Oleh : Pitoyo Hartono
di Indonesia kadang2 ada orang2 yg menggunakan kata china dlm context pejorative, dan sering pula diperburuk dengan ungkapan “aseng” termasuk oleh Prabowo waktu kampanye (udah lupa ?).
Tapi coba pikirkan sebentar, apa yg sudah dilakukan para “aseng” ini dalam bidang teknologi 30 tahun ini, dan di mana standing RI sekarang.
Cerita ini saya batasi dalam bidang penelitian saya: artificial intelligence dan robotics. Sekitar 30 tahun lalu waktu saya mulai mendapatkan kesempatan utk mengikuti konfrensi internasional (pada saat itu konfrensi internasional di bidang ini kebanyakan diadakan di US dan Eropa, di asia terbatas di Jepang, S’pore, Hong Kong, dan kadang2 Korea). Universitas saya membiayai saya (yg waktu itu cuma mahasiswa S2) di manapun konfrensi neural network diadakan asal paper saya diterima. Waktu pergi ke konfrensi, saya diinapkan di hotel yg sangat layak, dijamin tidak kelaparan, diasuransikan, dan dibelikan tiket pesawat yg layak. Saya tidak pernah mengeluarkan uang sepeserpun utk ikut konfrensi ini. Ini sangat kontras dengan mahasiswa/i dari negara “aseng”.
Pada saat itu, peserta dari negara “aseng” itu masih sangat sedikit. Dan mereka lumayan mencolok di dalam konfrensi. Pakaian mereka sangat sederhana, mereka makan sangat banyak pada saat coffee break, dan pesta yg diadakan oleh konfrensi. Tidak malu utk membawa pulang makanan. Salah seorang teman aseng saya mengatakan bahwa, mereka melakukan itu utk menghemat uang makan. Mereka tidak pernah menginap di hotel tempat diadakannya konfrensi, entah mereka tidur di mana. Mereka hampir tidak membawa uang sama sekali, karena memang tidak punya. Komputer yg mereka bawa utk presentasi sangat kuno, dan sering macet. Kalau mereka harus melakukan poster presentation, kertas yg mereka gunakan sering lusuh. Tema penelitian yg mereka bawakanpun selalu pas2an. Kebanyakan paper mereka ditolak. Yg mereka punya cuma kenekatan dan semangat utk maju. Mereka tidak berangkat ke luar negeri utk jalan2, mereka datang utk belajar. Mereka tidak pernah malu pada situasinya, confidence mereka selalu tinggi (kadang2 ada di level ngeselin). Mungkin mereka berpikir: “gue nggak bisa merubah kenyataan kalau gue terseok sekarang, lihat 10 tahun lagi !”.
Fast forward 30 tahun. Beberapa tahun lalu saya berkesempatan utk mempresentasikan penelitian saya di top conference yg acceptance ratenya cuma sekitar 8%. Banyak sekali peneliti dari Google, Facebook, Amazon, NVDIA yg datang. Tapi tidak ketinggalan Baidu, perusahaan para “aseng”. Peneliti dari Peking Univ. dan Tsinghua juga sangat dominan. Tak satupun peneliti AI dari institusi top Indonesia ada di situ. Berbeda dng 30 tahun lalu, para aseng ini mencolok dalam context yg sama sekali berbeda. Penelitian mereka ada di garda terdepan bidang ini. Peneliti dunia mendengarkan mereka. Mereka datang dengan peralatan yg mutakhir, buatan negeri sendiri.
Kalau 30 tahun lalu mereka menunggu makanan gratis, kali ini Baidu menjadi gold sponsor konfrensi ini, dan setiap malam mengadakan pesta yg bisa diikuti oleh semua peserta dengan gratis dng makanan yg berlimpah. Pesta ini mereka gunakan utk ajang merekrut peneliti2 bidang ini dari semua negara, termasuk US.
