Oleh: Pepih Nugraha
Memang sudah bisa diprediksi Muhaimin Iskandar, ketua umum PKB, bereaksi keras atas isu kemungkinan dijodohkannya Prabowo Subianto dengan Ganjar Pranowo. Muhaimin ‘to the point’ bahwa pada akhirnya koalisi yang dibentuknya dengan Prabowo akan bubar jalan.
Koalisi yang dimaksud adalah Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) yang bahkan sudah membentuk sekretariat bersama, terdiri dari Gerindra dan PKB. Hingga tulisan ini ditayangkan, belum terjadi deklarasi yang mengusung pasangan capres-cawapres dari koalisi ini.
Uniknya, Prabowo Subianto menjadi capres karena amanat partai, pun Muhaimin masih sebagai capres atas amanat partai dan ulama. Alhasil, ada “matahari kembar” dalam tubuh KKIR. Muhaimin belum mau menurunkan “tensi politiknya” atas nama “bargaining position”.
Kemarin Cak Imin, demikian Muhaimin Iskandar biasa dipanggil, merespons munculnya wacana “perjodohan” Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pada Pilpres 2024. Ia mengatakan, koalisi PKB dan Gerindra berarti bubar jika perjodohan itu benar-benar menjadi kenyataan.
“Ya berarti koalisinya bubar dong,” kata Cak Imin saat menjawab pertanyaan soal munculnya wacana duet Prabowo-Ganjar di Kantor DPP PKB di Senen, Jakarta Pusat, Kamis 16 Maret 2023 sebagaimana dikutip sejumlah media.
Namun demikian, Cak Imin menjamin KKIR masih solid. “Bahkan usulan pasangan baru alternatif belum muncul dalam rapat kita dengan Gerindra,” katanya.
Cak Imin juga beralasan mengapa PKB dan Gerindra belum juga menentukan pasangan capres dan cawapres karena KKIR masih memantau perkembangan pasangan calon dari koalisi lainnya. Capres Anies pun sampai saat ini menurutnya belum tahu siapa cawapresnya.
Wakil Ketua Umum Gerindra Habiburokhman mengatakan, sosok capres-cawapres yang diajukan koalisi Gerindra-PKB akan ditentukan oleh Prabowo dan Muhaimin. Baik Prabowo maupun Cak Imin akan menyerap aspirasi masyarakat dalam penentuan pencapresan ini. Salah satunya adalah aspirasi ProGib yang menduetkan Prabowo-Ganjar.
Reaksi Muhaimin muncul ketika kelompok relawan yang menamakan diri Prabowo-Ganjar Indonesia Bersatu (ProGib) mendeklarasikan dukungannya kepada Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo untuk Pilpres 2024.
Sebelumnya, petinggi Gerindra Hasjim Djojohadikusumo mengatakan, cawapres bagi Prabowo tidak mutlak Muhaimin. Bahkan Hasjim mengatakan, kalau mau Muhaimin didapuk sebagai cawapres, hal itu sudah dilakukan sejak tahun lalu.
Sinyalemen Hasjim menandakan bahwa Prabowo masih “larak-lirik” sosok lain yang sekiranya menjadi pendulang suara, bukan lagi sekadar pelengkap. Tidak aneh kalau Prabowo pernah mendekati Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa untuk sebuah “perjodohan”. Meski sama-sama PKB, Khofifah dianggap “menguasai” Jawa Timur dibanding Cak Imin.
Selain itu, sinyal politik Presiden Joko Widodo yang dekat dengan Ganjar Pranowo, menunjukkan peran kuat Jokowi sebagai penentu arah politik nasional mendatang. Pada suatu momen, bahkan Jokowi “wefie” bertiga bersama “all president men” Ganjar dan Prabowo.
Ganjar adalah kader PDIP dengan elektabilitas tak terkejar oleh sosok manapun, termasuk Anies dan Prabowo sendiri. Kerelaan Megawati Soekarnoputri selaku ketua umum PDIP untuk memajukan Ganjar masih ditunggu.
Kemarin di Istana Negara, Megawati bertemu Jokowi, salah satunya membicarakan mengenai Pemilu 2024 dan bicara tema ini tentu menyerempet ke bakal capres dan cawapres.
Politikus sekaliber Hasjim tentu memiliki kesiapan saat mengatakan cawapres bagi Prabowo belum tentu Muhaimin. Ia sudah memperhitungkan bakal “mutung”-nya Muhaimin dan bahkan bila benar-benar hengkang sekalipun. Padahal, rawan bagi Gerindra jika sampai Muhaimin hengkang dan membubarkan KKIR.
Boleh jadi “kesepakatan” Gerindra dengan PDIP sudah terjadi, tinggal menentukan komposisi saja siapa capres siapa cawapresnya; Prabowo-Pranowo atau Pranowo-Prabowo.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto tegas mengatakan bahwa sebagai pemenang pemilu dan “the ruling party”, capres harga mati bagi PDIP. Apakah kemungkinan Prabowo rela menjadi “sekadar” cawapres jika dipasangkan dengan Ganjar, terpulang pada “deal” akhir dengan Megawati.
Meski demikian, posisi tawar Muhaimin tetap tinggi sebab belum tentu PDIP-Gerindra mencapai kesepakatan (deal). Kecuali Prabowo berkenan menjadi cawapres bagi Pranowo -tentu saja setelah Megawati dengan “berat hati” mendorong Ganjar sebagai capres- maka pasangan capres-cawapres segera diumumkan melalui mekanismenya masing-masing partai.
Mengapa disebut “berat hati”? Karena dari lubuk hati terdalam seorang ibu, ia ingin anaknya sendiri, Puan Maharani, yang bakal menjadi capres PDIP. Hanya saja Megawati sebagai politikus senior yang tajam dalam menentukan momen-momen krusial harus berperang antara menuruti egonya dengan memajukan anaknya atau mengikuti realitas politik yang terjadi di mana keterpilihan salah satu kadernya sangatlah besar dan tak terkejar.
Tinggal nantinya keputusan ada di tangan Muhaimin sendiri, apakah tetap ikut koalisi yang diperluas dengan PDIP atau tetap mutung dengan hengkang mencari kapal lainnya yang sudi ia nakhodai. Kalau tidak, Cak Imin bisa hanya sekadar jadi penumpang di perahu lain yang sudah siap berlayar.
Di sisi lain, Jokowi sendiri perlu “turun gunung” alias “cawe-cawe” dalam penentuan pasangan calon demi menjamin kelangsungan program-progamnya seperti pembangunan sejumlah infrastruktur dan IKN. Karenanya ia secara tidak langsung membentuk “all president men” dalam arti, hanya orang-orang yang dikehendaki Jokowi sendirilah yang nanti bakal menggantikannya sebagai Presiden RI.
(Sumber: Facebook Pepih Nugraha)
Comment