Oleh : Herry Tjahjono
Sekitar tahun 2004, karena sebuah agenda tertentu – saya beruntung bisa bercengkerama dengan Gus Dur – guru bangsa yang sangat berjasa bagi bangsa ini. Kami makan malam bersama di sebuah hotel di daerah Mangga Dua.
Tak lama memang kami bercengkerama, hanya sepanjang makan malam itu. Namun dalam waktu yang singkat itu – saya belajar banyak dari manusia biasa yang “luarbiasa” itu. Saya juga tak menyangka ketika waktu itu beliau sempat menyinggung salah satu artikel saya di Kompas yang berjudul “Tiba-tiba Saya Rindu Gus Dur”.
Kerinduan saya dalam artikel itu adalah tentang sosok guru bangsa, kualitas seorang guru bangsa atau “negarawan” yang tak saya rasakan secara formal sejak beliau lengser jadi presiden.
Sampai hari ini, saya juga belum menemukan lagi seorang presiden yang mampu menjalankan peran sebagai guru bangsa dan negarawan.
Gus Dur, guru bangsa, negarawan – terlepas kelemahannya sebagai manusia biasa – adalah manusia yang penuh martabat. Dia adalah “a man of honor” justru karena “keserba-biasaannya” sebagai manusia.
Dia bisa tiba-tiba menjadi sahabat siapa saja, termasuk saya yang hanya baru sekali itu bertemu beliau. Dan sebagai “sahabat”, “hadiah” terbesar Gus Dur pada saya adalah ketika dia mengingat dan memperhatikan artikel saya tentang dirinya.
Gus, hari ini tiba-tiba saya kangen sampeyan. Hari ini tepat 1 abad NU, Gus. Seperti sampeyan, NU memberikan rasa aman dan nyaman bagi orang seperti saya. Itu sebabnya saya kangen.
Sumber : Status Facebook Herry Tjahjono
Comment