by

Wayang Kulit Itu Islami, Tradisi yang Di Islamkan Wali Songo

Oleh : Shuniyya Ruhama

Wayang sudah ada sejak sejarah Jawa kuno. Memiliki berbagai model dan bahan pembuatannya. Ada wayang beber, ada pula wayang suket, dan ada wayang lainnya. Menjadi tradisi yang berlangsung turun temurun hingga datanglah era wali songo.

Pada saat era Kanjeng Sunan Kalijaga berdakwah beliau hendak menggunakan wayang sebagai media dakwah. Mengingat wayang sarat akan cerita dan nilai luhur. Tentu dengan kepiawaian beliau bisa disempurnakan lagi dengan nilai-nilai Islami.

Namun, beliau diberi nasehat oleh Kanjeng Sunan Giri. Sebab, dalam ajaran Islam, menggambar dan melukis gambar hidup ada batas pelarangannya. Jadi, wayang yang dibuat haruslah tidak bertentangan dengan peraturan dalam Islam.

Lalu, Kanjeng Sunan Kalijaga memasrahkan pembuatan wayang kepada Kanjeng Sunan Giri. Beliau dipercaya lebih paham maksud dari batas larangan tersebut sampai di mana.

Kanjeng Sunan Giri-lah yang membuat bentuk-bentuk dasar wayang yang kita kenal saat ini. Bentuk-bentuk stilisasi bergaya surealis. Tampak seperti makhluk hidup tetapi jelas sekali bukan seperti wujud semestinya. Kalau jaman sekarang mirip dengan karikatur.

Karena itulah sebagai penghargaan pemimpin Dewa tertinggi dalam kisah wayang diberi nama oleh Kanjeng Sunan Kalijaga sebagai Sanghyang Girinata.

Versi lain menyebutkan, bahwa yang melobi dan membantu pembuatan karakter tokohnya ialah Kanjeng Sunan Kudus. Dan setelah melihat wujud wayang kulit yang baru, maka Kanjeng Sunan Giri tidak berkomentar lagi. Tidak ada statemen larangan dari beliau seperti di awalnya.

Lalu, Kanjeng Sunan Kalijaga sowan kepada Guru beliau, Kanjeng Sunan Bonang, memohon agar dibuatkan musik yang berbeda dari yang sudah ada. Dan musik itu merupakan bagian dari dakwah.

Maka dibuatlah musik khas wayang kulit berbunyi: nang ning nang nong nang ning nang nong nang ning nang nong ndang ndang ndang gung. Merupakan pesan: nang kene (entuk dadi opo wae) nang kono (entuk ngopo wae) nanging aja lali ndang baliyo nang Sang Hyang Agung. Yang kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia: orang itu bisa dan boleh saja menjadi apapun dimanapun berada tetapi jangan lupa segera kembali kepada Sang Yang Agung, Tuhan Yang Maha Tinggi (Gusti Allah subhanahu wata’ala).

Menurut catatan sejarah, wayang jenis ini pertama digelar di pelataran Masjid Agung Demak. Dengan kepiawaian pedalangan Kanjeng Sunan Kalijaga maka wayang kulit yang merupakan ijtihad kolektif para wali songo ini berhasil menyentuh kalbu penduduk Jawa.

Lalu, beberapa bagian cerita dan tembangnya disempurnakan lagi oleh Kanjeng Sunan Muria yang merupakan putra dari Kanjeng Sunan Kalijaga. Dan kemudian turun temurun hingga saat ini. Menjadi khazanah asli bangsa Indonesia yang diakui oleh dunia internasional.

Jadi, membenturkan wayang kulit yang sudah dipoles oleh para wali penyebar agama Islam dengan ajaran Islam merupakan suatu hal yang sangat aneh.

Apalagi dengan dibumbui supaya wayang dimusnahkan dan para dalang hendaknya bertaubat. Tentu saja ini menimbulkan ketersinggungan luar biasa bagi bangsa Indonesia khususnya masyarakat Jawa.

Mari kita kawal wayang kulit sebagai bagian dari warisan karomah para wali ini dari tangan dan lisan jahil yang hendak memberangus tradisi kita. Wayang itu tradisi Indonesia yang sarat akan nilai-nilai Islami.

Mari kita bela, mari kita jaga, marinkita lestarikan. Wayang itu bukan sekedar warisan para wali songo tetapi juga amanah yang wajib kita estafetkan kepada anak cucu kita.

Salam Persatuan Indonesia 🇲🇨🇲🇨🇲🇨

Sumber : Status Facebook Shuniyya Ruhama

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed