Oleh : Sunardian Wirodono
Seneng ‘kan punya menteri ketum partai politik? Manis di mulut pahit di lidah. Mendag Zulhas mengklaim 3 minggu dirinya menjabat, harga bahan pokok alami tren penurunan. Bagaimana di lapangan? Itu lain soal. Sebagaimana janjinya, bahwa dalam dua minggu ia akan stabilkan harga migor menjadi Rp14.000. Kenyataannya, dalam dua minggu sebagaimana dijanjikan, Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia menolak klaim Zulhas.
Fakta di pasar, masih banyak yang menjual dengan harga di atas patokan Pemerintah. Dalam hal janji cuma politikus yang nyebelin? Enggak juga. Luhut Binsar Panjaitan, bukan politikus. Semula bekas tentara ini berjanji, barengan Memperdag Zulhas, alih-alih menjawab soal dua minggu, malahan minta pengunduran jadwal sosialisasi aplikasi pedulilindungi selama dua bulan. Bagaimana ini, Jokowi? Ya, biasa saja. Anggap saja itu bukan atas kebijaksanaan Jokowi. Kalau itu bagian kelemahan Jokowi, dibanding kekuatan Jokowi di sektor-sektor non-riel, anggep saja resiko.
Resiko Abang Tukang Bakso. Kalaulah boleh dibilang keliru, karena rakyat terlalu ngarep peran Pemerintah di segala lini, sebagaimana acap digembar-gemborkan para penggembos dan penyinyir. Hampir tak ada yang mengingatkan, bahwa yang terpenting sesungguhnya penguatan rakyat. Dengan pendidikan yang bener, dengan penegakan hukum yang teguh, dengan berkeagamaan yang baik dan benar, tidak sombong, peramah dan sopan, dan rajin menabung. Kalau cuma rajin bersedekah tapi ngikhlasin ditipu? Bego aja kale.
Apalagi lagi udah tahu ditipu, malah nyerahin ke tuhan untuk menyelesaikan perkara. Kan tuhan udah nyerahin ke polisi! Kalau nggak percaya tanya aja Pak Hoegeng. Jangan tanya SBY, dia lagi puyeng dagangan satu-satunya nggak ada yang mau beli, padal bikinan luar negeri. Muda, pinter bahasa Inggris (nggak kayak Jokowi), tampan lagi. Itu semua gambaran nyata kita, Cuma ngandelin orang-perorang, dalam segala hal. Big Data yang dibilang Luhut Binsar Panjaitan dulu? Itu Big Bo’ong belaka.
Ketika masih sebagai Ketua Fordem pada jaman Orba dulu, Gus Dur pernah ngendika, negara ini tidak akan pernah selesai (keruwetannya), jika hanya bergantung pada pertemuan para elitenya. Elite apapun, katanya. Elite politik, kesenian, ekonomi, agama. Bukan berarti elite tidak penting. Yang tidak penting itu elite yang brengsek dan korup, dan manipulatif dan nepotis, dan kolutif, dan munafik dan tidak jujur. Menurut Gustave Le Bon, kemajuan demokrasi sejatinya bukan untuk menurunkan elite ke tingkat kerumunan, tetapi untuk mengangkat kerumunan ke elite. Bukan pula menurunkan kerumunan ke kekumuhan. |
Sumber : Status Facebook Sunardian Wirodono III
Comment