Oleh: Pepih Nugraha
Saya amati, akhir-akhir ini Facebook menampilkan fitur-fitur yang menarik bagi para penggunanya, salah satu fitur itu adalah tentang statistik.
Apa manfaat statistik ini? Melalui statistik yang “created by engine” ini kita bisa melihat bagaimana sebuah postingan yang ditampilkan baik sebagai status dalam bentuk teks, foto, video, story dan reel saat ini dapat dilacak penetrasinya.
Maksud penetrasi di sini apakah postingan-postingan yang dimuat atau ditayangkan di Facebook itu akan menarik perhatian publik atau tidak, mendapat impresi atau tidak dan seterusnya.
Kali ini saya akan bercerita tentang audience atau khalayak yang menyukai postingan-postingan khususnya yang saya tayangkan. Jika melihat statistik ini dengan teman yang hampir 5.000 dan follower atau pengikut yang mencapai 34.000, sejatinya setiap konten yang ditayangkan akan menembus kurang lebih 39.000.
Itu hitung-hitungan matematikanya, tetapi algoritma Facebook ternyata tidak seperti itu, tidak setiap tayangan atau postingan kita menyebar atau diterima oleh 39.000 teman dan follower saya. Mungkin hanya sepersepuluhnya atau barangkali angka yang lebih optimis seperempatnya dari jumlah teman dan follower yang menerima pesan yang disampaikan saya di linimasa mereka.
Tetapi, saya merasa bahwa mungkin angkanya akan jauh lebih kecil lagi melihat impresi yang saya terima lewat statistik yang disampaikan oleh Facebook secara berkala.
Dalam gambar ini terlihat misalnya bahwa hanya sekitar 0,2% saja follower dan teman saya yang benar-benar mengikuti postingan-postingan yang saya sampaikan, selebihnya kurang lebih 99,8% postingan saya justru dinikmati oleh orang yang bukan teman atau follover saya. Nah, ini sangat menarik, bukan?
Ternyata kita tidak berharap dari teman-teman yang berinteraksi dengan saya pribadi terhadap postingan-postingan yang saya sampaikan, misalnya, kebanyakan malah di luar dari teman dan follower-follower saya itu. Saya memang men-set Facebook untuk publik.
Apa kemudian kunci rahasianya agar setiap postingan dapat dinikmati atau diterima bukan hanya oleh teman maupun follower, tetapi oleh audiens atau khalayak di luar yang jauh lebih banyak? Ternyata Facebook menyediakan fitur-fitur yang selama ini barangkali tidak pernah dilirik oleh pengguna lainnya.
Di luar sana, ternyata kita menghadapi publik yang sangat beragam tidak sekedar karakteristik yang dimiliki oleh teman atau follower sendiri. Di sini bagaimana Facebook mengajarkan penggunanya harus “open minded” dalam pengertian pikiran terbuka kepada setiap peristiwa, pandangan dan gagasan yang kita jadikan sebagai status atau postingan-postingan.
Kuncinya adalah interaksi dan interaktivitas. Jangan segan-segan, misalnya, memberi komentar atau tanggapan kepada status yang kita tayangkan baik berupa teks, gambar, video, story maupun reel, jangan hanya sebatas memberikan emoticon “like”, “love”, “laugh” dan seterusnya
Cobalah berinteraksi paling tidak mengatakan terima kasih atas perhatiannya atau menyatakan ketidaksetujuan atau kesetujuan tentang suatu persoalan.
Intinya adalah interaktivitas dan beranjangsana ke lapak orang lain juga penting. Selain tidak egois dan merasa diri penting, bermain ke lapak orang lain dan berinteraksi di sana secara baik-baik adalah silaturahmi virtual yang mungkin salah satu tujuan Mark Zuckerberg membuat media sosial ini
Inilah yang kemudian akan dikenal oleh Facebook menjadi algoritma tersendiri untuk menyebarkan pesan-pesan dalam bentuk status kita ke orang-orang di luar teman dan follower kita.
Dengan data statistik ini seseorang menjadi lebih yakin tentang apa yang akan ditayangkannya. Karena, status yang ditayangkan itu tidak sekedar menyasar teman dan follower yang hanya 0,2 persen itu. Tetapi lebih banyak di luar itu, yaitu publik lebih luas yang mencapai 99,8 persen.
Semoga bermanfaat.
Comment