Oleh : Hengki
Hari Sabtu kemarin saya mengajak istri jalan-jalan. Berhubung sedang liburan tahun baru, kami tahu mall-mall pasti penuh. Karena itu kami memilih masuk ke sebuah toko yang di masa kecil saya tampak semegah mall, yaitu Sami Luwes. Kami anggap saja ini semacam nostalgia.
Setelah puas mengobrak-abrik pakaian obral dan barang-barang rumah tangga, kami naik ke lantai paling atas dan menuju food court. Kemudian kami memilih salah satu meja di samping jendela. Dari jendela itu tampak pemandangan atap bangunan museum Batik Danar Hadi. Di belakangnya terdapat bangunan pabrik lamanya.
“Pabrik’e Danar Hadi kuwi jebule cilik ya? Ora gedhe kaya Batik Keris, padahal kan brand e wis terkenal banget,” kata istri saya seraya menunjuk bangunan pabrik itu.
“Kuwi pabrik lawas. Pabrik anyare sing gedhe neng Pabelan kono. Durung suwe sih,” sahut saya.
Chef Saklek manggut-manggut dengan mulut membentuk huruf O.
“Batik Danar Hadi sejak awal berdiri memang menyasar segmen premium. Mulane pabrik cilik ngono kuwi ora masalah. Puluhan tahun De’e fokus neng pasar domestik, terutama kota-kota besar di Pulau Jawa, khususnya Jakarta.” Kemudian saya menjelaskan.
“Puluhan tahun mung fokus neng Jakarta?” ulang dia.
“Hooh.. Jakarta dan kota-kota besar di Jawa,” jawab saya. “Nek saiki ya wis tekan seluruh Indonesia. Ekspor juga. Ekspansi usaha macam-macam juga. Duwe hotel, restoran, pabrik furniture.”
“Ooooo.. rencanamu dodolan sambel mung fokus neng kota-kota besar di Jawa kuwi terinspirasi seka iki to?” tanya dia.
“Yo ora sih.. tapi dianggap ngono ya kena. Setidaknya iki isa nggo contoh sukses,” jawab saya.
“Ya.. yaaa..” Dia mengangguk-angguk seolah paham.
Beberapa teman lama yang tidak mengikuti Facebook saya mengira saya sudah ekspor sambal ke berbagai negara. Ini gara-gara mereka melihat foto-foto di IG atau WA yang menampilkan botol Sambel Uleg Saklek dengan latar belakang pemandangan di berbagai negara. Ketika saya menjelaskan yang sebenarnya, mereka sering menyarankan saya untuk benar-benar melakukan ekspor. Saya pun cuma mengamini.
Saya jadi ingat, beberapa kali di Solo ada pelatihan soal ekspor ini. Banyak juga kawan-kawan UMKM yang pernah ikut pelatihan itu. Sepertinya sekarang ekspor bisa dilakukan dengan mudah. Saya tidak tahu juga lantaran memang belum berminat ke sana.
Sebenarnya saya heran juga mengapa ada banyak pelaku UMKM yang terburu-buru ekspor. Pasar domestik begitu luas dan besarnya luar biasa. Bisa mendapat sebagian pangsa pasar di salah satu kota besar saja akan luar biasa angkanya bagi usaha kecil. Melakukan ekspor tanpa punya akar yang kuat di pasar domestik bisa menjadi blunder besar ketika ada masalah yang mengganggu kelancaran ekspor-impor. Dan masalah semacam ini cukup sering terjadi.
Tapi sudahlah.. bisa jadi itu pikiran kuno saya sendiri. Saya masih berpikir seperti pendiri Batik Danar Hadi di era 80-an. Tidak masalah sih. Saya yakin pikiran kuno itu bagus dalam beberapa hal, asalkan bisa berpadu dengan perkembangan jaman dan mampu beradaptasi dengan perubahan.
Sumber : Status Facebook Hengki
Comment