by

Dari Penjara Menuju Istana

Oleh : Karto Bugel

Hari itu, suasana di LP Cipinang sedikit berbeda. Tergopoh-gopoh pejabat Lapas kelas 1 yang terletak di Jakarta Timur itu terlihat menyambutnya. Cukup beralasan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra datang.

Dengan membawa map, Menkumham pada zaman Gus Dur itu langsung diantar Ka Lapas menuju sel tahanan dimana Budiman Sudjatmiko dan kawan-kawannya yang telah ditahan selama kurang lebih 3,5 tahun sejak 1996.

“Selamat siang mas Bud… apa kabar teman-teman?” Sapa Menkumham dengan gesture yang dia usahakan agar tetap terlihat santai dan akrab pada Budiman dan kawan-kawan.

Itu penting karena kunjungannya ke Cipinang tersebut atas perintah langsung dari Presiden Abdurrahman Wahid terkait pembebasan Budiman dan kawan-kawan yang divonis penjara selama 13 tahun oleh rezim Soeharto itu juga bermakna bahwa Gus Dur sebagai atasannya langsung pun demikian mengagumi sosok muda pemberontak itu.

“Selamat siang juga Prof” serempak suara terdengar dari beberapa mulut sekaligus.

“Sudah pada shalat belum?”

“Sudah prof…” nyaring jawaban itu terdengar lebih tegas.

“Mas Bud, saya mendapat perintah dari Presiden untuk menyampaikan Amnesti untuk anda dan kawan-kawan” kata Yusril sambil menyerahkan map itu pada Budiman.

Suasana langsung menjadi hening untuk sesaat. Budiman menerima dan membaca isi Amnesti itu. Satu persatu nama yang tertulis di sana dia teliti…..

“Lho ini kenapa nama Petrus Haryanto gak ada Prof?” Tanya Budiman dengan wajah tampak khawatir.

Iya… itu nama-nama berdasar atas hal yang sudah saya diskusikan dengan pak Presiden”. Jawab Yusril.

Bagi Budiman, jawaban itu terdengar tak adil. Dia bersama beberapa temannya ditangkap dalam kapasitas dan julukan pembangkang oleh rezim Orba. Maka ketika Amnesti didapat dari pemerintahan Gus Dur, semua harus mendapatkannya. Itu yang terlintas di kepalanya.

“Wah ga bisa Prof…tanpa Petrus bersama kami, kami akan menolak amnesti ini”.

“Ya… Tollak! Tolak..!!!”

“Tanpa Petrus lebih baik kami tetap tinggal dalam penjara!” Celetuk salah seorang di antara mereka.

Ramai suara sambutan dari teman-teman Budiman terdengar sangat emosional…. Mereka merasa terluka.

“Waduuhh..”

Reflek suara itu terdengar dari Menkumham. Dan entah kenapa secara tak sadar tangannya pun garuk-garuk kepala.

“Iya prof kami masuk bersama, keluar juga harus bersama.” Jawab Budiman dengan suara halus namun dengan tekanan yang kuat.

“Baik..,baik…, saya akan coba telpon bapak Presiden.”

“Ya hallo, pak Yusril…” terdengar suara Gus Dur dari balik telepon genggam Menkumham yang sengaja dilantangkan.

“Selamat siang pak Presiden”

“Ya, bagaimana pak Yusril?”

“Menyambung pembicaraan yang lalu terkait Amnesti mas Budiman dan kawan-kawan yang telah bapak tanda tangan, beliau (Budiman) menolak.”

“Lho…🤔??”

Suara langsung hening. Tak ada suara keluar baik dari Budiman dan kawan-kawan maupun Menkumham. Seolah dari telepon itu akan keluar hal ajaib, semua mata tertuju pada telepon genggam meski tak ada layar tertampak wajah Presiden.

(Saat itu belum ada video call).

“Lha dibebaskan koq gak mau ki piye? Terus maunya apa?” Suara Gus dur yang terdengar bingung dan penuh tanya itu memecah keheningan.

“Ini terkait satu nama saudara Petrus Haryanto yang tak tercantum pada lembar putusan. Atas hal tersebut beliau dan kawan-kawan sepakat tidak mau keluar penjara tanpa saudara Petrus ikut serta.” Kata Yusril.

“Oo.. itu. Ya dikeluarkan saja sekalian pak” jawab Gus Dur dengan santai.

“Tapi dalam surat ini tak ada tercantum nama yang bersangku….”

“Ditambahkan saja nama itu pak Yusril… Tulis saja namanya terus suruh segera pada keluar. Gitu aja koq repot…”, potong Gus Dur sebelum Menkumham sempat menyelesaikan pembicaraannya.

Spontan sorak gembira teriakan terdengar ramai dari ruangan itu. Budiman dan kawan-kawan saling berpelukan sambil berteriak : “Merdeka! Merdeka! Merdekaa..!!” Sambil dengan tangan dikepal ke atas.

(Cerita ini berdasar fakta namun pembicaraan adalah reka-reka penulis)

Dan lalu, pada tahun 2004, oleh Megawati Budiman digadang akan berpotensi menjadi pemimpin Indonesia di masa depan saat dia bergabung dengan PDI Perjuangan.

Bisa jadi, dalam benak bu Mega, Budiman, sebagai anak ideologis Soekarno ini memang pantas menjadi seperti ayah kandungnya, Presiden. Budiman amat sangat mengidolakan Ir. Soekarno.

