by

Cerita Semalam di Cianjur

Oleh: Supriyanto Martosuwito

Pada umumnya pejabat lokal yang pertama berada di lokasi bencana, karena faktor penguasaan wilayah dan kedekatan jarak, membuat mereka segera berada di TKP, tak lama setelah kejadian.

Setelah itu, barulah keesokan harinya, datang pejabat pusat “anjangsana” – dengan penyambutan yang dipersiapkan, meninjau dan manggut manggut, mendengarkan laporan pejabat lokal, lalu membuat pernyataan keprihatian, dengan mimik wajah sedih.

Tapi itu paradigma lama. Di era Jokowi nampaknya terbalik. Pejabat pusat lah yang langsung ke lokasi, langsung kerja nyata, menyusul pejabat daerah.

Siapa menyangka jika Menteri PUPR Basuki Hadimulyono lah yang pertama berada di lokasi, ikut memberi komando, membuka blokade akibat longsor dan gempa bumi di Cianjur? PPUR memang peduli pada bencana terakit kerusakan infrastruktur yang diakibatkannya. Namun tak ada yang menduga, menteri PPUR sendiri yang turun langsung ke lokasi.

Bukankah itu tugas pejabat dan aparat “kanwil” ?

“Semalam di Cianjur” itu – mengutip lagu lawas Alfian (alm) – menggerakkan menteri menteri Jokowi yang lain. Menyusul Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menhankam Prabowo, Menko Polkam Mahfud MD, dan tentu saja Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia, Muhadjir Effendy. Dia menggonceng motor yang dikemudikan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.

Saat postingan ditulis, Menteri BUMN Erick Thohir juga tengah naik helokopter menuju lokasi.

Distribusi bantuan tidak lancar, banyak laporan masyarakat tentangnya, menjadi keluhan umum. Tapi tak diragukan perhatian pemerintah pusat saat ini sangat maksimal. Presiden Jokowi turun sendiri ke lokasi, hingga dua kali. Menjanjikan bantuan untuk warga yang rumahnya mengalami kerusakan.

“Untuk rumah rusak berat Rp 50 juta, rusak sedang Rp 25 juta, dan rusak ringan Rp 10 juta,” ujar Jokowi, saat meninjau lokasi gempa di Cianjur, Jawa Barat, Selasa (22/11/2022). Bagi pengungsi, ada bantuan Rp. 5 juta untuk setiap tenda.

Masalah yang berulang saat bencana, adalah respon pejabat dan petugas terkait, yang tak kunjung lihai dan sigap. Tak kunjung memperbaiki kesalahan sebelumnya, dan lebih terorganisir. Padahal Indonesia berada di kawasan “Ring of Fire”.

Mengapa tak belajar dari Jepang? Di sana nyaris tak ada keluhan masyarakat, tak ada penghadangan bantuan, tiap ada gempa atau tsunami. Tak ada pengemis dadakan di jalan. Karena ada pendidikan dan latihan untuk itu di sekolah sekolah.

Penghadangan bantuan, adalah salahsatu respon dari pihak yang merasa belum kebagian padahal sangat membutuhkan. Selain kemungkinannya ada oknum masyarakat yang mengambil keuntungan bagi diri sendiri.

BUDHA TZU CHI menjadi relawan yang juga sigap menanggapi bencana dengan memberikan keperluan darurat.

Organisasi sosial keagamaan ini nampak terlatih dan menyiapkan stok berbagi pada sesama.

Patut dipuji, karena dia bisa saja datang kemudian seperti lembaga sosial yang lain.

Kecepatannya membagikan bantuan kepada korban bencana alam menunjukkan mereka terorganisir dengan rapi. Ormas non Budhis harus banyak belajar dari mereka.

Ekspose dan laporan terus menerus pada bencana Cianjur jelas menggerakkan masyarakat untuk membantu. Yang selalu bermasalah adalah distribusinya. Bantuan yang dikumpulkan susah payah, sering tidak sampai, karena `tak cukup tenaga membagi, lokasi terpencil dan jauh – kesulitan akses, sehingga menumpuk di satu lokasi dan rusak.

Itu diluar “kebiasaan” dan “tradisi” oknum pejabat kementrian dan lembaga pemerintah yang memanfaatkan kejadian bencana, kelonggaran anggaran agar korban cepat terbantu, sehingga potensi korupsi terjadi. Nilep dana bantuan.

Anda belum lupa pada kasus korupsi Bansos kan? Juga ACT – Aksi Cepat Tanggap, yang dilakukan oleh swasta?

Tak diragukan lagi, masyarakat kita, di Indonesia tercinta, mudah tersentuh dan tulus membantu sesama yang kena musibah.

Namun yang terjadi sebagian oknum dan organisasi amal menyelewengkannya. Ada yang mengggaji diri sendiri hingga ratusan juta rupiah per bulan, dan bisa menghidupi tiga isteri serta memfasilitasi diri dengan kendaraan mewah.

Oknum oknum bejad itu, merusak kepercayaan masyarakat sekaligus merusak nama baik organisasi yang selama ini tulus membantu warga.

Maka, jika lokasi terasa jauh dan pemerintah sudah hadir di lokasi, maka alihkan bantuan Anda kepada sekitar Anda. Kepada tetangga dekat dan lingkungan sekitar.

Jangan berhenti beramal dan peduli sesama . Dan terus memastikan bantuan sampai kepada yang berhak. Juga tak ragu berteriak bila ada penyimpangan.

Tuhan Yang Maha Kuasa selalu terjaga. Gusti Allah Mboten Sare.

Ayu Hayu Rahayu ***

(Sumber: Facebook Supriyanto M)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed