by

Mencari Jejak Kenapa Harus Tetap Bersama Jokowi

Oleh : Karto Bugel

“Pihak Barat berhasil menciptakan agama yang benar-benar baru dan aneh, kemudian menyuntikkannya ke berbagai negara. Mereka menyebutnya Islam, tetapi kami tidak mengenalinya … “Itu bukan Islam.., sama sekali bukan.”Ini adalah sepenggal kalimat dari pangeran Mohammad bin Salman putra mahkota kerajaan Arab Saudi dalam wawancara dengan Washington Post pada Maret 2018 menanggapi masalah wah*bisme. Disisi lain, pangeran mahkota ini pun mengakui bahwa selama hampir tiga dekade,

Arab Saudi bekerja sama dengan Amerika serikat dan Inggris benar telah menggelontorkan miliaran dolar untuk mendukung berkembangnya faham w*habi. Melalui program pendidikan dengan cara membangun madrasah-madrasah dan masjid versi w*habi secara massif di seluruh dunia telah dilakukan, ujar pangeran yg diharapkan menjadi leader perubahan di kerajaan Arab Saudi nanti. “Controlled chaos for the greater good” adalah kalimat paling sering dilontarkan oleh para politisi Amerika ketika berbicara tentang hubungan Amerika dengan radikalisme. Kalimat ini mulai sering muncul setelah tahun 1979 ketika Amerika mendukung T*liban di Afghanistan berperang melawan Rusia, yang saat itu masih Uni Soviet.

Kalimat ini adalah kesimpulan dari pelajaran yg dipetik dalam dukungan mereka kepada Afganistan. Tidak butuh waktu lama bagi Amerika untuk melahirkan Al Q*eda sebagai agen “kekacauan yg dikendalikan.”“Fear is the reaction, Government is the solution” merupakan ide dasar penciptaan Controlled Chaos. Dengan adanya kekacauan maka muncul problem. Dengan adanya problem maka lahir reaksi dan pada akhirnya adalah solusi yg mana ketika berbicara tentang solusi, jawabannya selalu Amerika.

Kekacauan butuh masalah dan potensi masalah di negara dengan mayoritas muslim adalah adanya dua kutub Syiah dan Sunni. Maka tanda-tanda awal kekacauan biasanya didahului dengan munculnya narasi kebencian terhadap Syiah pada negara berpenduduk Sunni dan sebaliknya. (lihat Suriah, Mesir, Libya) Lantas apa kaitannya dengan Indonesia? Ya, sejak awal 1990-an bantuan Arab Saudi bagi pembangunan rumah ibadah dan pendidikan nampak sangat masif bukan?

Tahun 1998 Soeharto tumbang. Awal era Reformasi terlalu sibuk dengan bagaimana memperbaiki kerusakan atas kekuasaan Soeharto selama lebih 30 tahun berkuasa. Dengan runtuhnya Soeharto para radikal yg diketahui terusir dari Indonesia satu demi satu pulang. Mereka bergabung dan berkamuflase di tengah hiruk pikuk reformasi. Secara perlahan dan senyap terbangunlah pondasi radikal pada seluruh elemen swasta maupun negara. Ini tidak butuh waktu lama, sebab benih W*habi yang dibawa dan ditanamkan oleh Arab yang bekerja sama dengam negara-negara barat selama lebih dati 10 tahun sebelumnya adalah benih. Dan benih itu siap dipanen. HANYA TUNGGU WAKTU.

Sebagai ilustrasi, HIV dan AIDS dikenal sebagai virus yang cerdas karena dapat berkamuflase di dalam tubuh dan berpura-pura menjadi nutrisi. Kecerdasan virus ini berhasil menipu sel-sel tubuh manusia. Setelah virus itu diijinkan masuk ke dalam tubuh, secara perlahan ia menyerang sistem imun dan merusaknya.

Kira-kira demikianlah gambaran bagaimana paham w*habiisme yang diindoktrinasikan oleh Arab dengan dalih bantuannya ini telah merusak islam sebagai agama damai dan toleran. Dia masuk dengan wajah yang sangat mirip, dan berhasil mengelabui para pemeluknya. Kemudian atas nama “sebagai yang asli”, dia merusak agama itu dari dalam. Islamlah korban pertama. Pada tahun 90-an Indonesia pernah menjadi rujukan dunia bagaimana seharusnya Islam. Dikenal dengan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, Islam damai serta Islam toleran menjadi wajah Islam yang sesungguhnya. Dan itu terjadi di Indonesia. (namun itu dulu) Era SBY paruh pertama yakni 2004-2009 adalah masa dimana Amerika Serikat merasa harus berhati hati.

Mereka paham bagaimana institusi militer Indonesia adalah institusi yang paling berpengaruh, dan rekam jejak institusi itu adalah anti paham radikal. SBY adalah purnawirawan TNI AD berpangkat Jenderal. Itu poin penting bagi cara mereka sejak awal untuk mengantisipasinya. Demi menjaga aset yg sudah ditanam sejak 90-an oleh oleh partnernya yakni Arab Saudi serta untuk mengetahui bagaimana pandangan SBY terhadap barat pada umumnya, pertengahan tahun 2009 negri ini heboh dengan beredarnya berita penyadapan terhadap SBY, ibu Ani Yudhoyono, wapres Jusuf Kalla dan beberapa pejabat penting lainnya.

Penyadapan ini ternyata dilakukan oleh Australia namun menggunakan fasilitas kedutaan besar Amerika di Australia. Kesimpulannya, SBY dianggap bukan orang yang membahayakan. SBY bukan ancaman bagi kebijakan politik mereka. SBY dianggap dapat dan boleh melanjutkan kepemimpinannya pada periode kedua. Itu dapat diluhat dengan tak adanya isu besar di negara ini pada saat itu.Pada periode kepemimpinan Jokowi hal berbeda terjadi. Atmosfer perubahan sangat terasa dengan gencarnya pembangunan oleh presiden yang satu ini. Infrastruktur dibangun di mana mana. Jawa oriented ditinggalkan. Pembangunan merata di semua wilayah Indonesia. Ini cukup menjadi sinyal yg mampu menyalakan alert waspada bagi negara pesaing. Indonesia dengan negara berpenduduk terpadat nomer 4 didunia adalah ancaman bagi stabilitas kemapanan negara pesaing bila negara ini muncul sebagai kekuatan ekonomi baru.

Mereka ketakutan membayangkan negara dengan 270 juta penduduknya dengan memiliki infrastruktur yang baik. Ini tak mungkin terus dibiarkan sementara di timur, telah lahir raksasa dalam ukuran besar sebuah kekuatan ekonomi baru yakni China. Disisi lain, Jokowi dengan santainya berani mengotak atik Freeport. Ini seperti menuangkan bensin pada sekam membara. Tiba-tiba, entah darimana muncul sebuah fenomena. Terjadi perubahan signifikan dalam hidup bermasyarakat. Inklusivitas menjauh. Persekusi atas nama agama menjadi suara merdu dan mendapat applause. Inklusivitas seolah menjauh dan digantikan kelompok-kelompok eksklusif. Kelompok yang merasa lebih baik dan berhak membuat aturan benar dan salah sebagai domainnya.

Dosa dan urusan haram halal dimonopoli oleh kelompoknya.Benih radikal yang ditanam itu tumbuh dengan sangat subur dan berbuah.Tandanya adalah pengkafiran kepada siapapun yang tidak sepaham . Tandanya adalah narasi “Jokowi kafir.” Kelompok ini tiba tiba menyeru bahwa Jokowi PKI, Jokowi anak haram, Jokowi kafir dan seabrek atribut negatif lainya. Kelompok ini secara terbuka berani menyatakan bahwa ideologi khilafah adalah jawaban atas segala permasalahan yang paling sempurna dan paripurna. Kelompok ini adalah Hatei dan antek2 radikal penentang Pancasila. Bila seorang pangeran mahkota Arab Saudi saja mengakui bahwa W*habisme adalah proyek gelap atas desakan negara2 barat, maka tidak ada alasan bagi kita untuk mengakuinya bukan?

Bila seorang pangeran mahkota saja mengakui bahwa Islam telah dibajak, tentu kita paham bahwa itu hanya produk tiruan. Tak ada hasil bajakan yang lebih baik dari aslinya. Sebagai dua ormas terbesar di negeri ini, NU, MUHAMMADIYAH seharusnya menjadi pelindung utama bagi aliran yang ingin merusak dan menista Islam sebagai agama damai. Sudah saatnya bagi NU dan Muhammadiyah bersama segenap komponen bangsa dan seluruh masyarakat Indonesia terlibat dalam menghalau sekaligus menghancurkan radikal yang menunggangi agama dan bertujuan memecah belah persatuan bangsa ini.

Dan pada bulan Agustus ini, bulan bagi peringatan kemerdekaan bangsa ini, perkara-perkara yang akan merusak persatuan itu harus kita ungkit kembali tanpa bosan. Di sana, kita diajak untuk kembali meluruskan jalan milik kebersamaan kita sebagai satu Indonesia yang Merdeka dan Berdaulat…RAHAYU.

Sumber : Status Facebook Karto Bugel

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed