Oleh : B Uster Kadrisson
Perlahan-lahan pemilu Amerika yang terjadi beberapa hari yang lalu mulai menampakkan hasil walaupun belum sepenuhnya terbuka jelas. Yang pasti setengah dari 100 kursi Senate telah diisi oleh perwakilan dari partai Democrat dengan pertarungan yang sangat keras. Liputan penghitungan suara terakhir dari negara bagian Nevada oleh berbagai media termasuk CNN masih tidak berani memprediksikan pemenang walaupun 95 persen suara sudah terbuka dan menjadi berkas. Apalagi awalnya kandidat dari partai Republican lebih unggul dengan angka yang sangat tipis, yang kemudian disalib dan tertinggal jauh ketika tiba giliran penghitungan kotak suara dari downtown kota Las Vegas.
Ada satu kursi Senate lagi yang masih kosong yang merupakan perwakilan dari negara bagian Georgia, yang masih akan melakukan pemilu ulang sekitar satu bulan lagi karena tidak ada kandidat yang mendapatkan suara 50 persen plus. Walaupun dalam kontestasi awal kandidat dari partai Democrat telah unggul di negara bagian ini tetapi semua nanti bisa berubah jika ada yang salah urus. Pertarungan di negara bagian Georgia ini tidak terlalu menentukan lagi karena kalaupun kalah, dalam pemungutan suara di Upper Chamber atau Senate nantinya partai Democrat tetap akan bisa melangkah dengan mulus. Karena sebagai ketua Dewan Senate, wakil presiden yaitu Kamala Harris mempunyai hak satu suara yang bisa menengahi semua kendala dan memastikan kalau semua agenda Opa Joe Biden bisa lulus.
Sistem parlemen di Amerika disebut bicameral atau dua kamar yaitu ada 435 perwakilan masyarakat di House Representative alias DPR. Mereka bertugas selama 2 tahun dengan tugas utama adalah untuk membuat undang-undang ataupun merestui usulan yang dibuat oleh presiden, the Commander. Jika DPR dikuasai oleh oposisi, pasti akan menjadi batu sandungan dengan menolak semua kebijakan yang membuat presiden bisa teler. Selain itu oposisi di DPR mempunyai hak untuk mengorek-ngorek luka lama dan mencari-cari kesalahan presiden yang saat itu sedang berkarier.
Dan apalagi jika Senate sebagai Upper Chamber juga dikuasai oleh partai oposisi, alamat sang presiden bagaikan macan ompong yang tidak bisa menggigit. Mereka yang terdiri dari 100 senator dari 50 negara bagian, mempunyai hak veto yang bisa mementahkan semua dekrit. Opa Joe Biden sangat beruntung dan bisa dikatakan sebagai presiden yang paling berhasil karena dalam seluruh masa kekuasaannya yang kini tinggal 2 tahun lagi, oposisi tidak bisa banyak berkelit. Partai Republican hanya bisa misuh-misuh dan memaki dari jauh karena ruang gerak untuk bermainnya sudah dipersempit.
Terkadang saya melihat ada gaya kesamaan beliau dengan ayahanda Jokowi, di mana mereka berdua sangat cuek dan tidak takut berlagak plonga-plongo. Berapa kali Opa Joe menjadi bulan-bulanan ketika dia jatuh berulang-ulang di tangga pesawat kenegaraan atau kesasar di atas panggung mencari jalan keluar setelah selesai menyampaikan pidato. Juga ada beberapa peristiwa yang seperti menampakkan gejala bagaikan orang yang menderita amnesia atau orang tua linglung yang sudah loyo. Sekarang, karena partai Democrat memperoleh hasil pemilu yang lumayan memuaskan sehingga para pengamat politik membuat analisa alternatif, jangan-jangan dia memang sengaja sehingga membuat lawan terkecoh dan mengambil langkah yang bodoh.
Sementara itu suasana kini menjadi terbalik, di mana sang mantan Donald Trump yang arogan tengah dihujat oleh partainya sendiri dan sedang berusaha untuk disingkirkan. Karena puluhan kandidat penting yang didukungnya, yang bisa merubah peta perpolitikan di Amerika Serikat tidak banyak yang berhasil untuk menjadi pemenang. Apalagi mereka juga sudah menemukan calon pengganti Donald Trump yaitu Ron DeSantis yang lebih muda, gagah dan kuat yang telah kembali memenangkan posisi Gubernur Florida yang sangat menentukan. Semua kesalahan kemudian ditimpakan ke pundak Trump yang tampaknya sudah lemah syahwat karena memang kekalahan terjadi gara-gara sifatnya yang bersikap sebagai Megaloman.
Jadi ceritanya begini, sebelum pemilu Trump sudah diwanti-wanti oleh pengurus partai Republican untuk tidak ikut-ikutan mengambil panggung. Dia diperbolehkan untuk turut berkampanye seperti juga para mantan yaitu Obama dan Clinton, tetapi harus mempromosikan calon yang diusung. Karena semua sudah paham akan sifatnya yang tidak bisa melihat spotlight kosong sehingga akan berceloteh tentang dirinya sendiri yang selalu merasa agung. Sepertinya dia alergi melihat ada orang lain yang mendapat perhatian lebih, eh kok saya seperti melihat ada persamaan dengan Pepo yang selalu mencari celah untuk tetap disanjung.
Dan Opa Joe dengan cuek ngomong sesuatu tentang dia serta komplotan MAGA Inc. yaitu slogan Make America Great Again yang belakangan menjadi perusahaan untuk mengeruk keuntungan sebagai biang terrorists. Umpan langsung diembat dan Trump jadi malah banyak berceloteh tentang dirinya sendiri yang merasa teraniaya oleh penggeledahan rumahnya secara paksa oleh FBI yang dipandangnya rasist. Padahal memang diketemukan sejumlah dokumen milik negara yang dicurinya yang herannya disimpan di kamar mandi, entah dia bermasturbasi dengan membaca laporan para analist. Dan Trump membiarkan sang kandidat Dr. Mehmet Oz yang peranakan Turki berdiri melongo di atas podium karena dia sibuk menyerang lawan barunya untuk memenangkan tiket pencapresan nanti yaitu Ron DeSantis.
Tabik.
Sumber : Status Facebook B. Uster Kadrisson
Comment