Oleh : Imami Nur Afiati
Di beranda semua medsos saya tetiba banyak tulisan frugal living.
Yang menarik ada foto secangkir kopi yang pernukaan kopinya djgambari kucing di sebuah cafe mahal dengan captionnya;
“Hidup apa adanya ternyata lebih nikmat (frugal living)”.
Sebagian orang Indonesia memang wow sekali jalan pikirannya. Flexing, tapi captionnya pake kesederhanaan . Yang mana orang luar Indonesia mungkin nggak kepikiran begini. Kalau flexing ya flexing aja. Kalau ngomong hidup sederhana ya nggak usah flexing.
Saya kenal kata-kata frugal living, dulu, dari tulisan tentang warga scandinavia dan warga Jepang. Yang digambarkan memiliki gaya hidup sederhana dan simpel.
Frugal Living dari tulisan itu adalah membelanjakan uang secara cerdas, sesuai dengan kebutuhan, fungsi dan keawetan barang itu.
Mereka nggak punya banyak stok baju dan nggak sering ganti-ganti baju. Pilihan furniturenya juga sederhana dan tidak punya banyak barang.
Contoh lain adalah beli barang-barang yang awet. Industri fashion selalu menggiring targetnya tuk konsumtif. Sering beli baju, tas, sepatu, topi dan aksesoris lain. Setiap musim digiring untuk beli dan beli. Konsep frugal living menentang ini.
Jadi, besties, kalau beli tas kulit sintetis, harga 300-400ribu, tapi 4 bulan sudah ambrol brodol bodol itu jauh lebih boros dibandingkan beli tas kulit, harga 800-900ribu, tapi awet dipakai sampai bosan pakainya *iklan .
Frugal living artinya bukan selalu mengeluarkan uang minim. Frugal Living adalah belanja cerdas. Belanja cerdas bukan belanja medit.
Semua itu sangat beda dengan trend frugal living kalangan menengah di Indonesia, yang identik dengan hidup irit, pelit, medit, biar bisa punya aset konsumtif n flexing (?).
Bayangin, penghasilan 3,5 juta, konon sudah bisa beli mobil dan rumah cash di tahun kedua pernikahan. Gimana caranya?
Si pembuat konten pun menceritakan tips2nya:
1. Nggak pernah dateng kondangan, nggak perlu nengokin orang sakit, atau nggak perlu nyumbang kalau melayat. Cukup doakan karena mereka lebih butuh itu.
2. Dengan gaji 3,5juta bisa setiap bulan piknik sambil upload foto.
3. Sangat mengirit makan. Saya hitung budget makanan mereka cuma cukup untuk bikin nasi pakai sambel kecap.
Trus pembuat konten menyambung lagi..
“Dengan gaya hidup frugal living seperti ini kalian bisa beli mobil cash di tahun kedua, rumah cash di tahun kelima pernikahan. Seperti ini.. ini…dan ini.. (memamerkan mobil dan rumahnya)”
Padahal dihitung pk logika
3,5jutax24 bulan= 84 juta.
Itupun kl gajinya utuh. Kata pembuat konten karena suaminya dapat bonus akhir tahun dan bonus lebaran.
Ok lah masing-masing dapat 1 bulan gaji,
Jadi 84+ (4×3,5 juta) = 98 juta.
Itu kalau gaji utuh. Padahal harus dikurangi uang makan, uang piknik, uang kesehatan.
Ujung-ujungnya si konten kreator mengaku bahwa dia punya tambahan penghasilan, trus ngaku lagi kalau ortu n mertuanya ikut nyumbang belikan mobil dan rumah.. .
Frugal Living adalah gaya hidup. Orang yg berprinsip frugal living logikanya nggak suka flexing. Karena sederhana dan pamer harta itu berlawanan.
Sangat aneh kalau orang-orang mengartikan hidup frugal living untuk bisa beli aset konsumtif n pamer-pamer. Itu bukan konsep frugal living ya, bestie.
Termasuk soal makanan. Frugal living sangat mementingkan nutrisi dan kesehatan. Bukan asal beli makanan murah.
Dalam agama Islam, hidup harus tengah-tengah. Allah nggak suka orang yang boros, dan nggak suka orang yang pelit. Yasudah, untuk bahagia kita harus pegang konsep hidup seperti itu.
Undangan dari teman, wajib hukumnya untuk didatangi. Konsepnya bukan cuma mendoakan dari rumah kalau memang bisa datang.
Berbagi akan melapangkan rejeki. Setiap kedzoliman akan dibayar di kemudian hari. Termasuk dzolim pada diri sendiri atau keluarga sendiri. Misalkan ya. Terlalu mengirit makan untuk anak, akibatnya anak anak stunting ortunya jg yg repot. Atau ketika kita terlalu medit mengirit supaya bisa beli-beli aset n perhiasan, suatu saat kita juga yang akan bayar malnutrisi itu dengan penyakit di kemudian hari.
Ada temen yg cerita, mertuanya saat muda irit sekali, nggak pernah makan daging, nggak pernah pergi-pergi, nggak pernah happy sama teman2, pokoknya dapat uang, yg utama adalah ditabung dan ditabung, begitu terus.
Sampai punya banyak tanah yg disewa-sewakan. Lalu saat jadi orang kaya, mertua laki-laki kemudian meninggal, dan mertua prempuan kena stroke. Uang ludes tuk biaya berobat. Uang yang seumur hidup nggak pernah dipake untuk membahagiakan anak dan membahagiakan diri sendiri.
Lalu buat apa dan buat siapa konsep hidup sangat irit, pelit, medit seumur hidup, toh harta juga nggak dibawa mati? Sekali lagi, apapun, kita punya konsep hidup sendiri kok, amhil jalan tengah-tengah. Kecuali kalau melihat kedzoliman. Jangan ngomong saya mah kaum netral-tengah2 aja .
Btw, balik lagi ya..
Orang Jepang n Scandinavia, yg dikiblatkan sebagai negara bahagia dengan konsep Frugal Living nya, nyatanya juga nggak bahagia-bahagia banget.
Pemerintah Denmark aja sedang kalut karena warganya banyak yang depresi. Konsumsi obat antidepresan selalu meningkat pesat. Finlandia, negara yg konon paling bahagia, juga sedang pusing karena warganya banyak yang bunuh diri. Apalagi Jepang n Korea yang terkenal tinggi kasus bunuh dirinya.
Intinya ambil baiknya. Buang buruknya. Nggak usah terlalu wah dgn konsep hidup orang lain. Apalagi mengartikan sendiri konsep mereka dengan srampangan.
Sumber : Status Facebook Imami Nur Afiati
Comment