by

Model Kanalisasi Elit Jelang 2024

Oleh : Bung Amas Mahmud

MULAI dilakukan. Dan dihampir semua rudut ruang sosial, pengkondisian dilaksanakan. Jika ada pertikaian kepentingan dan benturan, akan didamaikan.

Ketika ada kelompok politik yang belum akur, akan dibuat akur. Musuh, diajak berkawan. Lalu, kawan dieratkan lagi hubungannya agar solid. Ruang yang menjadi potensi merusak dicarikan solusinya. Semua bermuara pada Pilpres 2024.

Elit politik kita, mulai sibuk berkomunikasi. Membangun deal-deal politik. Yang terlambat dan tidak lihai, bakal ditinggal. Bagi yang terlampau cepat, juga akan binasa karir politiknya. Inilah kanalisasi politik ala politisi kita di Indonesia.

Ada yang lebih tenang menanggapi percakapan dan isu yang gerkembang. Manuver koalisi seperti KIB, Prabowo – Cak Imin, Puan – Erick atau Anies – AHY barulah sebatas gambaran simulasi politik. Semua itu skema yang kemungkinan pecah.

Bahkan bacaan publik, pengamat, dan celotehan politisi akan terbalik fakta politiknya di Pilpres 2024. Konsolidasi politik sedang intens-intensnya. Sengit, kompromi demi kompromi dibangun. Tantu ada dagelan disana.

Janji yang ditagih. Ada pula janji yang baru sedang dibangun. Dirintis dengan ragam iming-iming. Hasrat politisi, calon Presiden dan calon Wakil Presiden pengganti Jokowi – KH Ma’ruf Amin juga mulai kelihatan.

Masing-masing pihak siapkan strategi dan amunisi. Bagi mereka harus menang. Dari sisi perebutan pengaruh melalui Lembaga Survei, membangun opini publik jangan sampai kalah. Atas harapan itulah, kini para bakal calon bekerja keras.

Sebagian mainnya senyap, lantas sebagiannya lagi sengaja ditampilkan ke publik. Adu strategi politik yang edukatif tentu yang dipublikasikan. Hal itu menjadi magnet, sebagai instrumen menarik simpati rakyat.

Teruslah berbuat baik wahai politisi. Berbondong-bondong untuk melakukan kebaikan. Terlebih menanam investasi sosial. Agar rakyat mengenali calon pemimpinnya. Dengan begitu rasa cinta tumbuh.

Pola mengkanalisasi kekuatan telah dilakukan elit. Ormas melalui pimpinannya masing-masing juga telah diajak berjuang bersama. Berkolaborasi membangun Indonesia oleh para bakal calon pemimpin bangsa ini.

Tentu ini tidaklah salah. Malah lebih bersifat positif karena elemen rakyat menjadi mengerti, pemahaman tentang tokoh yang akan mereka pilih terpenuhi. Dan metode pengenalan seperti inilah yang efektif.

Rakyat memang butuh waktu berinteraksi dan beradaptasi dengan calon pemimpinnya. Jika waktu yang “terbatas” diberikan Lembaga Penyelenggara Pemilu KPU dan Bawaslu melalui kampanye resmi, maka sekarang waktunya pengenalan pemimpin the next Jokowi dapat dilakukan.

Para elit politik mulai “ramah” dengan tokoh nasional, pimpinan Ormas, dan tokoh agama. Bila ada kelompok yang terkesan liyar, tak mau berkompromi akan dijinak. Dengan berbagai cara.

Intinya misi kanalisasi kepentingan harus dilakukan. Saatnya semua kelompok politik dijadikan kawan. Kecuali, entitas tertentu yang memang sama sekali tidak mau berkawan. Nasibnya pasti akan buruk. Ditinggalkan, atau dibuat kalah menderita.

Kemudian, pada endingnya siapa paket Capres dan Cawapres yang diusung. Setelahnya, mereka menyasar undecided voters. Mengelola untuk diperkuat strong voters. Pada bagian lain, swing voters menjadi lahan rebutan. Selanjutnya, calon pemilih yang sudah mantap “loyal voters” menjadi aset masing-masing parpol.

Sumber : Status Facebook Bung Amas Mahmud

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed