Oleh : Achjlaludin
Saya juga menunggu pidato Bu Mega kali ini, dan benar bahwa kalau ingin tau keadaan politik Indonesia saat ini, dengarlah pidato beliau. Durasinya dua jam, membuat saya benar-benar selesai menontonnya hingga tadi malam.
Untuk suasana politik saat ini, pidato Bu Mega lah yang paling baik, lantang dan berkarisma. Lebih dari pidato Presiden, apalagi pidato para ketua partai. Juga pidato para calon presiden yang lagi ramai, itu tidak ada apa-apanya dibandingkan pidato Mega di Harlan PDI Perjuangan beberapa hari lalu, Ultah ke 50 PDI Perjuangan. Bahkan Presiden Jokowi pun tidak berdaya di depan Prof. Dr. (H.C.) Megawati Soekarnoputri.
Itu kali kedua setelah sebelumnya Presiden Jokowi dibuat seolah hanya sebagai kader partai biasa di ruang kerja Bu Mega pada Rakernas II PDI P. Padahal tanda kehormatan sebagai presiden dia pakai. Dan sekarang dalam pidatonya Mega mengatakan:
“Padahal Pak Jokowi kalau tidak ada PDI Perjuangan aduh kasian dah,” diikuti tepuk tangan para kader.
Begitulah, pidato Mega adalah pidato yang paling ditunggu, oleh elit politik, pengamat, pemerintah dan lembaga-lembaga survei. Pidato Mega merubah cara pandang politik yang mulai ramai satu tahun terakhir. Malai dari wacana penundaan pemilu, tiga periode, calon presiden bahkan koalisi partai, semua dilumatnya dalam satu pidato yang berdurasi dua jam itu.
Mega berpidato di depan para kader PDI P only, tidak ada anggota partai manapun. Semua ketua partai tidak ada yang diundang, bahkan yang menjadi menteri juga sebagai pengurus partai seperti Prabowo, Sandi, Johnny G. Plate dari Nasdem tidak diundangnya. Beberapa menteri yang hadir hanya Mahfud MD, Ratno Marsudi dan Basuki Hadimuljono yang tidak dari utusan partai. Tentu Ahok hadir, bukan sebagai tamu, tapi sebagai kader partai.
Ya, sedari awal memang dikatakan bahwa itu acara internal PDI P, permohonan maaf disampaikan Puan sebelumnya kalau ketua partai lain tidak diundang. Tapi lebih dari itu, Mega hendak menyampaikan sikap tegasnya mengenai keadaan politik saat ini yang tidak sehat, bahkan buruk.
Semua orang sudah ramai mengenai calon presiden, mulai dari masyarakat, partai politik hingga Jokowi sendiri berupaya mengangkat nama calon presiden. Jokowi dalam banyak kesempatan menghadiri acara relawan, puncaknya ketika beliau mengatakan,
“Kalau wajahnya celing, bersih, tidak ada kerutan di wajahnya, hati-hati. Lihat juga rambutnya, kalau rambutnya putih semua, ah ini mikir rakyat ini,”
Banyak yang menafsirkan pemimpin berambut putih itu adalah Ganjar. Lihat saja rambutnya nyaris tidak ada yang hitam. Ganjar dan Jokowi terlihat cukup dekat, kompak melakukan blusukan bareng bahkan satu mobil dan pesawat. Ganjar juga aktif memantapkan diri sebagai seseorang yang layak.
Tapi pada Harlah PDI P, Ganjar juga kali kedua dikendorkan mentalnya. Sebelumnya di Rakerna II dia bacakan bahwa yang memiliki hak prerogatif untuk memilih yang akan dicalonkan sebagai presiden hanyalah ketua umum partai. Yaitu Bu Megawati Soekarnoputri. Dan di Ultah ke 50 PDI P yang meski sebagai gubernur tatap diperlakukan seperti kader lainnya. Hanya petugas partai, duduk dengan sesama kader lainnya.
Begitulah PDI P. Yang seperti ini kita hanya melihat di PDI P. PDI P hendak menunjukkan bahwa beginilah seharusnya partai. Tak ada politik tanpa Partai Politik, oleh sebab itu partai politik harusnya mempunyai ideologi dan idealitas yang teguh dan kuat. Tidak terpengaruh oleh oligarki, apa lagi lembaga survei. Setinggi apapun jabatannya, tetaplah sebagai petugas partai. Begitulah yang pernah diucapkan Mega.
Dari Partai Politik pun tidak kalah ramainya. Koalisi mulai terbentuk. Nasdem – Demokrat – PKS, juga Gerindra – PKB sepertinya curi start. Dari mereka sudah menyebut nama seperti Anies Baswedan. Itulah nanti yang disindir Mega, nama yang kata Mega bukan datang dari kader sendiri. Apakah tidak punya kader?
Auto kritik yang tajam terhadap semua partai politik yang ramai bukan membenah partai, tapi hanya memikirkan cara berkuasa. Nama yang dipilihnya hanyalah sodoran dari lembaga survei. Artinya, lembaga survei ada di atas sistem partai, sistem pengkaderan partai. Yang penting viral, dapat dukungan dari masyarakat. Padahal masyarakat belum tau siapa di balik siapa, sponsornya siapa saja. Heran sekali kenapa partai politik lebih memilih seseorang di luar kader partainya, apakah tidak punya kader?
Sebab itulah, pidato Mega selain auto kritik terhadap partai politik, tapi juga pukulan telak pada lembaga survei yang sejak awal mengkeruhkan politik. Pukulan keras bahwa PDI P tetaplah PDI P, punya kader dan tidak terpengaruh pada lembaga survei. Artinya berbeda dengan partai lainnya. Begitulah PDI P. Dia mengendalikan lembaga survei, bukan dikendalikan.
Tapi lebih dari itu adalah wibawa Megawati Soekarnoputri, putri Soekarno. Dalam pidatonya sering diulang bawah dia bukan hanya anak biologis Soekarno, tapi juga anak ideologis. Dari dialah cara pandang politik Soekarno tetap berlanjut hingga saat ini. Dia juga bercerita bahwa dulu keluarga Soekarno dihalangi ikut dalam politik, sering diteror dan sebagainya. Tapi tidak, dia sekarang sosok yang melawan takdir itu. Dialah yang benar-benar mengerti tentang politik Indonesia saat ini.
Sumber : Status Facebook Achjlaludin
seperti namanya Megawati,
emang ibu satu ini mega bener.
percaya diri.
cuman satu hal Bu Mega juga harus tahu.
kalau ga ada Jokowi jadi Presiden (2x)
apa ya PDIP menang.
jadi ya PDIP dan Jokowi satu kesatuan,
saling menguntungkan.