Oleh : Sunardian Wirodono
Agama memang bikin repot. Kalimat itu belum selesai. Tambahannya, jika justeru menjadi penutup jalan kemanusiaan.
Melalui FIFA, hubungan antarmanusia Israel dengan Indonesia, bisa terjadi melalui sepakbola. Tapi politik identitas, atas nama penjajahan Israel pada Palestina, membuat sebagian masyarakat Indonesia menolak timnas Israel di Indonesia untuk Piala Dunia U-20.
Urusan apapun, apalagi politik, memang njlimet kalau sudah masuk ke sentiman agama. Saya hanya mengingat kata-kata Gus Dur, agama jangan jauh dari kemanusiaan. Tapi kalau agama dekat dengan politik?
Di lain tempat dan waktu,, Gus Dur juga pernah ngendika, “yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan.” Kemanusiaan, adalah pokok pikiran Gus Dur. Dan karena itu, ia tampak lebih manusiawi, humanis, dan sangat sederhana pikirannya.
Kesederhanaan adalah puncak kesalehan spiritual dan intelektual. Dan itulah akhirnya yang membuka simpul-simpul belenggu masa lalu. Sebagaimana bangsa Jerman harus berdamai dengan masa lalunya, untuk masa depan.
Beberapa mahasiswa Palestina dan Israel, di Harvard dan yang di AS pada umumnya, mereka bersama dan bersepakat membangun komunikasi, bahkan berhimpun dalam komunitas peduli. Dan pasti itu akan menjadi titik penentu penyelesaian konflik Palestina-Israel di masa mendatang.
Generasi baru selalu punya arah pandang yang lebih menjanjikan, daripada dikutuk dalam kebekuan sejarah yang penuh klaim. Sekitar 10 tahun lampau, dua orang Muslim yang pernah 10 tahun bekerja di toko roti begel milik pengusaha Yahudi di Manhattan, akhirnya jadi pemilik roti berbentuk kayak donat itu.
Mereka ngeman, ingin melestarikan, karena toko roti yang telah berusia hampir 100 tahun itu, menjadi melting pot berbagai latar belakang manusia di Manhattan City. Di situ bagaimana pengetahuan dan perut, bisa mempertemukan berbagai perbedaan, untuk bisa berdialog.
Indonesia pernah memilih keluar sebagai peserta, dalam penyelenggaraan sepakbola Piala Dunia 1958, karena keikutsertaan Israel, yang sama-sama masuk seleksi PD. Juga dalam Asian Games 1962, Indonesia sebagai tuan rumah pertama kali, melakukan hal sama, menolak Tim Israel, dan kita kena denda dari IOC. Dan ini selalu disodor-sodorkan mereka yang menolak Timnas Israel dalam PDU-20 di Indonesia tahun ini.
Padal, dalam Kejuaraan Dunia Badminton 2015, Indonesia tidak masalah dengan atlet badminton Israel yang waktu itu main di Istora Senayan. Bahkan, di Velodrome Jakarta, Februari lalu, dalam UCI Track Nation Cup 2023, ada pula atlet pembalap Israel yang ikut serta.
Apa yang tejadi kemudian? Indonesia tetap mendukung Palestina serta tidak bersepakat dengan tindakan Israel. Dan agama Islam tetap majoritas di Indonesia.
Saya malah lebih ingat, bagaimana konflik yang terjadi pada anak-anak SMA, atau pertarungan klasik antarkampung, yang selalu cenderung diturunkan pada para juniornya, yang nggak ngerti akar konflik sebenarnya, dan bagaimana menyelesaikan hal itu. Saya nggak tahu atas alasan apa.
Karena itu saya sering terganggu dengan lagi-lagi ungkapan Gus Dur, “Agama mengajarkan pesan-pesan damai dan ekstremis memutarbalikannya.” Saya nggak ngerti apa maksud Gus Dur dengan ucapan-ucapannya yang membingungkan itu.
Senyampang itu, saya juga bingung bagaimana STY jadi bingung, soal para pemainnya. Mereka boleh nggak untuk tidak ikut puasa dulu, menghadapi pertandingan dengan Timnas Burundi, yang sudah masuk bulan Ramadhan?
Hallo Bang Remy Sylado, mohon alamat Pak RT, yang bisa menyelesaikan masalah tanpa harus melibatkan tuhan itu, Bang! Karena ini tahun politik, jangankan para bacapres, Soeharto saja takut ngadepin. Sehingga meninggalkan luka itu haha, kayak mantra Bang Tardji dalam puisinya. |
Sumber : Status Facebook Sunardian Wirodono III
Comment