by

Tentang Perpanjangan PPKM

Oleh : Bondan Satria Nusantara

Kalaupun PPKM tidak diperpanjang, dunia tidak serta merta kembali seperti dulu. Kita perlu recovery. Baik kesehatan maupun ekonomi. Dari segi kesehatan: Karyawan masih gonta-ganti isoman. Belum yang “long covid”. Orang-orang tua juga banyak yang tidak langsung mengizinkan anaknya sekolah tatap muka. Masih ‘trauma’ dan waspada. Belum nakes yang gugur. Baik perawat maupun dokter spesialis. Butuh berapa belas tahun untuk regenerasi? Dari segi ekonomi: Pengusaha-pengusaha yang terlanjur bangkrut, bahkan terlilit hutang, butuh suntikan moral dan material untuk bangkit kembali.

Aset-aset yang kadung lenyap, tidak serta merta “abrakadabra” muncul kembali meski PPKM dihentikan. Mobil yang sudah pindah tangan, ruko dan tanah yang sudah berganti nama, saham-saham yang dilepas, tidak serta merta kembali memasuki garasi dan memenuhi portfolio mereka. Juga, karyawan-karyawan andalan yang sudah menempuh jalannya masing-masing. Tersisa dead stock yang diobral pun orang enggan mengambilnya.

Begitu juga dengan mereka yang kehilangan pekerjaan. Tabungan akan terus menipis bahkan terkuras habis. Itu baru finansial. Bagaimana mental? Yang biasanya menghadapi tumpukan pekerjaan, kini dikejar-kejar tumpukan hutang dan cicilan. Apalagi kalau saat lapangan kerja kembali terbuka, ternyata skill-skill yang mereka kuasai tidak lagi dibutuhkan. Sudah ada software murah yang menggantikan. Atau fresh graduate yang gajinya lebih rendah dan tidak banyak menuntut. Orang-orang seperti ini tak sendiri.

Bahkan, talent seterkenal dan seprofesional Ronaldo dan Messi pun harus putus kontrak dan berlabuh ke ‘perusahaan’ baru dengan gaji separuhnya, bukan? Kalaupun PPKM dihentikan, WFH dan sekolah daring bisa jadi dilanjutkan dengan beberapa adaptasi. Jadinya hybrid. Sebagian pengusaha mengaku senang dengan WFH karena opex mereka jadi turun drastis. Awalnya mereka khawatir produktifitas menurun. Memang iya sempat terjadi. Tapi nyatanya, dengan kaizen di sana-sini, ketemu juga kok polanya. Apalagi yang memang biasa bekerja secara digital. “Bonusnya, tim terasa lebih bahagia karena punya banyak waktu buat keluarga,” kata teman saya.

Jadi, ada tiga hal yang masih akan terus ada dalam beberapa waktu mendatang; kerja dan sekolah di rumah, isoman, serta roda ekonomi yang belum berputar kencang. Bagaimana “marketing” di masa-masa seperti itu? Kita ambil contoh kafe kopi. Gimana biar tetep ada order penyambung hidup?Cari segmen market yang masih punya duit. Kalau retail udah ga ngangkat, mungkin masuk ke ‘korporat’. B2C ke B2B. Kementerian atau perusahaan besar masih ngadain ‘rapat-rapat’ meskipun online. Nah, coba tuh tawarkan ke mereka.

Kopi botolan Anda jadi minuman saat mereka rapat. Ongkos sudah termasuk pengiriman ke staf-staf Anda. “Peserta jadi ga ngantuk, rapat jadi produktif, Bos!”Atau deketin tuh EO-EO yang bikin event online. Tawarkan jadi “catering” mereka. Selama ini kan peserta event online tu ga dapet minuman dan makanan kan? Ga kayak saat event di hotel-hotel. Nah, Anda kasih deh voucher khusus yang bisa dicairkan peserta. Biar feelnya dapet. Redeem voucher nya hanya saat hari H pelaksanaan. Intinya, posisikan kopi Anda sebagai teman WFH atau online seminar. Mungkin, Anda bisa juga bilang ke CEO atau pak Bosnya. “Bos, selama WFH kan pak Bos worry ga bisa ngawasin timnya. Padahal, Pak Bos tahu kalo staf Anda tu sukanya ngopi. Coba deh inget-inget sebelum pandemi. Kalo gojek nganter ke kantor, mostly mereka nganter apa? Yap… kopi…“Nah… Jadiin kopi ini sebagai ‘gimmick’ atau ‘reward’ atau apalah pak Bos. Pendongkrak produktivitas pokoknya.

Misal nih, Bos… Umumin. – Yang seminggu ini produktif, to do list nya beres, fast response, dapet voucher kopi seminggu full dari saya!“Saya jamin deh… Tim Pak Bos bakal hepi”. (saya juga hepi hehe)Kalo yang ngandelin anak sekolah gimana? Misal jual snack atau jajanan kekinian. Ini agak tricky sih. Tapi patut dicoba. Prinsipnya sama. Coba tawarin ke Pak Kepsek. “Pak, ortu-ortu di rumah kan lagi pada sebel tu sama sekolah Bapak. Ga pernah masuk tapi bayarnya full. Kalopun bayar setengah, tetep aja terasa berat. Mana mereka sendiri yang ngajarin anaknya. Seolah guru-guru nya gabut. Ya kan?“

Nah, biar ga diamuk massa, coba deh kirim snack buat murid-murid Bapak. Ambil aja dari uang gedung atau SPP yang full dibayar itu Pak. Bilang aja gini,’Sebagai bentuk apresiasi sekolah pada murid dan wali murid, maka kami mengirimkan snack yang selain bergizi, juga bisa menjadi teman belajar para ananda sekalian.’ Gitu Pak! Dijamin, Bapak akan terpilih lagi sebagai kepala sekolah 3 periode! Eh, jadi kepsek itu pake kampanye kan Pak?Atau, sekarang kan murid-murid pada jarang ngerjain PR tuh. Bisa tuh snack ini dijadiin hadiah. Kalo ngumpulin PR, kita kirimi snack. Saya siap Pak nganter ke murid-murid bapak! Toh, reseller saya banyak kok yang udah akrab sama wali murid!”Mungkin kepseknya akan kagum pada Anda.

“Wah, Anda memang pebisnis yang ulet dan adaptif. Tidak seperti Pak Suripto!””Lho, bapak tahu Pak Suripto juga?””Lho.. saya kan juga sering baca status-statusnya Mas Bondan.””Wah, top juga ya Pak Kepsek ini.””Lha iya dong.. Jadi gimana? Sebagai sesama pelanggan status… Snack-nya gratis aja ya…”Wooo… Takhiiiihhh lho Pak! ————Kita ambil contoh lain lagi ya. Kita tunggangi ‘tren’ isoman. Bikin promo bahwa kopi atau snack Anda sebagai pendamping isoman. “Temenmu ada yang lagi isoman? Kasihan kan dia sendirian.

Mau nemenin tapi tentu ga bisa. Nah… kirimin aja kopi dan snack ini. Dijamin imunnya naik! Boleh kok ambil paket 7 atau 14 hari sekaligus. Jadi, selama isoman, temenmu akan kami kirimi berbagai varian rasa kopi dan snack.”Saya yakin promo seperti ini bisa memberi dampak positif. Selama ini mereka yang isoman kan ‘dikucilkan’. Ini kita support. Kalo ada budget, mungkin Anda bisa tuh minta endorse ke selebgram. Yang lagi isoman. Mungkin akan muncul IG story kayak gini: “Jadi gaes.. Ini udah hari ketiga aku isoman. Tengkyu doanya.

Dan hepinya, aku ga berasa boring selama isoman karena tiap hari aku dikirimin kopi dan snack ini gaes. Cek aja IG nya. Mereka lagi ada promo support isoman lho. Swipe up!”Daripada dianggap diendorse covid, mending diendorse pengusaha kopi kan?Terakhir, soal daya beli yang belum pulih. Bikin orang ‘males’ belanja. Terus solusinya gimana? Ubah barang yang kesannya konsumtif, jadi produktif. Kopi yang tadinya terkesan “jajanan”, ubah jadi “peluang cuan”. Buka reseller. Insya Allah peminatnya banyak. Selain karena lagi banyak orang yang lagi butuh duit…. Juga karena jualan barang yang biasa kita konsumsi itu relatif lebih mudah.Siapa tahu, karyawan-karyawan itu jadi reseller. Dan merekalah yang memasukkan kopi Anda ke acara-acara perusahaan mereka.Tentu pada prakteknya butuh banyak penyesuaian. Tapi semoga, ide-ide di atas, bisa memancing strategi Anda.Selamat mencoba.

Sumber : Status Facebook Bondan Satria Nusantara

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed