by

Pajak Whipping Cream

Oleh : Fauzan Mukrim

Dari sekian model kesalahan berpikir (logical fallacy), generalisasi adalah mungkin yang paling sering kita alami atau lakukan. Hanya karena pernah melihat satu dua orang yang begitu, maka kita berpikir semua orang di kaum itu pasti begitu juga.

Semua orang Batak pasti jago nyanyi. Orang Padang pasti senang makan. Dan lain-lain.

Saya juga pernah mengalami waktu awal-awal kerja di Jakarta. Setiap kawan baru yang tahu saya alumni Unhas, pasti bertanya, “suka berantem ya?”.

Ya mau gimana lagi. Saat itu citra kampusku memang nyaris setara UFC. Berita tawuran dari Makassar secara berkala muncul di media. Padahal tidak semua mahasiswa Makassar doyan tawuran. Selama saja jadi mahasiswa, palingan cuma 3-4 kali ikut tawuran. Itupun biasanya cuma di bulan September… 🀭

Fallacy ini sekarang menimpa petugas Pajak dan pegawai Kemenkeu secara umum. Hanya gara-gara satu oknum (eh, ada beberapa sih) yang kekayaannya mencurigakan, lalu seolah-olah semua pegawai Pajak dianggap sama. Padahal saya mengenal banyak pegawai Pajak yang jujur dan bersih. Atau minimal berusaha begitu.

Sebagai anggota keluarga besar Kemenkeu, saya maklum pada tudingan itu. Sejak kecil kami mengalaminya, bahkan sampai sekarang. Dirisak dari segala sisi, bahkan di mimbar agama. Saya pernah dengar seorang penceramah dari golongan “itu” yang menyitir hadits tanpa memberi konteks yang jelas. Isinya tentang boleh membunuh petugas Pajak dan Bea Cukai di mana pun mereka ditemui.

Padahal yang dimaksud dalam riwayat itu jelas beda dengan petugas Kemenkeu yang sekarang. Pegawai Kemenkeu memungut dana dari masyarakat bukan untuk kepentingannya sendiri. Bukan untuk memperkaya diri.

Saya pernah sedih sekali gara-gara anggapan itu. Bapak dulu pegawai Bea Cukai, kadang saya ikut naik turun truk untuk pergi menjemput cukai di pabrik-pabrik gula. Benar-benar saya lihat keringatnya menetes. Boro-boro mau memperkaya diri, mau melunasi ONH saja harus menunggu sampai semua anak-anaknya selesai kuliah dulu. Itupun nggak sempet karena Bapak keburu wafat sebelum dapat panggilan haji.

Ya begitulah. Mudah-mudahan kasus Mario Dandy ini jadi momentum untuk memperbaiki seluruh lembaga Kemenkeu, bukan cuma Ditjen Pajak. Bu Sri Mulyani tak perlu marah-marah ke media kalau diberitakan masih banyak pegawai Kemenkeu yang belum lapor LHKPN. Itu kan info dari KPK juga. Cukup introspeksi bahwa memang masih banyak yang harus dibenahi. Membubarkan klub moge itu menurutku tidak substansial, tapi boleh juga dilakukan. Meninjau besaran tukin juga mungkin bisa dipertimbangkan. Bagi sebagian orang, rasanya lebih adil membayar mahal guru atau perawat di daerah pedalaman daripada petugas di ruang ber-AC yang mengumpulkan duit orang lain.

Yang penting dilakukan adalah merawat rasa keadilan masyarakat. Kalau tiap hari orang ketemu (keluarga) pejabat Pajak yang hedon dan petantang-petenteng naik Rubikon dan Rubitol, tidak mustahil generalisasi itu jadi stigma. Seolah-olah semua pegawai Pajak itu korup. Padahal mereka belum ketemu saja yang hidupnya bersahaja dan lurus.

Seperti kalau ada yang bilang buko pandan dan kopi jelly yang enak dan pakai whipcream itu pasti mahal, oh mereka mungkin belum coba buatan #bekalochan. 😁

Sumber : Status Facebook Fauzan Mukrim

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed