by

Teori Algoritma Politik

Oleh : Sunardian Wirodono

Karakter teknologi digital, tanpa anda sadari bisa jadi membuat yang anda maki-maki atau anda benci, justeru berterimakasih pada anda.

Salah satu prasyarat teknologi digital adalah coding (menulis sekumpulan code) yang bersifat presisi. Makanya, salah coding tak bisa login. Karena yang dibaca adalah angka (yang disebut data presisi), bukan nilai.

Karakter manusia yang analog, sesuai namanya, penuh dengan analogi-analogi, penuh dengan persepsi –yang ukurannya tidak jelas. Namun jelas atau tidak jelas, hukum algoritma dalam ilmu coding bisa berbeda dengan ekspektasi anda. Jika postingan platform medsos anda dipenuhi kebencian pada ButaGaliyuk-Aswatama dan Durna, anda sesungguhnya berjasa memperbesar share-voice untuk nama-nama itu.

Pilpres di AS yang memenangkan Trump dan di Philipina memenangkan Bong Bong Marcos Jr., menerapkan hal itu. Bisa jadi, ada pasangan capres-cawapres kita yang memanfaatkan ‘kebodohan’ algoritma itu. Biasanya dari pasangan yang sama sekali tak jelas ideologinya. Permainannya hanya sekitar personal branding, berdasar oportunisme dan pragmatisme. Atau mungkin hanya bermainkan di ranah selebrasi popularitas.

Teknologi digital, salah satu syarat dan ketentuannya, adalah mengandaikan pemakainya juga sama dan sebangun dengan karakter teknologi-digital itu. Mesin algoritma tak bisa membaca nilai, apalagi mengurainya. Pesan positif teknologi digital; ia diprogram oleh manusia dengan bimbingan filsafat nilai-nilai kemanusiaan. Hanya dengan hal-hal yang disebut positif seperti menambah dan mengalikan. Tidak dengan mengurangi dan membagi (yang maknanya juga mengurangi).

Dari sejak jaman lahirnya Buddha hingga kini, sifat dasar manusia tak berubah. Maka filsafat algoritma-nya adalah positifisme –yang benar hanya berasal dari ilmu alam, tidak berkait metafisika. Bahwa ada yang otaknya sempal, bisa saja dan bisa ada. Teknologi digital, sekali lagi, hanya membaca angka.

Pesan moral teknologi digital, sampaikan yang anda yakini kebenaran dengan contoh aktor-nya yang benar melakukannya. Bukan dengan contoh aktor-nya yang tidak melakukan, sekalipun untuk kepentingan negasi atau black campaign atau negative campaign.

Ketika saya menulis Ganjar Pranowo dan Mahfud MD dalam posisi baik atau buruk, dalam bacaan mesin algoritma, saya telah membantu pembesaran nama keduanya dalam percakapan maya, yang juga berimbas ke dunia nyata.

Ilmu semesta itu konkret. Kebodohan kita saja yang sering tidak menyampaikannya. Apalagi dengan hadirnya relawan bayaran, yang kalau ngomong di TV dan berbagai podcast, ketahuan moral dan etikanya, mencerminkan karakter yang didukung. | Sebentar lagi, semoga akhir bulan ini, ‘Presiden! Presiden!’ novel politik saya, bisa diterbitkan.

Sumber : Status Facebook Sunardian Wirodono

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed