by

Takmir yang Berkuasa Tinggi Atas Segalanya

Oleh: Eko Kuntadhi

Di Hadapan Indah, Bekasi, aturan negara harus tunduk pada marbot masjid. Di Masjid Al-Amanah Kompleks Perumahan itu para saintis dunia, ahli Kedokteran, virolog, dan WHO wajib bertekuk lutut di bawah kaki takmir Masjid. Maka Masjid punya wilayah dan aturan sendiri. Punya kuasa yang tiada banding.

“Ini rumah Allah, aturannya aturan Allah. Bukan aturan manusia” ujar takmir itu, membentak jemaah penggunaan Masjid yang bertentangan dengan maunya takmir. Abdurahman, takmir itu, berkasa penuh. Ia mencatut nama Allah untuk membentengi kekuasaanya. Maka, siapa lagi yang bisa menghalangi lelaki berjanggut lancip itu. Tidak juga Roni Oktavian. Ia jemaah masjid. Warga asli komplek perumahan.

Ramadhan ini Roni ingin melepaskan rindu pada sang Khalik. Memasuki masjid komplek dekat rumahnya. Roni tahu pandemi masih berlangsung. Ia tidak mau mencelakan orang lain. Juga tidak mau membuat dirinya celaka. Bersujud di masjid, dimana ribuan orang lain juga menjadikannya sebagai tempat bersujud, tentu bukan tanpa resiko. Lantai-lantai atau karpet bisa saja terkena droplet.

Akal sehat Roni tetap waras. Roni menjaga resiko itu. Ia datangi Masjid Al-Amanah dengan menggunakan masker. Allah Maha Tahu. Lagipula tidak ada larangan orang sholat mengenakan masker. Wong jemaah haji dan umroh, juga gak lepas maskernya. Jemaah jumat di Masjidil Haram, gak lepas maskernya. Kenapa juga ia harus melepas masker di Bekasi?

Tapi Abdurahman lebih tinggi dari mufti manapun di seluruh dunia. Ia lebih tinggi dari semua aturan. Baginya menjadi takmir Masjid artinya kekuasaan mutlak di Masjid itu. Apapun yang menjadi pandangannya adalah hukum tertinggi. Abdurahman punya pandangan lain. Ini Masjid.

Allah menjamin kesehatan dan keselamatan orang yang datang ke masjidnya. Ya, Allah yang jamin, begitu keyakinan Abdurahman. Artinya orang datang ke Masjid gak boleh pakai masker. Sebab dengan begitu mereka tidak meyakini jaminan Allah atas keselamatan mereka. Maka siang itu, dengan kasar Abdurahman menghardik Roni. Roni yang baru saja menyelesaikan sholatnya dicaci dan dimaki. Diminta melepas maskernya.

“Masker itu ketentuan pemerintah, ” ujar Roni. “Ini Masjid. Ulama lebih tinggi dari pemerintah, ” cetus hulubalang Masjid yang lain yang ikut mengusir Roni. “Allah menjamin kesehatan dan keamanan semua orang di dalam Masjid. Kalau Anda pakai masker, berartii Anda tidak percaya pada jaminan Allah dalam Al-quran, ” bentak Abdurahman menyambung.

Abdurahman gak punya kuota. Gak baca berita. Kluster tarawih sedang marak sekarang. Lagoula. Abdurahman yakin Allah menjamin keselamatan dan kesehatan jemaah masjid dari virus Corona. Tapi ternyata tidak bisa menjamin kenyamanan jemaah dari mulut dan perilaku kasar takmir masjid.

Bahkan ternyata di masjid itu jemaah tidak mendapat jaminan dari ketololan pikiran pengurusnya sendiri. Sebetulnya bukan perkara Covid19 yang terjadi di masjid itu. Sebetulnya apapun yang menjadi aturan pemerintah orang seperti Abdurahman ini ingin melawannya. Ia punya keyakinan selalu membenturkan negara dengan agama.

Makanya jangan heran jika ia mengatakan, ini masjid mengikuti aturan Allah. Bukan aturan pemerintah. Abdurahman seperti baru saja balik dari surga. Bicara langsung pada Allah tentang bagaimana aturan masuk masjid saat pandemi. Lalu ia turun lagi di Bekasi. Bertemu Roni yang sholat di sana. Aturan Allah di masjid Al-Amanah itu telah ditekuk menjadi aturan Abdurahman.

Untung saja video perilaku Abdurahman viral. Orang mencelanya. Tapi tampaknya ini bukan yang pertama. Tahun lalu ada juga kejadian serupa dengan tokoh yang sama. Sayangnya waktu itu kelakuan Abdurahman tidak divideokan. Roni pantas marah. Ia jemaah yang punya akal sehat.

Ia marah karena ketololan dipertontotankan Abdurahman atas nama agama. Ia marah karena Abdurahman telah mengusik ketentramannya di rumah Allah. Maka saat kasusnya di bawa ke polisi, Abdurahman baru tahu, kekuasaannta ternyata tidak lebih tinggi dari petugas Polsek Medan Satria, Bekasi.

Abdurahman pun meminta maaf pada Roni. Ia menandatangani surat permohonan maaf di atas materai Rp10 ribu. Kasus beres. Kita sebetulnya sepakat dengan Abdumahman. Masjid adalah tempat nyaman yang keselamatan jemaahnya dijamin Allah. Oleh sebab itu masjid-masjid harus secepatnya dibersihkan dari orang sejenis Abdurahman ini.

Sebab sesungguhnya mereka-mereka inilah yang membuatmu kenyamanan dan kesejukan di masjid menguap. Coba perhatikan masjid dekat rumahmu. Adakah orang sejenis Abdurahman ini. Yang apa-apa gampang menghardik sesat atas nama Allah. Yang gampang menuding bidah atas nama Nab.

Yang selalu membenturkan aturan negara dengan aturan agama menurut versinya sendiri. Orang-orang sejenis ini memang rajin ke masjid. Sholatnya gak pernah tinggal. Jenggotnya lebat. Jidatnya hitam. Biasanya mereka aktif menjadi pengurus. Lalu setelah itu memaksakan bahwa pandangan keagamaanya adalah kebenaran tunggal. Tidak boleh ada paham lainnya. Maka kalau Abdurahman bilang jangan pakai masker di masjid, jemaah harus nurut. Yang gak nurut, usir!

“Mas, jenggot Pak Abdurahman dikasih pita oranye, boleh gak? , ” celetuk Abu Kumkum. Ia sejak tadi fokus nonton video ini.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed