by

Pemikiran Islam Indonesia, Antara Maju Mundur

Oleh : Munawar Khalil

Salah satu persoalan penting mengenai pemikiran Islam yang harusnya digagas adalah merumuskan secara pasti definisi kemunduran ataupun kemajuan dalam Islam itu sendiri seperti apa. Sejak awal, beberapa sarjana berbeda pendapat terhadap persoalan ini.

Apakah kita misalnya punya skema, bahwa kemunduran dan kemajuan variabel utamanya adalah menurunnya indeks intelektualitas serta indeks sosio ekonomi?

Jika komparasinya adalah Barat atau beberapa negara Asia lain, kita menghadapi persoalan dilematis. Kenapa? Kemunduran dan masa² kegelapan dalam hal intelektualitas dan ekonomi yang kita alami saat ini, sudah lebih dahulu dialami Barat ratusan tahun yang lalu.

Faktor tertinggalnya Barat dahulu dengan kita ya persis seperti yang diungkapkan beberapa sumber. Barat pernah sangat ortodoks karena segala sesuatu selalu dikaitkan dengan aturan agama atau gereja. Dan saat itu pemuka agama Barat juga bersekutu dengan negara.

Kondisi ini mengakibatkan ruang intelektualitas tidak bisa bergerak secara luas. Kebebasan berekspresi terhalang tembok tebal karena penghargaan terhadap karya² intelektual juga terpinggirkan oleh negara. Di sinilah, awal kebangkitan Barat, ketika dunia muslim kehilangan momentum intelektual dan ekonomi, kemajuan dunia Barat dimulai.

Pada akhir abad ke-11, tiga perubahan terjadi di Barat. Pertama, ada kompetisi antara gereja dan kerajaan utk saling menguasai, namun gagal. Sehingga, kekuatan terpecah. Kedua, universitas² mulai didirikan. Sekolah² gereja seperti Harvard, Yale, dan Princeton diubah menjadi universitas yang mengajarkan sains, ilmu kedokteran, dan filsafat. Hingga bermunculan lah intelektual² dunia sekaliber Aquinas, Luther, Kopernikus, Galileo, Newton, Darwin, dan Einstein.

Ketiga, kelas pedagang yang menjadi penggerak ekonomi mulai berkembang di Eropa Barat. Hubungan2 baru antar kelas politik, religius, intelektual, dan ekonom akhirnya mendorong proses kemajuan. Termasuk renaisans, penjelajahan geografis, revolusi mesin cetak, dan industri. Barat, mulai melampaui pesaingnya yang pernah unggul seperti dunia muslim dan tiongkok.

Ringkasnya, tidak ada karya yang bisa diharapkan ketika para intelektual tengah sibuk dengan kehidupan ekonominya yang tidak terlalu baik. Sementara kalangan borjuasi juga sibuk karena ingin bersedekap dengan penguasa.

Problem berikut, adanya kecenderungan menolak atau anti perubahan pada sebagian kita. Perubahan atau pembalikkan seperti yang dilakukan Barat dicurigai bisa berimplikasi melabrak dogma² yang sudah mapan dan tertanam kuat. Kecurigaan utama, bahwa negara bisa berubah sekuler jika agama dianggap bukan lagi sandaran bagi setiap tindakan.

Padahal jika mau jujur sejak awal didirikan, Indonesia ini sudah sekuler. Namun, maraknya doktrin teologi konservatif yang masuk pada era 90-an, termasuk stempel sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, menjadikan isu pemisahan antara agama dengan negara ditolak di mana².

Setiap kelompok Islam, sebenarnya menampilkan ciri² ortodoksi, terutama di kalangan Asy’ariyah. Contohnya? Ya karena sangat ringan mengeluarkan dalil. Persis zaman kegelapan Barat dulu. Hal inilah yang membuat kita sulit toleran terhadap perbedaan dalam ber-ideologi. Mungkin, masyarakat yang sungguh² pluralistik dan sangat permisif mustahil ada saat pemikiran dogmatis dan ortodoksi yang sedikit² dalil-sedikit² dalil, masih dominan ada diantara kita. Masyarakat dogmatik, adalah mereka yang pemikiran intuitif emotional nya lebih dominan dibanding ratio analytical nya.

Lantas, pembaruan apa sih yang bisa kita harapkan dari model konservatisme dan dogmatik seperti itu? Pembaruan tak akan muncul jika setiap ada kebaruan dianggap mengancam eksistensi identitas kelompok, lalu mengkhawatirkan dominannya kelompok lain dalam tatanan masyarakat.

Sumber : Status Facebook Munawar Khalil

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed