Oleh : Dody Junaedi
Bagi kubu Prabowo dan para pendukungnya, mereka sadar benar bahwa Pilpres 2024 mendatang ini adalah The Last Battle untuk memenangkan dan meraih kesempatan BERKUASA di negeri ini. 2 kali kalah berturut-turut tentunya bikin ‘nyesek’ dan menyisakan rasa dendam dan penasaran tak berkesudahan selama hampir 10 tahun. Sehingga kali ini harus berhasil, It’s Now or Never !
Kita tentunya masih ingat betul bagaimana sengit dan brutalnya Pilpres 2014 dan 2019. Serangan hoax, fitnah dan caci maki yang tidak ada habis2nya terus dilancarkan untuk menjatuhkan kredibilitas seorang Jokowi. Tapi apa hasilnya? Ternyata rakyat Indonesia lebih banyak yang cerdas dan berakal sehat dibandingkan sebaliknya. Dan Jokowi pun melenggang mulus selama 10 tahun memimpin negeri ini.
Rampoklah rumah yang sedang terbakar (Loot the burning house), demikian kalimat yang pernah dilontarkan seorang Prabowo dan diterapkan di Pilpres 2014 dan 2019. Kalimat itu sejatinya adalah strategi nomor 5 dalam 36 Strategi Perang Sun Tzu yang terkenal. Strategi ini memang pernah berhasil saat ada yang menerapkan dalam tragedi kerusuhan 1998. Kekacauan dan pembakaran disertai penjarahan dan perampokan, bahkan pembunuhan serta pemerkosaan telah berhasil menumbangkan rezim Orde Baru saat itu. Entah siapapun dalangnya (yg sampai sekarang belum bisa dibuktikan), sangat jelas bahwa strategi Sun Tzu no. 5 itu yg digunakan sebagai pemicunya.
Namun saat strategi no 5 tersebut digunakan kembali di Tahun 2014 dan 2019, ternyata gagal total. Gelombang demo besar-besaran di berbagai kota yg tujuannya untuk menciptakan chaos berkepanjangan telah dicoba berkali-kali namun tidak pernah berhasil meruntuhkan Pemerintahan sah Presiden Jokowi. Rumah NKRI nyatanya tetap utuh dan tidak terbakar sehingga mereka tidak bisa merampoknya. Gagal maning…gagal maning son !
Selanjutnya, diawali ketika Jokowi menjalankan periode ke-2 nya sebagai Presiden, yang dengan kebesaran hatinya mengajak Prabowo, yang nota bene rival beratnya selama 2 kali Pilpres, untuk bergabung di Kabinet, saat itulah kita mulai melihat sosok Prabowo yang berbeda. ‘Kerelaan’ Prabowo untuk menerima ajakan masuk ke kabinet dan menjadi bawahan Jokowi, dianggap oleh para pendukungnya sebagai merendahkan dan bentuk pengkhianatan terhadap koalisi mereka. Namun Prabowo tidak bergeming, bahkan semakin lama kita melihat hubungannya semakin dekat dan begitu manut kepada Presiden Jokowi, (abaikan prestasi kerjanya). Puja-puji terus menerus dilontarkan Prabowo baik untuk kinerja Jokowi maupun pribadinya. Perhatikan juga perubahan Inner Circlenya Prabowo yang relatif lebih anteng dan jinak. Mana Fadli Zon dkk ? Tidak terdengar lagi suara nyinyirnya yg dulu begitu vokal dan rajin mendiskreditkan Jokowi dan Pemerintah? Kemana pula kelompok2 garis keras yg dulu membela Prabowo habis-habisan, demo berjilid-jilid sampai dengan 2 kali Ijtima Ulama ? Benarkah mereka itu telah berpaling dari Prabowo? Saya kok tidak yakin ! Rocky Gerung memang sempat offside baru-baru ini karena melontarkan hinaan kepada Presiden Jokowi, tapi setelah itu langsung menghilang dan terkunci mulutnya.
