Oleh : Zahrotur Riyad
Kemarin ketika kongkow berdua dg seorang teman rasa Adek, sampailah pada diskusi ttg seorang artis yg sedang sakit lalu digugat cerai oleh istrinya.
Kenapakah begitu?
Betapa teganya, kenapa begitu teganya?
Dalam kasus ini diriku melihat dalam perspektif lain.
Bagaimanakah relasi itu dibangun?
Apakah dibangun dengan pondasi respect dan cinta? Ataukah karena harta?
Bagi perempuan -perempuan seperti kita yg sejak awal membangun pernikahan dg pondasi perjuangan hal itu mungkin hal yg tidak masuk akal.
Yang membangun pernikahan dg mengontrak rumah tipe 4 L, yang menaruh baju-baju di kardus karena belum punya lemari.
Dan hal-hal sederhana seperti itu tapi begitu mengharukan dan membanggakan karena melakukan hal itu adalah sebuah kehormatan.
Tapi menjadi lain ketika sedari awal pondasi yg dibangun adalah memang harta.
Yang kedua adalah ttg bagaimana relasi pernikahan yg dibangun?
Bagaimanakah perlakuan yang diterima oleh pasangan?
Apakah mengalami kekerasan mental, fisik dan verbal?
Bagaimana mgkn orang yg telah mengalami kekerasan mental fisik dan verbal lalu diminta untuk merawat orang yg telah melakukan kekerasan pada dirinya?
Atau dlm banyak kasus, kalo ke orang lain sangat baik dan perhatian.
Suka menolong dan mengajari dg begitu sabar dan telaten, tapi kalo ke istrinya sendiri begitu sangat keras dan penuh cibiran dan celaan.
Atau kalo ke orang lain begitu sangat pemurah, royal dan pemberi, sementara ke istrinya sendiri begitu penuh perhitungan dan begitu medit keceret.
Diminta untuk bersetia? Merawat ketika sakit keras?
Bagaimana mungkin?
Lah kok nyimut?
Seorang teman pernah bercerita, bahwa suaminya pernah bilang kalo seandainya teman tadi sakit atau ndak bisa punya anak maka dia akan kawin lagi.
Teman yg awalnya mencintai sang suami dg sepenuh cinta dan ketulusan dan membucin dg termehek-mehek akhirnya tersadarkan bahwa dia tidak menerima balasan yg sama atas cinta yg dia beri pada suaminya.
Sebuah prinsip yg berbeda.
Memaknai arti cinta juga dengan berbeda.
Disitulah dia kemudian tersadarkan bahwa dia harus berpijak pada realita yg ada, bukan pada indahnya bayang-bayang cinta yg absurd.
Dan tentu saja juga akan melakukan hal yg sama jika suaminya sakit atau apapun.
Untuk kemudian mencintai dg secukupnya tanpa perlu lagi kekuatiran akan kesedihan dan kehilangan.
Tanpa kekuatiran akan merana…
Sehingga..
Bukanlah hal yang mengherankan atas berbagai kasus ketika sakit kemudian pasangannya meninggalkannya.
Karena sesungguhnya itu adalah dampak dari bagaimana sebuah relasi dibangun dan dijalani.
Sumber : Status Facebook Zahrotur Riyad
Comment