Di Jepang, 30 tahun lalu produk para aseng ini adalah produk kelas kambing. Fast forward 30 tahun, Lenovo salah satu perusahaan aseng, mengakuisisi salah satu devisi IBM Japan. Mereka memproduksi komputer dng mutu yg sangat bagus di Jepang. Ini produk perusahaan aseng yg Made in Japan (kita tunggu munculnya produk teknologi Indonesia yg Made in Netherlands). Para aseng ini tidak bisa bersaing dng Jepang dalam hal mobil berbahan bakar, tapi Jepang sudah membuka pasarnya utk EV dari negara aseng ini. Mau bilang apa lagi ?
Universitas2 mereka menempati posisi top dunia. UI, ITB, UGM yg mungkin 50 puluh tahun lalu berada di atas awan dibandingkan dengan universitas para aseng ini, sekarang berasa seperti universitas kelas ruko dibandingkan dengan Peking Univ. atau Tsinghua di bidang teknologi.
Para aseng ini memproduksi lebih banyak paper2 akademis kelas atas dibandingkan dengan negara manapun. Teknologi Quantum Computing mereka sekarang ada di garda terdepan di dunia. Huawei merajai teknologi 5G dan sebentar lagi 6G.
Saya tidak mengatakan bahwa mereka selalu berlaku etis tanpa cela. Banyak standard etika yg mereka tabrak. Tapi tidak bisa dibantah juga bahwa banyak sekali inovasi yg mereka produksi.
30 tahun ini, negara kita ngapain aja ? Banyak orang sibuk memikirkan syurga, dan meng-aseng2-kan orang lain, tanpa sadar bahwa orang yg mereka “aseng2”-kan itu tidak peduli dan mereka lebih suka bekerja keras utk menghasilkan sesuatu yg nyata utk mengangkat derajat hidup dan bangsanya daripada beremeh temeh nggak jelas.
Banyak pejabat kita cukup senang kalau ada perusahaan teknologi yg ingin berinvestasi di negara kita. Tapi coba pikirkan sebentar, mana perusahaan2 teknologi kita yg bisa berinvestasi di negara lain ? Apa inovasi yg kita hasilkan 30 tahun ini ? Naikkah standing universitas2 top kita di arena global tiga dekade ini ?
Mungkin kalau orang2 dari universitas2 top dan para teknokrat di negara “aseng” ini mendengar bahwa mereka di-aseng2-kan di RI, mereka cuma tertawa dan berpikir: “biarin aja, kasihan mereka orang2 yg perlu disedekahi, toh yg kaya owe !”.
Kalau kita sekarang kalah bersaing dng para “aseng” ini, apa sebabnya ?
———————–
PS:
teman aseng saya waktu kuliah di Tokyo pada akhir 80-an, hampir nggak pernah ganti baju karena memang nggak punya. Waktu itu saya juga lumayan kere, tapi berasa jadi sultan setiap kali melihat si aseng ini. Seenggaknya saya nggak pernah kurang makan.
Pagi jam 5:00-8:00 dia membersihkan wc suatu gedung kantor, jam 9:00-17:00 kuliah, jam 18:00 sampai tengah malam jadi pelayan restoran. Entah kapan dia belajar dan tidur. Saya pernah main ke kamarnya, dan langsung menyesal. Penjara di Jepang jauh lebih bersih dan layak dari tempat tinggalnya. Konon di antara para “aseng” dia termasuk yg kaya.
Setelah tamat dia bekerja sebagai engineer di satu perusahaan instrumentasi Jepang. Sekarang dia menjadi representasi perusahaan itu di Inggris. Si aseng kere ini dng “cuma” bondo nekat dan kerja kerasnya, sudah “manaklukkan” dua negara, Jepang dan Inggris.
Beranikan Prabowo atau orang2 otak somplak lainnya meng-aseng2-kan orang semacam ini ?
Sumber : Status Facebook Pitoyo Hartono
Comment