Sebagai seorang militer, Prabowo pasti sangat memahami 36 Strategi Perang Sun Tzu. Hanya kali ini dia tidak lagi memakai strategi no. 5, tapi mencoba strategi yang lainnya, yang lebih halus dan tidak ofensif. Saya mencatat ada ada 3 strategi utama yang digunakan kali ini :
- Strategi no. 10
“Pisau tersarung dalam senyum. Puji dan jilat musuh anda. Ketika anda mendapat kepercayaan darinya, anda bergerak melawannya secara rahasia.” - Strategi no. 11
Pohon prem berkorban untuk pohon persik. (Mengorbankan perak untuk mempertahankan emas.) Ada suatu keadaan dimana anda harus mengorbankan tujuan jangka pendek untuk mendapatkan tujuan jangka panjang. Ini adalah strategi kambing hitam dimana seseorang akan dikorbankan untuk menyelamatkan yang lain. - Strategi no. 27
Pura-pura menjadi seekor babi untuk memakan macan. (Bergaya bodoh.) Sembunyi di balik topeng ketololan, mabuk, atau gila untuk menciptakan kebingungan atas tujuan dan motivasi anda. Giring lawan anda ke dalam sikap meremehkan kemampuan anda sampai pada akhirnya terlalu yakin akan diri sendiri sehingga menurunkan level pertahanannya. Pada situasi ini anda dapat menyerangnya.
Mungkin masih banyak strategi lain yang digunakan, tapi saya hanya memilih 3 strategi tersebut yang saya anggap paling relevan dengan langkah politik Prabowo dan Timnya saat ini.
Tujuannya sangat jelas, kedekatan dengan Presiden Jokowi dan secara blak-blakan mengatakan bahwa Jokowi adalah mentor politiknya adalah tindakan pragmatis-realistis. Usaha nyata untuk mengambil hati dan suara para pendukung Jokowi. Dengan tingkat kepuasan masyarakat lebih dari 80% terhadap kinerja Jokowi, adalah suatu kesalahan fatal kalau tetap menyerang dan memusuhi Jokowi.
“Jika musuhmu terlalu kuat untuk dikalahkan, maka jadikanlah dia sebagai temanmu”.
Itu yang dilakukan Prabowo dan Tim suksesnya saat ini.
Berhasilkah usaha ini? Suka tidak suka ternyata sudah membuahkan hasil. Beberapa figur tokoh bahkan Partai yg dulu sangat Jokowers sudah ada yang mengalihkan dukungannya ke Prabowo. Tidak perlu saya sebutkan lagi siapa saja, semua sudah tahu. Apapun motif mereka, entah uang, jabatan, panggung politik yang lebih besar atau apapun, strategi ini sudah mulai menuai hasilnya bagi kubu Prabowo. Klaim-klaim sepihak bahwa Presiden Jokowi mendukung Prabowo pun terus disuarakan. Prabowo sendiri sudah menyatakan bahwa dia adalah penerus Jokowi, siap melanjutkan dan menyelesaikan kebijakan-kebijakan Jokowi.
Bagaimana pengaruhnya terhadap akar rumput? Terutama terhadap generasi muda (Gen Millenial dan Gen Z)? Daftar pemilih tetap untuk Pilpres 2024 sekitar 200 juta penduduk, yang menurut data KPU didominasi oleh Gen Millenial dan Gen Z sebanyak 113 juta suara atau sebesar 56 %. Saya perlu menggaris-bawahi 2 generasi ini dari sisi pengetahuan sejarahnya. Mereka generasi yang tidak mengalami dan mengetahui siapa dan bagaimana sosok Prabowo di masa lalu. Yang mereka tahu adalah sosoknya hari ini, sosok yang mati-matian sedang di make over, di-set ulang untuk mendapatkan simpati masyarakat. Bagi kita Gen X mungkin usaha mereka tidak akan mempan, tapi bagi Gen Millenial dan Gen Z, terutama yg baru akan memilih tahun 2024 ini jelas akan berpengaruh.
Dan tugas kitalah, para orang tua (Gen X) untuk memberikan pengarahan dan informasi yang benar, guna melawan narasi-narasi menyesatkan dan pemutarbalikan fakta-fakta sejarah yang secara masif terus disebarkan lewat media sosial. Minimal awasi dan arahkan anak keturunan masing-masing supaya mereka bisa memilih dengan benar, karena sesungguhnya masa depan merekalah yang dipertaruhkan jika salah memilih pemimpinnya.
“Pilihlah yang BENAR-BENAR penerus Jokowi, bukan yang hanya MENGAKU-NGAKU, apalagi yang jelas-jelas mengaku sebagai ANTITESIS Jokowi.
Kelaut aja, pulang ke Yaman.”
Sumber : Status Facebook Dody Junaedi
Comment