda lah yang selingkuh. Dalam pertandingan apapun orang berbuat curang pasti karena takut kalah. Tidak ada bedanya dengan kubu Prabowo. Mengakali undang-undang, menyandera lembaga negara, sudah jelas adalah kecurangan. Bagian lucunya, mereka menganggap ini tindakan mulia.

Bukan cuma itu, fasilitas negara hingga aparatur pemerintahan sampai dikerahkan. Pencopotan baliho, pembubaran turnamen bola volly. Bahkan saya baca berita aparat kepolisian sampai mendatangi kantor sekretariat PDI Perjuangan di Pasuruan. Saya curiga, jangan-jangan pak polisi itu kepengin jadi kader partai.

  1. Menyamakan Gibran dengan Para Pahlawan

Menyamakan Gibran dengan para pahlawan jelas sangat keliru. Gibran tentu lebih hebat dari para pahlawan. Gibran anak presiden, dan hidupnya enggak pernah susah. Orang yang tidak pernah merasakan perjuangan dalam hidup adalah orang paling bahagia di dunia. Dan orang itu satu-satunya adalah Gibran. Kurang hebat apa lagi coba?

  1. Nggak Apa-apa Melanggar Hukum, Yang Penting Demi Negara

Kalau anda menemukan komentar semacam itu dari buzzer Prabowo, langsung saja ajak ketemuan, ditraktir makan sepuasnya, habis itu dibisiki: “otakmu mau dijual nggak? kucing saya di rumah kebetulan lagi butuh.”

Mengawalinya saja dengan kecurangan dan menghalalkan segala cara, sudah pasti tujuannya pun buruk. Jelas bukan mengabdi, tapi berkuasa. Bisa untuk mengamankan proyek-prpoyek besar, atau mengamankan diri dari jeratan hukum. Seperti kata Ketua Projo Budi Arie, “Kalau kita kalah, semua bisa dipenjara.”

Proyek food estate Prabowo di Kalteng itu gagal total, anggarannya triliunan rupiah. Sudah pasti itu butuh pertanggungjawaban, butuh kejelasan kenapa bisa gagal, kesalahannya dimana, dan lain-lan. Itu uang rakyat, bukan duit pribadi Bang Mamat, penjual sayur itu.

  1. Merasa Jadi Orang Paling Dizalimi di Muka Bumi

Menurut saya, ini lucunya sangat alamiah. Ade Armando dan kawan-kawan, membangun narasi seolah keluarga Jokowi dihina, difitnah, dan lain-lain. Tujuannya apa? Ya jelas playing victim, untuk menumbuhkan rasa iba.

Ini sangat lucu karena mereka mengganggap rakyat bodoh dan tidak tahu apa-apa. Orang yang sudah jelas-jelas berbuat salah, dihujat bagaimanapun publik tidak bakal berubah menjadi empati lalu bersimpati, yang ada kita malah makin bergidik. Lihat saja para koruptor, diolok-olok sekeras apapun tetap saja tidak ada masyarakat yang kemudian iba dan mengirimkan karangan bunga sebagai tanda bela sungkawa.

Mengakali hukum dan undang-undang jelas perbuatan salah, justru ketika kita tidak ikut mengkritik, kewarasan kita dipertanyakan.

Sebenarnya masih ada kelucuan-kelucuan lainnya, tapi biarlah anda menambahi sendiri. Saya berani mempertaruhkan telinga kiri saya, anda tidak akan kesusahan mencari kelucuan-kelucuan lainnya. Salam.

Sumber : Status Facebook Kadian Madia

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

1 comment

News Feed