Oleh: Biakto
Kalimat SBY tentang kecurangan yg belum dijalankan adalah repleksi hal yg pernah dia alami, apakah dia yg terdampak atau dia yg membuat dampak.
Hal itu juga bisa membuat semacam benteng membesarkan hati anaknya yg justru sudah di prediksi kalah dalam kontestasi, sehingga bila hal itu terjadi, dia akan mengatakan sebuah kekalahan karena kecurangan.
Tapi yg salah dgn statement itu adalah bahwa kalimat tak elok itu menyembur dari mulut pelantun 5 rekaman lagu yg indah. Sehingga dia merusak nada politik Indonesia yg dianggap tak pernah jujur.
Mantan presiden ke 6 Indonesia ini telah mengecilkan keberadaan KPU, menganggap ratusan ribu TPS di negeri ini dikawal oleh orang tak beradab.
Kenapa pergelaran sebuah event Akbar untuk sebuah bangsa selalu diisi oleh caci maki, kebencian dan kelicikan. Bahkan bersikap seperti makhluk tak berpendidikan. Hello ini bekas presiden lho, kok jadi beleng beleng.
Saya gak mudheng kok pasca Jokowi jadi presiden jadi banyak orang mati gaya. Bukannya bersyukur bahwa rakyat di beri pelajaran politik baru, ada pemimpin jujur, gak korup, kerja, gak banyak bicara, membangun Indonesia.
Kan gak lucu kalau rakyat diminta belajar kepada hasil kerja Anis yg jelas merusak Jakarta. Apa yg bisa diambil dari sana wong oke nya saja tak Oce.
SBY, sayang anak harus, membantu anak juga boleh, tapi prosesnya harus bener tidak bisa instant, SBY saja jadi presiden setelah pensiun dari jenderal, masaklah betotan mayor di paksa kesohor, ya longsor.
Sekarang SBY viral dikata turun gunung, eh ternyata mau mengatakan bahwa pemilu 2024 curang, ini mah bukan pendekar, tapi dukun ramal.
Jadi makin banyak profesi yg di geluti, di amanahi jadi presiden, malah nyinden, enak² pensiun jadi dukun.
Hidup kok gak bersyukur, harusnya kan hidup bahagia, jadi bapak bangsa, kok malah salah gaya. Dari jutaan pensiunan hanya 6 lho pak pensiunan presiden, yg 4 sudah wafat, tinggal bapak dan Bu Mega, baik² sajalah pak, bicara dan berlaku bijak jgn buat hoaks. Semoga kelak saat malaikat mampir ngopi, bapak dikasi voucher Khusnul khatimah, bukan Shu’ul khatimah.
Berhentilah menjadikan negeri ini menjadi ajang Gobak sodor. Karena garis² yg dibuat diatas tanah itu akan lenyap. Yang menang maupun yg kalah tetap sirna dimakan waktu. Hanya yg ditanam yg akan tumbuh, apakah tanaman itu akan menghasilkan pun tidak ada yg menjamin. Tergantung bibitnya. Ojo nanam pari, jebule rumput teki.
Teori kecambah akan menumbuhkan semai dalam satu malam. Tapi getas, teori padi membutuhkan waktu panen yg agak panjang, tapi menghasilkan.
SBY memilih menyemai kecambah, anaknya dipaksa Mateng dipetik, dan hasilnya dijual dgn teriakan Mateng di pohon, tapi boong !
Janganlah pakai cara memanipulasi dalam hal apa saja, karena tanam tuai itu konsep dari Tuhan. Sehingga hasilnya tergantung apa yg disemai.
Ingat ya pak Beye, Ojo selalu mbandeng mbandengke, mbok oyak’o yo ora mampu, karena dihati ini hanya ada pak Jokowi. Bukan Agus Harimurti.
Mari jalani pemilu yg jujur, jangan di manipulasi. Agar ibu Pertiwi terus berseri.
Bukan Indonesia utk presiden, tapi presiden utk Indonesia. Jadi harus dicari yg perkasa, bukan yg dipaksa. Karena Indonesia bisa cedera.
(Sumber: Facebook Biakto)
Comment