Entah kebetulan atau justru takdir belaka, kisah hidup Ir. Soekarno yang harus mengalami pemenjaraan karena sebab perjuangannya, kini seperti diulang oleh seorang Budiman.

Ya.. bisa jadi itu memang…..

Karena sebab reformasi, Soeharto tumbang, digantikan oleh Habibie yang juga tak bisa melanjutkan pemerintahannya karena sebab Laporan Pertanggungjawabannya ditolak dalam SI MPR 1999.

Gus Dur dan Megawati akhirnya berhasil menjabat Presiden dan namun Amin Rais sebagai orang ketiga yang konon paling aneh, meski berhasil menjabat sebagai Ketua MPR dan mengangkat Gus Dur dan Megawati sebagai Presiden, nasibnya, semakin hari semakin tidak jelas.

Gus Dur pernah berungkap bahwa sosok itu akan menjadi gelandangan politik. Dan memang terbukti. Dia ditendang dari Partai yang pernah didirikannya. Di masa senjanya dia ditinggalkan banyak pengurus partainya saat kemudian mendirikan partai baru.

Janjinya akan jalan kaki Jakarta-Jogja yang tak pernah dipenuhi bila Jokowi sampai menjadi Presiden, hingga kini masih menjadi misteri

Bila sosok ke 4 dalam reformasi itu harus disebut, Budiman Sudjatmiko sosok tersebut.

Dia membuka perlawanan dalam seri reformasi dengan langsung berhadapan face to face. Dia menantang dalam benderang pada sosok penguasa Orde Baru yang paling ditakuti di Indonesia selama 32 tahun. Dia dipenjara karena hal itu.

Akankah sosok ke 4 itu akan mendapat kesempatan yang sama untuk menjadi Presiden Indonesia seperti Gus Dur dan Megawati, seharusnya itu bukan hal yang mustahil.

Itu tergantung kita sebagai pemilih dimana Pilpres langsung yang kini kita nikmati tak bisa dilepaskan dari reformasi. Dan kita tahu bagaimana perannya dalam reformasi.

“Emang sudah ada tanda-tanda dari PDIP menunjuk sosok?”

Paling tidak, Budiman sebagai penggagas UU Desa kembali telah mulai diminta oleh PDIP untuk keliling Desa. Ndlosor dalam konsep bu Mega manakala menjemput asa wong cilik jelas adalah tentang Desa. Budiman ada di ceruk itu.

Kenapa itu bukan sinyal…😉?

Seperti Presiden Soekarno yang begitu concern pada Sejarah, geopolitik dan kemajuan anak bangsa akan iptek, hal sama selalu disuarakan oleh Budiman.

Organisasi Non Blok lahir karena faktor isu geopolitik saat itu dan Soekarno adalah salah satu penggagas utamanya. Nama Indonesia serta merta melambung tinggi dalam kancah geopolitik dunia.

Saat fakta bahwa SDA sangat melimpah dan maka negeri ini selalu menjadi rebutan pengaruh dari banyak bangsa asing dan fakta bahwa SDM kita sangat tertinggal, pak Karno menyebar anak muda terdidik ke seluruh penjuru dunia agar kelak dapat menjadi orang pintar dan tuan di rumahnya sendiri.

Belum mereka sempat pintar dan pulang demi membangun negeri ini, Soekarno telah diturunkan paksa oleh rezim Orde Baru.

Jangankan pulang dengan niat untuk membangun negeri, banyak dari mereka yang tiba – tiba jadi orang tak berkewarganegaraan. Mereka dibuang begitu saja hanya karena politik kebencian Orde Baru.

Dan kita tahu, saat Orde Baru berkuasa, bangsa ini serta merta menjadi antek kapitalis barat. Semua SDA kita diborong murah (menghindari kata dirampok) dan kita dibiarkan tetap bodoh.

Kisah Ir. Soekarno ingin mentransformasikan paradigma atas pentingnya budaya iptek untuk anak bangsa memang tak pernah terwujud. Tapi catatan itu tertulis dengan sangat tebal dan dunia membacanya.

Kini kisah itu ingin kembali dilanjutkan. PDI Perjuangan dengan Pak Jokowi nya sudah memulainya dengan sangat luar biasa. Beliau meletakkan dasar serta pijakan yang kokoh agar cita – cita besar bangsa ini tak pernah lagi harus runtuh di atas pondasi yang dibuatnya.

Seperti membangun hardware, beliau menanti orang yang tepat, orang yang mampu membangun program cerdas dalam rupa software di atasnya. Dan maka disebut penerus, bukan perusak sebagai antitesa.

“Emang masih ada orang sekaliber itu?’

Dalam perspektifnya, anak muda lulusan Cambridge sebagai salah satu universitas top markotop dunia itu, geopolitik adalah ruang dan sejarah adalah waktu.

Dia sekaligus juga seperti sedang mempresentasikan sosok Soekarno era industri 4.0, era internet dimana dunia seolah tanpa sekat. Dia mengerti tantangan itu dan maka masuk akal menjadi penerus.

Sama seperti Presiden Soekarno yang bervisi sangat maju dan sebelum menuju istana ternyata harus melalui pemenjaraan terlebih dahulu, kenapa itu jadi mustahil bagi Budiman?

RAHAYU

Sumber : Status Facebook Karto Bugel

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed