Oleh : Sunardian Wirodono
Sudah mendengar sedu-sedan SBY dalam satu helaan nafas? (1) SBY merasa dikhianati dan mempertanyakan moralitas pengkhianatnya. (2) SBY merasa kasus yang menimpa partai dan anaknya, adalah rencana tuhan, karena itu merasa diselamatkan. (3) SBY merasa adanya campur tangan pemerintah, karena menurutnya ada menteri aktif di kabinet Jokowi yang mengatakan bacapres Anies Baswedan boleh maju asal tidak dengan AHY sebagai bacawapresnya.
Dari presiden bekas itu, saya selalu tidak teryakinkan tentang bagaimana sebaiknya manusia bersikap atas segala sesuatunya. Yang menimpanya. Yang dilakukannya. Yang digagas dan direncanakannya. Tiga poin pernyataan keprihatinan SBY, atas nasib anaknya, adalah pameran ambiguitas SBY yang terbangun atas moral hazzardnya. Ia menilai moralitas liyan dan menyalahkan, tetapi senyampang itu ia bersyukur karena diselamatkan. Mengatakan yang dialaminya tak lain bagian dari rencana tuhan.
Tapi, kesimpulan itu hanya menunjukkan egosentrisme-nya sebagai megaloman halu, yang tak ingin diremehkan. Ia hanya ingin memamerkan soal tingkat religiusitasnya, namun ambyar ketika kesimpulannya ditutup sebagaimana awal tudingannya; bahwa itu semua terjadi karena adanya niatan jahat liyan. Retorika khas SBY, ia menyebut identitas tetapi tak mau mengatakan sejelasnya. Misal, ada menteri aktif, tapi siapa? Ada anjing warna biru, tapi anjing jenis apa dan milik siapa? Yang itu semua, menunjukkan kelasnya sebagai politikus.
Bukan negarawan. Ia adalah ayah yang tersakiti, karena anaknya, AHY, selaku ketum PD yang didorong-dorong menjadi pendamping capres yang diusung Nasdem; ditipu mentah-mentah oleh yang mengimingi kerjasama politik. Apa yang dilakukan SBY, justeru menunjukkan bahwa ambisi cawapres bukan hanya dari AHY, melainkan juga dirinya selaku ortu. Padal, AHY mesti tahu, untuk segala hal, semuanya berkait syarat dan ketentuan berlaku.
Sekiranya AHY politikus yang mumpuni, bisa dilihat dari track-recordnya. Bagaimana perjalanan politiknya, dari sejak dimundurkan ayahnya sendiri dari karir kemiliteran yang cemerlang di 2016. Kalau AHY tangguh dan bernilai, ia tak perlu nunggu-nunggu janji. Ia berdasar nilai yang ditawarkannya. Karena yang menunggu janji, apalagi tidak berani menagih janji, dipastikan dalam posisi tergantung. Alias levelnya lebih rendah.
Kalau SBY bisa mengatakan apa yang dialaminya sebagai bagian rencana tuhan, dan tuhan pula yang menyelamatkan partai serta anaknya; Rakyat Indonesia juga bisa bersikap sama. Bahwa AHY di-prank oleh Anies Baswedan itu, adalah juga cara tuhan menyelamatkan bangsa dan negara Indonesia. Agar tidak mempunyai wapres yang ketika masih calon saja bisa ditipu oleh pasangannya. Pribadi mandiri dan kuat, tak pernah menyalahkan liyan.
Apalagi pribadi yang matang, akan lebih bijak dan bisa berintrospeksi. “Seseorang dengan keyakinan tidak pernah merendahkan diri di hadapan siapa pun, merengek dan merengek bahwa itu semua terlalu berlebihan, bahwa dia kekurangan dukungan, bahwa dia diperlakukan tidak adil,” tulis Abdul Kalam dalam Wings of Fire. Sebaliknya, orang seperti itu mengatasi masalah secara langsung dan kemudian menegaskan, ‘As a child of God, I am greater than anything that can happen to me.” Anak tuhan dalam konteks sebagai manusia yang mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Karena manusia yang kuat ialah yang mengetahui kelemahannya, dan manusia yang lemah ialah yang tak mengetahui kekuatannya. Metmalming with love. |
Sumber : Status Facebook Sunardian Wirodono III
Comment