by

Membasmi Jonru

Oleh: Niken Setyawati
 

Sejak sebelum Pilpres 2014, Jonru hadir mendukung salah satu calon presiden, dengan melancarkan dan membangun opini-opini menyesatkan tentang calon yang tidak didukungnya. Dia memutarbalikkan berbagai fakta terkait dengan satu sasaran tembak: Jokowi. Dia  bermain-main di ranah yang sangat sensitif dan sebenarnya sangat tidak pantas dilakukan orang yang punya hati nurani. Isu SARA adalah andalan postingannya.

Saya mulai mengenal Jonru di Multiply, blog keroyokan yang sudah almarhum. Waktu itu dia masih penulis biasa, pembuat cerpen cinta-cintaan yang tak begitu dikenal. Saya sempat kaget ketika mendapati dia memposting status untuk menginsinuasi bahwa Jokowi adalah nonmuslim, dan orangtuanya tidak jelas, Tentu saja tuduhan  ini sangat serius. Sebagai orang yang tahu dan bergaul dengan sejumlah orang dalam lingkaran keluarga Presiden Jokowi, saya ikut sakit hati. Apalagi postingan iitu viral kemana-mana, dan sampai ke dinding Facebook saya. 

Ketika saya mencoba menelusuri lebih lanjut, postingan itu sudah dihapus setelah telanjur dishare banyak orang. Namun ternyata Jonru tidak berhenti sampai di situ. Dia memposting dan menggoreng berbagai isu setelahnya. Dia makin membabi buta setelah hasil Pilpres menunjukkan capres yang didukungnya kalah, dan Jokowi resmi menjabat sebagai orang nomor satu di Indonesia. 

Dia memanfaatkan ceruk pasar dari orang-orang yang sakit hati karena jagonya kalah. Jonru memfasilitasi orang-orang itu dengan postingan yang memenuhi hasrat dan kebutuhan mereka, untuk melampiaskan dendam, caci maki, dan sumpah serapah terhadap Jokowi. Kerumunan itu akhirnya dimanfaatkan, dengan mengelola Fanspage di Facebook secara profesional. Fanspage itu mulai menawarkan dan menerima iklan. Dari jualan buku hingga sprei. 

Namanya terus berkibar dengan jualan yang sama yaitu KEBENCIAN. Jonru hanya duduk-duduk bersenjatakan gadget dan kuota internet. Dia mencari berita dan foto Jokowi mana lagi yang bisa digoreng untuk memelihara kebencian orang dan membuatnya kecanduan untuk tetap berada di Fanspage-nya dan bisa menjadi pasar buat iklan-iklannya. Jonru tak peduli apakah yang dipostingnya itu hoax, seperti halnya dia tidak peduli bahwa mencari uang dengan menjual kebencian itu adalah perbuatan yang sangat jahat. Kalau ketahuan hoax dia akan menghapus postingan, tentu setelah telanjur disebarkan ribuan orang dan menyesatkan mereka. Jonru selalu menyebut apa yang dipostingnya adalah kritik. Tapi sebenarnya yang dipostingnya tak lain adalah sampah, pembodohan dan fitnah. 

Orang yang waras akan sadar telah dimanfaatkan dan kemudian meninggalkan Fanspage Jonru. Namun yang kecanduan juga tidak sedikit. Jonru memang licik. Dia selalu postingan tentang Jokowi, karena memang Jokowi orang nomor satu dalam kategori “name makes news” di negeri ini. Apapun isu tentang Jokowi akan menarik dan menjadi berita. Jonru sadar betul hal itu. Tanpa Jokowi bisnisnya mati. Maka Jokowi jadi bulan-bulanan Jonru. Dari raut wajah, cara makan hingga kaos kaki tak luput dari perhatian Jonru. 

Makin nekat dan makin berbau SARA, statusnya akan makin laku. Seperti saat Lebaran kemarin, Jonru memposting soal Ibunda Jokowi yang secara tak langsung dituduhnya palsu. Itu isu lama yang pernah digorengnya dulu, diposting kembali dengan tambahan bumbu penyedap. Kolom komentar panjang penuh dengan caci maki serta bahasa binatang untuk Jokowi, dan secara bersamaan biasanya likers untuk Fanspage Jonru bertambah. 

Orang yang berpendidikan pasti sadar, Jonru telah merongrong persatuan dan kesatuan bangsa ini. Bangsa ini akan hancur sendiri tanpa harus perang dengan negara lain. Cukup penghancuran dilakukan dengan cara Jonru ini. Dalam konteks proxy war ini,  Jonru mendesain berbagai bentuk opini kebencian untuk menjadi candu dan membuat orang ketagihan bertengkar. Dilihat dari kenekatannya, Jonru memang tak peduli negara ini hancur, yang penting ada pemasukan buat Fanspage-nya. 

Ketika para pahlawan nasional dulu, pemerintah dan banyak kelompok bersusah payah memupuk persatuan dan kesatuan bangsa ini, Jonru dengan sekali posting menghancurkannya. Jonru adalah ancaman serius bagi bangsa ini. Sudah seharusnya dia segera dibasmi, karena apa yang dilakukannya sebenarnya sudah setara dengan yang dilakukan teroris. Sama-sama menghancurkan. Teroris menggunakan bom, Jonru dengan status.

Presiden Jokowi sendiri sebagai sasaran dan sosok yang dimanfaatkan Jonru untuk kepentingan bisnisnya, sejauh ini tidak berniat melaporkan perbuatan jahat Jonru kepada dirinya dan keluarga ke polisi. Padahal kalau saja ada satu postingan yang dilaporkan, Jonru akan masuk penjara. Namun sepertinya Presiden tidak mau apa yang dilakukannya malah menjadi bumerang. Selain akan dikatakan memberangus kebebasan berpendapat, juga akan membuat Jonru dianggap pahlawan. Keenakan si Jonru.

Saya pribadi yakin Jonru sebenarnya sudah diincar intelijen. Dia sudah lama dipantau. Bahkan bisa dibilang sebenarnya Fanspage Jonru ini surga bagi petugas intel, karena para pembenci pemerintah dan yang berpotensi menghancurkan negara berkumpul di sana. Mereka hanya menunggu mementum, dengan prinsip sepandai-pandai tupai melompat, akan jatuh juga. Selicik-liciknya Jonru berkelit dari hukum, dia akan terjerembab juga. 

Kita tentu tidak mau negara ini hancur.   Satu-satunya cara yang bisa dilakukan membasmi Jonru adalah mengimbangi, mengiringi postingannya dengan postingan-postingan pintar dan positif dari kita. Kita tulis hal-hal yang membangun optimisme bangsa, menggelorakan persatuan dan kesatuan agar bangsa ini tetap kokoh berdiri dengan slogan  Bhinneka Tunggal Ika. Kita tulis banyak kisah dan cerita dari berbagai pelosok Tanah Air untuk meningkatkan kepedulian, memupuk semangat berbagi dan menyayangi sesama manusia, tanpa harus membedakan suku, ras dan agamanya. Kita sebarkan tulisan-tulisan yang inspiratif melalui berbagai media sosial yang kita punya. Semakin banyak yang melakukan akan semakin baik. Dan Jonru tak perlu dibasmi lagi, malah akan hilang dengan sendirinya. Karena orang dikaruniai nurani. Nurani akan mengambalikan orang pada rel kebenaran. 

 

Solo, 13 Juli 2016

(Sumber: Kompasiana)

 

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed