Oleh : Asrof Husin
– Apa ada berbeda dalam memahami surah Al Ahzab 59 dan An-nur 31 :
: Ada yang memahami secara tekstual dan ada yang memahami secara kontekstual.
* Yang memahami secara tekstual hanya membaca terjemahan surah tsb tanpa peduli dengan asbabun nuzulnya ( latar belakang/sebab turunnya ayat Al Qur’an ) lalu langsung ikuti. Mereka berpendapat bahwa ayat Al Qur’an tidak boleh ditafsirkan dan akibatnya banyak terjadi kesalahpahaman.
* Yang memahami secara kontekstual, yaitu dengan mempelajari asbabun nuzulnya, membuka wawasan seluas2nya, mempelajari sejarah, mempelajari kata perkata ayat tsb,
maka akan ditemukanlah apa yang dimaksudkan Tuhan tentang ayat ini.
– Bagaimanakah asbabun Nuzul, secara kontekstual, surah Al Ahzab 59 ?
: Di Arab pada abad ke-7 tidak ada toilet didalam rumah. Jika ingin buang air perlu keluar rumah, bersembunyi dibalik batu2.
Saat para perempuan termasuk istri Nabi Muhammad SAW buang air, para pemuda mengganggu dan mengintip mereka. Mereka pun melapor kepada nabi. Kemudian nabi memanggil para pemuda dan mereka mengaku telah berbuat demikian. Para pemuda mengira kumpulan perempuan tsb merupakan budak yang kala itu sering direndahkan. Sehingga terdapat perintah memakai jilbab pada Al Qur’an dalam surah Al Ahzab ayat 59.
Dalam hal ini, jilbab sebagai kain diatas kepala berfungsi sebagai identitas perempuan merdeka. Pada zaman jahiliyah, perempuan budak adalah pekerja yang kerap dijual.
Berbeda dengan perempuan merdeka yang memiliki status sosial lebih tinggi. Mereka memakai penanda kain diatas penutup kepala sehingga mereka tidak diganggu dan direndahkan.
Lantas, apakah hari ini masih ada perbudakan ? Sudah tidak ada. Sehingga pemakaian jilbab bukan lagi hal yang urgensi. Saya dapat bertanggungjawab atas penafsiran tsb.
( KH.Husein Muhammad. Institut.com ).
* Surah An-Nur 31.
: Perlu dipahami, dalam Al Qur’an hanya terdapat kata zina atau perhiasan. Dalam hal ini zina diartikan perhiasan seperti kalung dan gelang emas. Namun dalam perjalanan sejarah, pemaknaan tersebut berubah menjadi tubuh perempuan.
( KH.Husein Muhammad. Institut.com ).
Didalam surah An-Nur 31 yang diperintahkan itu menutup dada. Kenapa kata zina ( perhiasan ) dipaksa dirubah artinya menjadi tubuh perempuan/aurat ?
Banyak ulama sekarang berpendapat bahwa ulama zaman dulu sepakat atau satu pendapat tentang surah An-Nur 31, tetapi faktanya ulama zaman dulu berbeda pendapat terhadap kata zina ( perhiasan ) dan Illa ma zhahara minha
( Kecuali yg biasa tampak/terbuka ), mereka berbeda pendapat dan tidak satu pendapat.
– Tafsir An Nur 31 Imam Qurthubi.
Imam Qurtubi ( 1214 – 1273 M ), seorang ahli tafsir, hadis dan fikih yg sangat dihormati.
Karya imam Qurtubi yg paling terkenal adalah sebuah tafsir Al Qur’an yg diberinya judul : Al Jami liahkam Al Qur An wa Al mubayyin lima tadhammanahu min as Sunnah wa Ayi Al Furqan atau yg lebih dikenal sebagai tafsir Qurthubi saja.
Beliau menyebutkan bahwa sebab turunnya penggalan ayat ini adalah karena banyak wanita2 pada zaman Nabi Muhammad SAW menutup kepala mereka dengan kerudung2 dan mengulurkannya kearah Punggung mereka, sehingga bagian atas dada dan sebagian payudara mereka dibiarkan tanpa sesuatupun yang menutup keduanya.
Maka ayat An Nur 31 memerintahkan wanita2 mukminah agar mengulurkan kerudung mereka kearah depan sehingga menutup dada mereka. Karena ayat tsb bertujuan/memerintahkan menutup dada karena keterbukaannya dan bukan maksud memerintahkan atau mewajibkan pakaian
kerudung atau sekarang ini jilbab dengan model tertentu.
Ayat tsb sebenarnya bukan memerintahkan atau mewajibkan rambut perempuan ditutup.
– Apa arti kata aurat ?
: Aurat berasal dari bahasa Arab yang secara literal berarti celah, peluang, kekurangan, atau bagian tubuh yg tidak pantas diperlihatkan, sesuatu yg tercela atau memalukan untuk dilihat orang lain, sesuatu yang tabu.
Benarkah Tuhan menyatakan bahwa rambut perempuan itu tabu, tercela dan memalukan dilihat orang lain ? Ataukah itu semua hanya perkataan ulama saja ?
Hanya orang yg sakit jiwa yang hanya melihat rambut perempuan lalu jadi nafsu.
– Apakah Allah ada berfirman didalam Al Qur’an bahwa rambut perempuan itu aurat ?
: Saya tidak menemukan satu ayat pun didalam Al Qur’an soal aurat. Menurut saya, aurat itu bagian yang memicu masalah seperti kekerasan, kejahatan seksual, bahkan pencurian. Jadi tidak dapat diartikan aurat itu hanya mengacu pada tubuh manusia.
( KH.Husein Muhammad. Institut.com ).
* Didalam Al Qur’an tidak ada satu ayat pun dimana Allah berfirman bahwa rambut perempuan itu aurat, tidak pernah ada.
Dan tidak ada satupun hadis shahih yang menyatakan rambut perempuan itu aurat.
* Tidak satupun ayat Al Qur’an dan hadis shahih yang secara jelas dan tegas tentang batas aurat perempuan.
* Tidak ada satupun ayat Al Qur’an dan hadis shahih secara jelas dan tegas yang mengatur tata cara berpakaian perempuan.
* Adapun hadis yg dijadikan hukum berpakaian perempuan, yang boleh tampak wajah dan telapak tangan, adalah hadis yang sangat dhaif, termasuk hadis palsu. Tetapi kenapa hadis yang sangat bermasalah ini dipaksakan ulama untuk menjadi hukum ? Kenapa tidak dibahas kepada umat dengan kejujuran ?
– Bagaimana kedudukan/derajat hadis tentang jilbab/berpakaian perempuan yang dijadikan hukum oleh sebagian ulama ?
: Dari Aisyah : Bahwasannya Asma binti abu bakar masuk menjumpai Rasulullah dengan pakaian yang tipis, lantas Rasulullah berpaling darinya dan berkata : Hai Asma, sesungguhnya jika seorang wanita sudah mencapai usia haid
( Akil balig ) maka tidak ada yang layak terlihat kecuali ini, sambil menunjuk wajah dan telapak tangan. ( HR.Abu Daud ).
Hadis ini sangat bermasalah, karena diriwayatkan Khalid Bin Durayk. Menurut Abu Daud sendiri, Khalid Bin Durayk tidak pernah bertemu dengan Aisyah, artinya sanadnya terputus. Disamping itu, ia juga merupakan sosok yang tidak dikenal ( majhul ) oleh kalangan pakar hadis. Jadi ini adalah hadis yang sangat dhaif. Karena Khalid Bin Durayk merupakan sosok yang tidak dikenal dikalangan pakar hadis, jadi hadis ini bisa dikategorikan hadis palsu.
Ada hadis lain yg mirip seperti itu, tetapi sama saja dhaif.
Pertanyaannya :
Mengapa hadis ini dipaksakan ulama untuk menjadi hukum jilbab dan hukum berpakaian wanita, padahal sangat jelas hadis ini sangat dhaif. Sedangkan menurut Bukhari dan Muslim bahwa hadis dhaif tidak boleh dijadikan hukum, apalagi ini sangat dhaif.
Ada lagi hadis yg berbunyi : Perempuan adalah aurat , apabila keluar dari rumah ia akan disambut oleh setan. ( HR.At Turmudzi ).
Hadis ini dhaif dan sangat kontroversial.
Hadis seperti ini dipaksakan dijadikan hukum dan akhirnya menindas perempuan.
– Mengapa sudah seribu tahun lebih rambut perempuan dinyatakan aurat ? Apakah wajib mengikuti pendapat ulama zaman dulu ?
: Rambut perempuan adalah aurat itu hanyalah perkataan ulama dan bukan perkataan Tuhan. Ulama tidak selalu benar.
Kita menghormati dan apresiasi tinggi ulama zaman dulu, tetapi tidak ada kewajiban mengikuti pendapat mereka. Tidak ada kewajiban fanatik mengikuti tafsir mereka dan tidak ada kewajiban mengikuti 4 Mazhab.
Mengapa dalam hal tafsir tidak berani secara jujur dan mandiri ? Mengapa harus mengikuti fanatik ulama zaman dulu ?
Rambut perempuan itu aurat sudah dilekatkan dan melekat pada diri perempuan lebih dari seribu tahun, sangat menyedihkan, merendahkan dan menyesatkan.
– Apakah semua perintah Allah didalam Al Qur’an hukumnya wajib ?
Tidak semua perintah Allah dalam Al Qur’an itu hukumnya wajib, contohnya seperti perintah sholat Tahajud didalam Al Qur’an itu hukumnya tidak wajib.
Demikian juga pada surah Al Ahzab 59 dan An Nur 31, secara sederhana kita bisa melihat bahwa kedua ayat tsb tidak ada perkataan wajib, jadi kenapa dipaksakan wajib ?
Lagi pula turunnya surah Al Ahzab 59 itu, pada waktu itu hanya sebagai pembeda antara wanita terhormat/merdeka dengan budak.
– Apakah jilbab asli milik Islam ?
Harusnya ulama wajib mempelajari sejarah, dari sebelum Masehi sampai sesudah Masehi.
Harusnya ulama itu mempelajari sosio-historis antropologi-culture bangsa Arab itu.
Bahwa jilbab itu bukan asli milik Islam.
Jauh sebelum kedatangan Islam perempuan sudah memakai kerudung dibanyak agama dan ini fakta.
– Apakah hukum jilbab ?
Kehati2an dalam menghukumi suatu masalah itu sangat diperlukan.
Banyak ulama, terutama ulama garis keras yang memfatwakan bahwa jilbab itu hukumnya wajib.
Wajib sendiri didalam syariat artinya bila dikerjakan mendapat pahala dan bila tidak dikerjakan akan mendapat dosa.
Tidak sampai disitu, kemudian berlanjut perempuan ditakuti bahwa jika tidak memakai jilbab maka akan masuk neraka, orang tua yg tidak menyuruh anaknya memakai jilbab juga akan masuk neraka, kelihatan satu lembar saja rambut akan masuk neraka.
Padahal pada surah Al Ahzab 59 dan An Nur 31 tidak ada perkataan wajib dan tidak ada perkataan akan masuk neraka dan sama sekali tidak ada sanksi pidana didunia maupun diakhirat.
Apakah kejujuran telah hilang ? Apakah yang ada hanya pemaksaan ?
– Adakah ulama yang menyatakan jilbab itu tidak wajib ?
Ada dan sebetulnya ulama yang menyatakan jilbab itu hukumnya tidak wajib jumlahnya cukup banyak, tetapi yang berani bersuara terang2an dengan keilmuan jumlahnya hanya sedikit. Ulama yang jujur dan berani menyampaikan kebenaran, yang berani bersuara bahwa hukum jilbab itu tidak wajib jumlahnya hanya sedikit.
Dan ulama ini akan dibenci dan akan diserang terus menerus dengan caci maki dan dilabeli oleh orang2/kelompok garis keras dengan perkataan : Liberal, sekuler, sesat, murtad dan kafir.
Dan ini sudah menimpa kepada KH.Quraish Shihab, Hj.Siti Musdah Mulia.
– Apakah jilbab menjadi cerminan akhlak yang baik ?
Jilbab bukan menjadi cermin akhlak yang baik, bukan menjadi cermin ketakwaan dan keimanan. Perempuan yang memakai jilbab maupun perempuan yang tidak memakai jilbab, semuanya dinilai dari kelakuannya, dari perbuatannya.
Jilbab itu tidak ada masalah pahala-dosa, halal-haram, surga-neraka.
Selembar kain penutup rambut tidak bisa menjadi ukuran akhlak dan ketakwaan.
– Apakah ada yang namanya pakaian syar’i ?
Kalau kita mau jujur, maka tidak ada yang namanya pakaian muslim, muslimah dan pakaian syar’i.
Didalam Al Qur’an sendiri pada surah Al A’raf 26, bahwa pakaian takwa itulah yang paling baik.
Ketakwaan mu itulah yang terbaik yang harusnya menjadi pakaian.
– Apakah jilbab merupakan pakaian syariat atau tradisi masyarakat muslim ?
Jilbab adalah pakaian tradisi masyarakat Arab, bukan pakaian syariat.
Namun sekarang jilbab berubah makna menjadi penutup tubuh. Sudah terlanjur populer seperti itu. Saya tidak mempermasalahkan orang yang memakai jilbab atau tidak, semuanya sama2 baik.
Permasalahannya adalah ketika pakai jilbab atau tidaknya menjadi tolak ukur moralitas seorang perempuan muslim.
Yang tidak pakai jilbab dituduh kafir.
Sekarang ini masyarakat sering mendapat pelajaran agama dengan cara indoktrinasi, tanpa berpikir secara logika intelektual.
( KH.Husein Muhammad. Institut.com ).
Jika kita mau mempelajari dengan benar dan jujur maka diketemukanlah bahwa jilbab adalah pakaian tradisi masyarakat Arab,
bukan pakaian syariat.
Tulisan saya ini bukan kampanye anti jilbab tetapi membahas secara jujur dan dengan keilmuan tentang hukum jilbab. Bagi saya berbeda pendapat tidak masalah dan saya tidak mau berdebat.
Saya menghormati perempuan yg pakai jilbab dan saya juga menghormati perempuan yang tidak pakai jilbab.
Marilah kita saling menghargai dan saling menghormati.
Yang pakai jilbab dan yang tidak pakai jilbab jangan saling menghina, menghujat dan jangan menghakimi.
” Esensi ( hakikat ) Islam tidak terletak pada pakaian yang dikenakan, melainkan pada akhlak yang dilaksanakan. “
( Gus Dur ).
Rahayu.
Sumber : Status Facebook Asrof Husin
Comment