Oleh : Dahono Prasetyo
Presiden siapapun dan kapanpun punya kuasa prerogratif yang dilindungi kesepakatan konstitusi. Reshuffle kabinet menjadi bargaining politik paling ampuh bagi seorang Presiden yang masih menginginkan visi misinya berlanjut kepada calon penggantinya kelak.
Tahun 2023 diprediksi menjadi tahun politik paling “alot” bagi partai politik peserta Pemilu serentak 2024. Peran ketua umum partai politik dalam menentukan arah kebijakan partai menjadi kunci persaingan antar parpol yang sebelumnya sudah marak terjadi.
Beberapa ketua umum Parpol muncul memberikan statemen politik bagi kepentingan partainya, atau dia sendiri sedang berencana menjadi salah satu peserta kontestan Pemilu Presiden.
Jabatan politis Ketua Umum Partai yang mendapat jatah kue kekuasaan sebagai menteri sudah bukan rahasia umum. Tapi itu bukan berarti jabatan absolute, karena bagaimanapun juga menteri sebagai “pembantu” meskipun ketua Parpol tetaplah pembantu yang harus status tunduk pada visi misi atasannya.
Sebut saja nama Prabowo Subianto, Airlangga Hartarto dan Zulkifli Hasan. Ketiganya masih berstatus jabatan rangkap ketua umum partai sekaligus Menteri. Prabowo dan Airlangga meskipun belum resmi, tetapi sudah gencar melakukan sosialisasi menjadi Capres 2024.
Tahun 2023 dan seterusnya otomatis fokus pikiran dan aktifitas mereka tersita untuk kepentingan partainya. Jabatan menteri menjadi tidak lagi prioritas atau justru rentan dimanfaatkan sebagai mesin politik terkait anggaran logistik suksesi.
Kebijakannya di kementrian yang dipimpinnya sudah beraroma kepentingan partai. Sulit membedakan kehadirannya, statemen dan manuvernya di suatu kesempatan berstatus sebagai menteri atau Capres.
Issue reshuffle kabinet Jokowi yang mencuat beberapa waktu lalu setidaknya menjadi peringatan penting bahwa cepat atau lambat menteri sekaligus ketua umum partai saatnya diberikan pilihan. Tetap menjadi pembantu Presiden hingga 2024 atau menjadi Capres / Cawapres 2024?. Sebagai ketua umum partai pilihan kedua cenderung dipilih demi masa depan partai yang dipimpinnya. Karena loyal kepada partai itulah yang menjadikannya terpilih menjadi ketua umum, yang tidak lebih rendah porsinya untuk loyal kepada pemerintahan.
Jokowi punya alasan kuat untuk me-reshuffle ketiganya. Mengembalikannya ke pangkuan partai sebagai konsekwensi politik yang realistis. Justru Jokowi akan beresiko terhadap etika politik jika tetap mempertahankan para ketua umum partai tersebut rangkap konsentrasi.
Suka tidak suka, reshuffle tetap menjadi pilihan terbaik untuk kelangsungan roda pemerintahan. Pemilu serentak 2024 diperkirakan menghabiskan dana politik ratusan triliun. Menjadi Calon Presiden dan Wakil Presiden, Calon Legislatif dan Calon Kepala Daerah dalam pemilu serentak selain tidak gratisan juga mustahil memakai dana dari kantong mereka pribadi.
Potensi manipulasi anggaran APBN dan APBD dari kementrian basah untuk kepentingan suksesi tidak mustahil terjadi. Sementara bohir-bohir juga tidak bodoh-bodoh amat menggelontorkan dananya gratisan untuk dukungan calon. Deal-deal anggaran sudah dilakukan jauh-jauh hari, dan ketua umum Partai Politik punya kuasa menentukan hitam putihnya.
Sama seperti kepala daerah yang habis masa jabatannya digantikan Plt yang ditentukan oleh pemerintah pusat. Pengganti menteri yang terkena reshuffle butuh sosok netral yang loyal kepada pemerintahan. Kemungkinan Jokowi akan menempatkan sosok non partai atau pejabat karir yang terbebas dari kepentingan politik.
Sebut saja mantan panglima TNI Jenderal Andika Perkasa pantas menggantikan Menhan Prabowo Subiyanto yang masih berambisi menjadi capres keempat kalinya. Untuk pengganti Menko Perekonomian ada nama Prof. Dr. Sri Adiningsih, M.Sc yang kini menjabat Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) bidang ekonomi. Khusus untuk pengganti Menteri Perdagangan, Jokowi punya banyak stok ahli perdagangan yang tidak merangkap sebagai “pedagang”.
Reshuffle sudah hampir pasti terjadi, sesegera mungkin itu tergantung Jokowi berhitung timing. Tinggal lihat kalender tiap hari Rabu di bulan Januari, menjadi hari baik Jokowi memutuskan hal-hal penting untuk dirinya dan negara tentunya.
Gitu aja sih…
Sumber : Status Facebook Dahono Prasetyo
Comment