Oleh : Doni Febriando
Tulisan ini dibuat karena keprihatinan atas fenomena “mindset” di berbagai platform medsos terutama TikTok. Sebenarnya saya mendukung-mendukung saja munculnya banyak video yang menggagas perbaikan mindset asalkan dengan catatan jujur. Sebab, jika tidak dilandasi oleh kejujuran, video-video tentang mindset itu malah jadi racun untuk para penonton, terutama generasi millenials (kel. 1981-1996) dan generasi X (kel. 1965-1980).
Bagi generasi millenials, yang sekarang sekitar usianya 25-40 tahun, video-video semacam itu jelas membuat halu, stress, bahkan seperti mengejar layangan putus. Bagaimana tidak, kalimat-kalimat sukses sebelum 30 tahun, 1 miliar pertama di umur 25, dll sebenarnya adalah hoax. Ketika hoax yang dijadikan pegangan, jadinya ya halu, minimal stress. Kenapa demikian? Ketika hoax yang dijadikan pegangan, generasi millenials berbondong-bondong ke bank, mengajukan hutang puluhan juta rupiah, berbekal keyakinan “mindset” ala TikTok, yang terjadi selanjutnya pasti kekagetan demi kekagetan. Bagi generasi X yang saya hormati, yang sekarang sekitar usianya 41-57 tahun, anda tidak perlu merasa rendah diri apalagi sampai terbesit pikiran untuk bunuh diri.
Ada banyak fakta yang disembunyikan oleh motivator-motivator muda yang konon ahli mindset. Tahu Bill Gates? Cerita populer tentang Bill Gates yang jutaan orang Indonesia tahu saat ini adalah justru yang karangan motivator. Bill Gates bisa sukses di usia 30, konglomerat di usia 40 tahun, dan jadi yang masuk jajaran orang terkaya dunia di usia 50 tahun sebenarnya berasal dari keluarga kaya-raya, bahkan ini untuk ukuran keluarga Amerika.
Kerajaan bisnis Microsoft berawal dari garasi mobil? Iya, benar, tapi itu hanya fakta 5% tentang Bill Gates remaja. Bill Gates sejak anak-anak selalu punya peranti elektronik paling mutakhir di zamannya. Ibu Bill Gates adalah salah satu direktur perusahaan IMB, perusahaan raksasa yang bergerak di bidang software. Ayahnya? Pengacara kondang. Ibaratnya, penduduk Amerika saat itu hanya bergaji ratusan dollar per bulan, ayahnya sudah di angka ribuan dollar. Bill Gates anak muda yang pintar? Iya. Bill Gates beride besar? Iya. Bill Gates didanai jutaan dollar oleh perusahaan raksasa karena ia pintar dan beride besar? Tidak. Saya berani menjawab, “Tidak.”
CEO IMB saat itu tahu kreativitas Bill Gates bukan dari proposal yang terbuka untuk umum, tapi hanya dari obrolan Mary Gates selaku salah seorang direktur IMB, yang mana ibunya Bill Gates. Bapak-bapak gen X, ibu-ibu gen X, semuanya pasti sudah makan asam garam kehidupan yang luar biasa. Anda pasti sudah sering melihat banyak teman sekolah seangkatan yang berbakat tapi tidak menjadi sesuatu yang menonjol. Iya, mungkin mereka yang dulunya ranking 1 di sekolahnya kini hidup baik-baik saja, tapi apakah setengah dari mereka sekarang ini sungguh makmur sejahtera? Atau jangan-jangan yang anda lihat selama ini adalah yang paling berbakat justru tidak pernah duduk di puncak? *
Seringkali yang bikin orang-orang putus asa adalah karena suka menelan mentah-mentah omongan motivator muda yang sebagian adalah hoax. Saya tidak mengingkari bahwa tetap ada fenomena orang biasa yang berhasil hidup sukses, kaya-raya, tapi probability-nya itu 1 banding 20.000-30.000 orang. Alias lebih mirip lotere. J. K. Rowling memang seorang miliarder kelas dunia di usia masih terbilang muda, padahal beberapa tahun lalu ia hanyalah seorang janda miskin, hidup sampai harus berpindah-pindah.
Tetapi, yang perlu dicatat, J.K. Rowling tidak jadi konglomerat di usia bepor terti ala motivator di Tiktok, dan di samping J. K. Rowling itu ada puluhan ribu penulis muda kebangsaan Inggris yang gagal sukses. Dua orang ahli ekonom dari University of California, Ross Levine dan Yona Rubinstein, pernah menulis sebuah makalah penelitian tentang orang-orang kaya di Amerika. Dalam makalah tersebut, mereka mengatakan bahwa orang-orang sukses di usia muda semuanya memang berasal dari keluarga kaya. Tidak ada sama sekali yang berasal dari kalangan orang biasa.
Memang diakui tetap ada orang biasa yang berhasil menjadi entrepreneur sukses, tapi seluruhnya terjadi di usia matang, karena mereka harus melalui proses jauh melebihi karyawan lain atau orang-orang yang bekerja di dalam perusahaannya terlebih dahulu. Kenapa demikian? Yang tidak dimiliki oleh mereka adalah orangtua yang kaya, atau kakek yang kaya, padahal kesuksesan berkaitan erat dengan kestabilitasan keuangan. Maksudnya, mereka harus bekerja keras bertahun-tahun terlebih dahulu untuk mencapai fase pertama, yakni punya modal untuk memulai bisnis.
Ya. Ross Levine dan Yona Rubinstein tidak menyinggung mindsat-mindset ala Tiktoker jaman now. Sekali lagi, ya, benar, ini memang fakta yang menyakitkan, tapi sejujurnya memang mindset tidak berarti apa-apa di hadapan ketersediaan modal. “Kaki kananmu mau kubeli 100 juta rupiah?” Tentu kita jawab tidak mau. “Bagus, kamu punya kaki dua, berarti kamu sudah punya modal 200 juta
Sumber : Status Facebook Doni Febriando
Comment