Oleh : Sunardian Wirodono
Dalam politik tak ada kepastian. Dan Jokowi sudah benar menasihati ‘aja kesusu’. Sebenarnya, bukan hanya nasihat kepada rakyat jelantah sebagai pemilih, melainkan justeru kepada para elite politik dengan berbagai kepentingannya.
Kita tahu karakter politik di negeri ini, yang lebih mementingkan kepentingan masing-masing. Dengan berbagai narasinya. Faktanya, begitu banyak paradoks politik. Dengan intensitas yang sangat tinggi. Dinamis. Njungkel-jempalik.
Dimulai dari Nasdem, sebagai bagian dari koalisi pemerintah, yang hampir setahun ini sudah membacapreskan Anies Baswedan. Membentuk koalisi baru, dengan dukungan dari partai di luar koalisi pemerintah, Partai Demokrat dan PKS. Senyampang itu, paradoks politik partai Surya Paloh ini, melahirkan bukan saja ambivalensi, melainkan juga turbulensi politik internal mereka.
Berita terbaru, di awal bulan September 2023 ini, Demokrat menuding Nasdem mengkhianati perjanjian KPP (Koalisi Perubahan dan Perbaikan). Apa yang dimaksud adalah berkait masuknya Cak Imin dari PKB, yang sebelumnya berkoalisi dengan Partai Gerindra dengan nama KKIR (Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya). Dikabarkan, Anies Baswedan sudah menentukan pilihan Cak Imin sebagai bakal cawapres.
Demokrat, sebagai bagian dari KPP, yang paling sangat bersemangat mengajukan AHY sebagai cawapres, menuding Surya Paloh main paksa rekan koalisinya. Demokrat merasa dikhianati dengan munculnya Cak Imin sebagai bacawapres Anies Baswedan. Sikap Demokrat tegas, menyatakan keluar dari KPP. Memerintahkan para kadernya, untuk menurunkan semua baliho, dan berbagai atribut partai yang memajang gambar pasangan Anies-AHY. Waduh, rugi bandar nih!
Bagaimana cerita Cak Imin bisa menyeberang ke koalisi Nasdem? Mungkin tak lepas dari peristiwa yang terjadi sebelumnya. Yakni ketika Prabowo mengubah nama KKIR menjadi KIM (Koalisi Indonesia Maju). Prabowo terang-terangan, dan lagi-lagi nebeng nama Jokowi yang menamai kabinetnya Kabinet Indonesia Maju. Sama-sama KIM-nya.
Apa yang terjadi di KPP dengan masuknya Cak Imin, sebagai bagian lanjutan dari masuknya Golkar dan PAN ke Prabowo, pasti akan membuat dinamika baru kepolitikan kita. Karena Demokrat yang kecewa, bisa menjadi bola liar. Bukan tak mungkin juga mengundang spekulasi politik Sandiaga Uno, yang belum juga jelas nasibnya dalam koalisi PPP dengan PDIP.
Jika masing-masing partai hanya mementingkan kepentingan sendiri, bisa jadi bakal ada 3 atau bahkan 4 pasang capres. Jika PAN dan Golkar ngotot memajukan cawapres masing-masing ke Prabowo, salah satunya bisa mental. Entah Golkar atau PAN, bisa saja kemungkinan ke Sandi-AHY. Pasangan berikut, bisa saja Prabowo –entah dengan Erick atau Airlangga Hartarto. Sedangkan Anies-Cak Imin sebagai poros baru antara Nasdem-PKB, dan bisa juga tetap dengan PKS.
Sementara PDIP tidak mempunyai problem berarti, karena bisa menembus presidential threshold sendirian. Partai yang mencapreskan Ganjar Pranowo ini punya banyak pilihan untuk cawapres seperti Andika, TGB, Yenny Wahid, Mahfud MD, Ridwan Kamil, dan sebagainya.
Atau, bahkan, bukan tak mungkin Ganjar Pranowo pun bisa mencawapreskan Prabowo Subianto. Tidak ada yang tahu, kecuali Jokowi. Di mana Jokowi bukan sekedar king maker, melainkan juga The Real Godfather dalam kepolitikan kita hari-hari ini. Sayangnya, tak ada yang bisa membaca arah garis politik Jokowi; bagaimana Indonesia berhadapan dengan situasi kritis dalam geopolitik global di masa mendatang. Berkait dengan bonus demografi, dan Indonesia 2045.
Sementara perdebatan kita tentang copras-capres, berhenti hanya pada soal suka dan tidak suka. Perang hoaks dan meme politik. Claiming and bullying. Bahkan pernyataan-pernyataan politik yang tidak etis dan tidak beradab. Yang juga dilakukan oleh elite politik, bahkan para intelektual partisan, dan makin merendahkan nilai-nilai kemanusiaan. Tapi tragisnya, mendapat tepuk tangan.
Namun, patut disyukuri, jika Cak Imin benar menjadi cawapres bagi Anies Baswedan, cita-cita yang dirintis Ketua Umum PKB itu akhirnya kesampaian juga. Bayangkan, tiap Pemilu dari sejak 2004 selalu pasang baliho ke seluruh Indonesia, dengan target RI-1. Luput-luputnya jadi RI-2 tak apa. Pemilu 2024 mimpi untuk dicawapreskan itu penting untuk CV-nya. Daripada AHY, tiwas pasang billboard yang mejeng gambarnya dengan Anies, eh, terpaksa dibongkar semua.
Mangkanya, teladanilah Cak Imin. Aja kesusu. Mendingan ke dengkul. Karena banyak otak manusia yang melorot ke dengkul. Dengkulmu. |
Sumber : Status Facebook Sunardian Wirodono III
Comment