by

Bisma dan Kutukan Politik

Oleh : Nurbani Yusuf

Bagi Bhisma, Mahabharata adalah kutukan. Mahabharata bukan menjadi tempat menahbiskan dirinya sebagai kesatria, tapi lebih sebagai seorang yang harus dihukum karena sumpah Dewi Amba yang nitis menjadi Srikandi yang dendam karena Bisma dianggap sebagai sumber kemalangan

Mahabharta telah menjadi semacam kutukan yang harus ditanggung di usia tua. Sekuat apa Bhisma menolak sekuat itu pula dorongan agar ia tetap bertahan menguat. Ketetapan mengambil peran dalam perang hidup mati melawan Pandhawa para cucunya yang dicinta.

Kutukan pertama:
Bhisma harus berperang di pihak yang kalah. Yang kemudian berakhir dengan cerai berai dan saling tengkar sesama mereka sendiri. Raja Kripa, Raja Salya terhasut– Resi Durna sang guru adalah Imam yang harus menanggung banyak malu dan mati karena ditipu isu anaknya Aswathama mati.

Kutukan kedua:
Bhisma tak punya teman di akhir hidupnya, ia kesepian dan ditinggalkan sahabat-sahabatnya. Semua orang yang ia cintai telah pergi. Bhisma adalah orang tua yang bijak, tapi tak ada di dengar semua nasehatnya.

^^^^
Sengkuni adalah model politisi busuk. Mulutnya hasud. Hatinya beku. Pikirannya culas. Yang ada adalah mufakat jahat untuk membuat gaduh. Ia terus berjalan, seperti gelandangan politik. Tak punya rumah. Sendirian menyisir remah politik yang semakin tak ia mengerti. Sengkuni berupaya untuk menolak dan keluar dari deru mahabharat tapi sekuat itu pula dorongan untuk tetap menahannya terus ada di dalam.

Mahabarata adalah seperti padhang kuru setra, washilah menuju taqdirnya, tempat komteplasi menuju pertaubatan politik, meski berbagai dalih di unggah sepertinya ia tak cukup waktu berpikir dan tak ada ruang untuk memilih.

Semua kita akan menuju taqdirnyq. Tak ada yang beringsut apalagi menghindar: dari taqdier menuju taqdir kata Sayidina Umar lirih. Hidup ini sudah di pesan. Tinggal menjalankan tak ada ruang kompromi kata Rumi

^^^^
Pada akhirnya memang kita harus kembali menuju sang khaliq yang telah menjadikan. Cara kembalinyapun juga sudah ditetapkan tanpa kata tapi.

Soekarno Soeharto Habibie sepi sendiri di usia tuanya, meronta sedikit tapi siapa mau dengar. Eranya telah hilang, jaman berubah. Ia asing di tempat ramai.

Persis usai perang bharatayudha bubar tak ada siapa siapa – kemenangan hampa semua musuhnya mati. Tak ada lagi kerumunan. Hanya Parikesit satu satunya yang tersisa. Di tahta sendirian tanpa kawan maupun lawan.

^^^^
Tidak selamanya pilihan benar. Bhisma mati membela yang salah tapi dibangkitkan berdasar niat baiknya — sebagai ksatria dan tetap mulia sebagai syahid.

Sementara sahabat nabi saw Qotszman yang pemberani di medan Uhud mati dikira syahid, tapi masuk neraka karena sesungguhnya ia mati bunuh diri. Jadi siapa bisa lihat niat dalam hati —
wallahu taala a’lm

Sumber : Status Facebook Nurbani Yusuf

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed