Oleh: Budhius Ma’ruff
Pamer kekuasaan PDIP dengan pemanggilan Walikota Solo, Gibran Rakabuming, karena makan malam dengan Prabowo Subianto, merupakan refleksi bahwa Jokowi dan keluarganya yang turut andil membesarkan suara PDIP dalam dua kali Pemilu, tidaklah dipandang oleh Megawati, boss besar PDIP.
Gibran pun sempat dihujani umpatan akan dilaknat Tuhan karena dituduh berkhianat pada Megawati oleh Ketua DPC PDIP Solo, FX Rudi. Ini menunjukkan tidak berharga nya keluarga Jokowi dimata PDIP. Habis manis sepah dibuang..
Padahal yang dilakukan Gibran hanyalah menerima tamu seorang menteri ke kota nya, dan menjamu nya dengan makan malam bersama.
Tekanan moral, dilancarkan begitu derasnya pada Jokowi, anak dan menantu nya. Sekarang marak di sosial media umpatan dari relawan medsos capres PDIP Ganjar Pranowo, bahwa Jokowi, anak dan menantu nya tidak akan menjadi siapa2 di republik ini tanpa jasa besar PDIP. Karena itu keluarga Jokowi diminta untuk tidak mendukung Prabowo Subianto, yang tidak berjasa pada Jokowi dan keluarganya.
Selain itu Prabowo bukanlah kader PDIP sehingga tidak pantas untuk didukung.
Intimidasi sosial yang dilancarkan relawan medsos Ganjar pada keluarga Jokowi karena Gibran menerima tamunya, Menhan RI Prabowo Subianto ini, sungguh menyedihkan.
Seolah kesalahan Gibran sangat besar hingga harus dilaknat Tuhan.
Meski dihujat, Gibran tetap santun menerima umpatan itu semua. Gibran secara gentleman datang memenuhi panggilan DPP PDIP di Jakarta, dan disidang oleh Ketua Bidang Kehormatan DPP PDIP, Komarudin Watubun, dan didampingi oleh Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto. Dan hasilnya, tentu Gibran harus mengaku bahwa ia adalah kader PDIP dan akan siap selaras dengan PDIP.
Dalam hatinya Gibran, hmmmmmmm…. hanya dia dan Tuhan yang tahu. Semua masih misteri.
Begitulah nasib petugas partai di PDIP. Meski seorang presiden pun, ia harus siap dilumat sewaktu-waktu oleh partainya sendiri jika dinilai tidak sejalan lagi dengan kebijakan partai.
Padahal ia dipilih menjadi presiden bukan semata-mata karena dukungan kader PDIP, tapi lbh banyak dipilih oleh dukungan rakyat yg bukan kader PDIP.
Kejadian ironis ini adalah pelajaran mahal bagi publik Indonesia, betapa tidak berharga nya seorang presiden jika dianggap hanya petugas partai. Petugas partai adalah anak buah dari boss besar partai nya.
Oleh sebab itu, untuk pilpres 2024 mendatang, memilih capres yang distempel sbg petugas partai haruslah dihindari sedapat mungkin.
Dukungan rakyat non partai yg jumlahnya jauh lbh banyak dari kader partainya sendiri itu, tidak akan memberi kekuatan bagi si presiden petugas partai, untuk berpihak pada mayoritas rakyat yg memilih nya..
Semoga Jokowi dan keluarga sabar dan tabah menerima penghinaan ini..
(Sumber: Facebook Budhius Ma’ruff)
Comment