Oleh : Atoillah Isvandiary
Jujur sebenarnya saya nggak ingin ikut hiruk pikuk lucu-tapi-mengenaskan di circle saya, yang dipicu oleh apa yang menyebut diri sebagai “Pengobatan Akhir Zaman” ini, karena menurut saya pribadi hanya “just another pengobatan alternatif” yang mengandalkan keyakinan pada doktrin agama, sebagaimana pengobatan-pengobatan alternatif berbasis doktrin agama yang lain.
Banyak penjual-penjual herbal yang juga mencomot sana sini teori kedokteran dipadu-padan dengan ayat lalu dikemas dengan pengobatan Nabawi, yang kurang lebih sama.
Karena itu menurut saya, memang pengobatan ini tidak perlu dikupas tuntas dari perspektif sains, lha wong memang bukan sains. Hanya memanfaatkan mereka yang relijius-altruist, atau pasrah pada apa kata si paling mendadak ustadz/ustadzah sekaligus awam filosofi sains yang logico-empirico-verifikatif, meskipun nggak jarang mengenyam pendidikan yang lumayan. Jadi kalau dikupas tuntas dari sudut pandang syariat-jurisprudensi agama- Islam, ya masih masuk lah. Karena memang kenyataannya mengatasnamakan ayat, meskipun nggak jarang interpretasinya menurut saya mengenaskan. Tapi ya gimana lagi, lha wong sekarang ini jadi ustadz memang gampang sekali.
Tapi karena begitu ramenya akhirnya ya nggak tahan juga, hehehe… mumpung SPJ-SPJ akhir tahun sudah rampung, apa salahnya ikutan nimbrung.
Tapi saya nggak ingin menyalahkan mereka yang sangat fanatik-with-no-reserve pada doktrin-doktrin pengobatan alternatif berbasis kepercayaan seperti Pengobatan Akhir Zaman ini. Saya lebih cenderung mengatakan bahwa ini adalah kesalahan para ahli promkes seperti ustadz Hario Fisto Megatsari (kalau ini ustadz beneran) yang tak kunjung mengedukasi masyakarat
Ahli-ahli promkes dengan publikasi bejibun di jurnal-jurnal Internasional bereputasi macam beliau harus memiliki kepedulian untuk mencerahkan (bukan mencerdaskan, karena di antara yang belum cerah itu banyak pula yang sebenarnya cerdas) ummat dan masyarakat, karena di Akhir Zaman ini, jangankan hanya nubuat tentang kembalinya peradaban perundagian kembali ke jaman lampau di mana teknologi maju akan hilang, yang kemudian menjadi concern ummat, melainkan juga hilangnya kewarasan dan akal sehat.
Dan ini tugas para ahli promkes dengan bejibun publikasi di jurnal-jurnal internasional bereputasi itu. Karena umat yang saya sebutkan itu tidak baca jurnal internasional bereputasi itu, baik karena kesulitan bahasa atau menganggap jurnal itu produk kelompok liyan.
Yang kita hadapi, para ahli promkes dengan publikasi bejibun di jurnal-jurnal Internasional bereputasi itu, adalah post truth.
Informasi yang salah tetapi sangat dipercaya sebagai informasi yang benar.
Informasi yang salah, tapi karena mengaduk emosi dan perasaan (beragama), membajak teori kedokteran populer dengan teori sendiri agar tampak keren, membangun interpretasi ayat dan opini yang menguntungkan pribadi dengan mengindahkan aksioma dan fakta, dan digema-gemakan terus menerus sehingga akhirnya dianggap informasi yang benar.
Informasi yang lahir karena rasa inferioritas umat terhadap umat lain, karena akses fisik dan finansial kepada layanan kesehatan konvensional yang tak terjangkau, juga karena krisis kepercayaan pada para ahli kesehatan sesungguhnya, akibat perbedaan pendapat yang harusnya ada di ruang kuliah diumbar di ruang publik sehingga membuat publik bingung terhadap informasi yang sebenarnya atas nama sains belum matang disimpulkan.
Informasi yang salah tetapi karena dari dulu, setiap dari kita selalu kepo dengan kesehatan kita masing-masing dan sering khawatir dan tak berdaya ketika sakit, lalu mendadak muncul kesempatan menjadi “dokter” tanpa harus kuliah lama dan mahal serta bebas main dokter-dokteran, menjadikan fantasi mengakses kuasa penyembuhan tiba-tiba jadi kenyataan, dan itu pasti terasa sangat menyenangkan.
Jadi, adalah tanggung jawab para ahli promkes yang memiliki publikasi bejibun di jurnal-jurnal internasional bereputasi, bila suatu saat kelak rakyat kita lebih percaya bahwa penyakit itu hanya berakar dari KKPK saja: Kekencengan, Kekendoran, Pelintiran, dan Kombinasinya alias jawaban ABC benar semua, daripada pada ilmu kesehatan berbasis sains yang, mungkin belum bisa menjawab semua, tetapi paling tidak berdasar rasa tanggung jawab.
Sumber : Status Facebook Atoillah Isvandiary
Comment