by

Revenge Porn, Kasus Perkosaan (Hanya) Diganjar UU ITE?

Oleh : Dahono Prasetyo

Istilah baru yang sedang viral revenge porn yaitu motif balas dendam dengan menyebarkan video asusila, menarik untuk diulas. Seorang mahasiswi di Pandeglang Banten melaporkan mantan kekasihnya ke pihak berwajib atas dugaan penyebaran adegan video porno dirinya.

Menurut keterangan korban dan pihak keluarga, video tersebut bukan sekedar adegan porno. Tetapi sebuah aksi pelecehan seksual (pemerkosaan). Kesaksian korban menyatakan video asusila direkam oleh pelaku saat dirinya sedang tidak sadarkan diri.

Fakta ini yang menguatkan dugaan pihak keluarga bahwa telah terjadi pemerkosaan. Keadaan tidak sadarkan diri bisa banyak sebab : dicekoki minuman keras atau pingsan karena kekerasan fisik.

Yang pasti adegan asusila dilakukan sepihak, bukan atas dasar suka sama suka. Catet!

Peristiwa terjadi tahun 2021, saat keduanya masih berstatus pasangan kekasih. Rekaman video tersebut menjadi beban bagi pihak mahasiswi dan sekaligus menyandera kelangsungan aktifitas hidupnya. Saat wanita malang ingin memutuskan hubungan asmara, sang kekasih mengancam akan menyebarkan video tersebut.

Beberapa kali sang kekasih meminta uang dengan ancaman yang sama jika tidak dituruti. Saat sulit dihubungi atau sedang beraktifitas dengan kawannya, kecemburuan dilampiaskan dengan ancaman penyebaran video.

Dan itu sudah dilakukan, bukan hanya ancaman.

Beberapa kawan dekat yang kenal baik dengan mahasiswi pernah mendapatkan kiriman melalui pesan WhatsApp.

Hingga pada hari Rabu 14 Desember 2022, salah satu anggota keluarga menerima pesan pribadi dari akun IG tak dikenal berisi video asusila tersebut. Niatnya sekedar mempermalukan!

Lebih dari setahun video aib yang sengaja dibuat pelaku, justru terbongkar sendiri dan membuat marah seluruh keluarga. Depresi dan ketakutan yang disimpannya berbulan-bulan berubah menjadi keberanian menuntut keadilan.

Pelaku sudah ditangkap dan mengakui perbuatannya yang masuk kategori bejat secara moral kalau tidak ingin disebut psikopat

Namun dilema belum berakhir. Aparat penegak hukum lebih memilih menjerat pelaku dengan pasal UU ITE tentang penyebaran konten pornografi daripada kasus pelecehan seksual.

Kasus ini beraroma tidak sedap justru ketika masuk ke ranah hukum. Menjadi upaya meringankan hukuman pelaku dari jeratan pasal berlapis : Pelecehan seksual, pengancaman dan penyebaran video asusila.

Jaksa yang merupakan kuasa hukum korban di pengadilan cenderung meringankan tuntutan. Menjerat pelaku sudah, tetapi mengabaikan fakta lain yang justru lebih berat, tetaplah bukan sebuah keadilan.

Jaksa seharusnya berpihak pada korban, namun menurut pengakuan korban justru disarankan untuk mengikhlaskan, memaafkan dan bijaksana menerima kasus yang menimpanya.

Ini Jaksa atau penceramah agama? Pengacara negara atau guru budi pekerti?

Tuntutan Jaksa dengan hukuman 6 tahun penjara dan denda maksimal 1 milyar memang begitulah bunyi pasal undang-undangnya. Namun Jaksa masih berhutang keadilan 2 pasal, yaitu pelecehan seksual dan pengancaman.

Untuk pihak keluarga, selamat berjuang menuntut keadilan di negara hukum yang justru kadang menjadi abu-abu di tangan aparat penegak hukumnya.

Gitu aja dulu…

Sumber : Status Facebook Dahono Prasetyo

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed