by

Catatan Bagi Pengusung Khilafah

Oleh : Akbarman Tanjung

Periode Khulafa’ al-Rasyidin tiga puluh tahun hijriyah atau dua puluh sembilan tahun lima bulan. Masa kepemimpinan Abu Bakar berlangsung selama 2 tahun, 3 bulan, dan 8 hari. Kepemimpinan Umar berlangsung selama 10 tahun 6 bulan dan 19 hari. Masa Usman berlangsung selama 11 tahun 11 bulan dan 19 hari. Lalu ditutup masa Ali sepanjang 4 tahun 7 bulan.

Dari sini kita dapat menyebutkan dengan penuh keyakinan bahwa masa kepemimpinan Abu Bakar selama 2 tahun 3 bulan lebih terfokus pada peperangan antara bala tentaranya dengan orang-orang yang dituduh murtad di Semenanjung Arabia.

Seluruh masa kepemimpinan Ali juga lebih banyak terfokus pada peperangan antara bala tentaranya dengan para pembelot dan penentang kekuasannya di satu sisi, termasuk Aisyah, Thalhah, dan al-Zubair dalam Perang Unta, maupun dengan bala tentara Muawiyah dalam Perang Shiffin, dan puluhan perang lainnya dengan kaum Khawarij. Dari dua periode itu saja, kita dapat mengetahui bahwa ambisi untuk berperang lebih dominan daripada ambisi untuk membangun negara dan memperkuat sendi sendinya.

Tiga khalifah yakni Umar, Usman dan Ali, semua mati dibunuh oleh lawan politiknya atau orang-orang yang tidak suka kepadanya. Bahkan mayat Usman tidak boleh dikubur di pekuburan muslim, sehingga ia dikubur di pekuburan Yahudi.

Al-Thabari misalnya, dalam kitab Tarikh al-Umam wa al-Mulk, menyatakan: “Mayat Usman harus bertahan dua malam karena tidak dapat dikuburkan. Ia ditandu empat orang, yaitu Hakim bin Hizam, Jubair bin Math’am, Niyar bin Makram, dan Abu Jahm bin Huzaifah. Ketika ia disemayamkan untuk disalatkan, datanglah sekelompok orang Anshar yang melarang mereka untuk menyalatkannya. Di situ ada Aslam bin Aus bin Bajrah as-Saidi dan Abu Hayyah al-Mazini. Mereka juga melarangnya untuk dimakamkan di pekuburan Baqi’. Abu Jaham lalu berkata: ‘Makamkanlah ia karena Rasulullah dan para malaikat telah bershalawat atasnya.’ Akan tetapi, mereka menolak: ‘Tidak, ia selamanya tidak akan dimakamkan di pekuburan orang Islam. Lalu mereka memakamkannya di Hisy Kaukab (sebuah areal pekuburan Yahudi).

Baru tatkala Bani Umayyah berkuasa, mereka memasukkan areal perkuburan Yahudi itu ke dalam kompleks Baqi’.” Dalam riwayat lain bahkan dikatakan, ketika mayat Usman berada di sebuah pintu, Umair bin Dzabi’i datang meludahinya, lalu ia mematahkan salah satu persendiannya. Dan dalam riwayat lain pun dikatakan, tatkala prosesi penguburannya di Hisy Kaukab berlangsung, orang-orang Islam melemparinya dengan batu sampai-sampai para penandunya mesti berlindung di sebuah tembok. Di samping tembok itulah ia kemudian dimakamkan.” [Farag Fouda, ‘Kebenaran Yang Hilang’, hal 26]

Apabila masa Abu Bakar sampai Ali ini digabung, maka kita akan mendapatkan bertahun-tahun masa peperangan. Itu belum termasuk masa peperangan pada saat Muhammad masih hidup.

Bukankah syariat Islam juga diterapkan penuh pada masa kekhalifahan? Tidakkah dari paparan di atas, syariat Islam yang diterapkan penuh, seharusnya menjamin kebaikan bagi rakyat, menertibkan sistem kekuasaan, mewujudkan keadilan, dan menjamin keamanan? Jawabannya, kalau memang khilafah itu jalan kebenaran, seharusnya demikian. Tapi faktanya tidak demikian!

Saat inilah kita telah sampai pada kesimpulan yang kita tarik dari paparan di atas. Bahwa sesungguhnya keadilan tidak akan terwujud dengan penerapan syariat islam. Namun, keadilan dapat terwujud dengan apa yang kita sebut sebagai “sistem ketata negaraan” yang pluralistik, toleran dan universal.

Jadi bagi para pengusung khilafah, tak terpikirkah oleh kalian bahwa kalian akan membawa dan menjadikan Indonesia kembali seperti di tanah Arab pada abad ke-7? Orang Arab sendiri saja pasti tidak mau!

Sumber : Status Facebook Akbarman Tanjung

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed