by

Typing Shifting

Oleh: Pepih Nugraha

Saya tidak akan pernah melupakan mesin tik tenteng bermerk “Brother” yang menemani saya sejak duduk di bangku kelas satu SMA, ketika hasrat menulis mulai tumbuh dan menghasilkan materi berupa honorarium yang saya terima dari setiap tulisan (kebanyakan cerpen). “Brother” telah berjasa dalam meniti karier kepenulisan saya.

Mesin tik portabel itu dibelikan almarhum ayah, Lili Sumarli, dari kios mesin tik bekas di Bandung. Harga saat itu Rp70.000 dan jika membeli yang baru harganya di atas Rp400.000, suatu harga yang menyesakkan bagi ayah yang bergaji sebagai guru sekolah dasar.

Tahu kalau saya “hanya” dibelikan mesin tik bekas, saya kecewa tentu saja, maunya yang baru. Masih terlalu muda untuk memahami pengorbanan seorang ayah yang ingin membahagiakan anaknya, sekaligus menjembatani anaknya untuk maju.

Tak ada rotan akar pun berguna, akhirnya saya menggunakan mesin tik pemberian ayah itu dengan suka cita meski agak kecewa. Saya membunuh hasrat muda yang penuh gengsi dengan memanfaatkan mesin tik bekas dengan terus menulis, sampai saya duduk di bangku perguruan tinggi. Bahkan saat artikel opini bersejarah berhasil menebus halaman bergengsi Harian Kompas 20 Juni 1990, saya masih mengetik naskah opini menggunakan mesin tik “Brother” itu.

Sejarah perjalanan sebuah mesin tik bekas dengan sebuah opini yang benar-benar mengubah jalan hidup -karena berhasil menembus Harian Kompas- saya tuangkan dalam bab awal buku “Tulislah! Mengembangkan Proses Kreatif Menulis Berita Feature Fiksi” (Elexmedia Komputindo, 2022), dimaksudkan sebagai tulisan penggugah (teaser) sebelum masuk ke pembahasan inti.

Alhamdulillah, masyarakat luas menyambut baik buku “Tulislah!” yang kemudian mengalami cetak ulang. “Apakah Mas Pepih ingin menambahkan ulasan lain sebelum buku itu dicetak ulang?” tanya Mbak Pauline dari penerbit Elexmedia. Saya jawab tidak, karena memang tidak ada yang perlu ditambahkan.

Dengan diterimanya buku “Tulislah”, kini saya telah merampungkan buku mengembangkan proses kreatif menulis opini yang saya beri judul utama “Beropinilah!” dengan penekanan pada trik agar artikel opini bisa menembus Harian Kompas yang memang sangat sulit ditembus.

Mengapa harus opini Kompas, saya menguraikan sejumlah alasan dan tentu saja bagaimana menyiasati agar opini bisa dimuat di rubrik opini yang bergengsi itu. Saya semacam “membocorkan rahasia dapur” redaksi Kompas yang menjadi penjaga gawang ratusan artikel opini yang masuk setiap harinya.

Nah, bagaimana tulisan opini Anda menjadi “outlier” di antara ratusan opini orang lain yang masuk itu, saya beberkan rahasia berharga itu dalam buku “Beropinilah!” Namanya juga rahasia dapur, Anda tentu ingin segera mengetahuinya, bukan?

Bersabarlah! Buku ini akan segera memasuki proses penilaian penerbit, tetapi melihat sukses buku “Tulislah!” saya optimis buku “Beropinilah!” ini juga akan diterima pasar dengan baik, apalagi membahas bagaimana mengembangkan proses kreatif menulis opini dan trik menembuskannya ke Harian Kompas dan media lainnya.

Saya tidak ingin berlari kencang, “selow” saja karena tidak ada yang mengejar saya, pun saya tidak sedang mengejar-ngejar sesuatu. Lagi pula, selagi menikmati perjalanan buku “Tulislah!” cetakan berikutnya yang masih diserap pasar, saya tetap menulis naskah buku lainnya setelah “Beropinilah!” yang sedang dalam perjalanan menuju penerbit.

Dalam menulis, saya tidak lagi menulis menggunakan mesin tik “Brother” sejak 1990, tetapi beralih ke komputer meja (desktop). Kemudian tahun 1994 saya mengenal komputer lipat (laptop) sampai sekarang. Tetapi tahun 1996 saat saya memiliki ponsel Siemens S4 untuk pertama kalinya, saya memprediksi bahwa suatu saat nanti saya hanya akan menulis menggunakan ponsel di telapak tangan, meski saat itu sebatas berkirim SMS.

Kehadiran BlackBerry menguatkan asumsi saya karena piranti itu mampu menyimpan file dokumen sederhana hasil mengetik di “keyboard” mungil BlackBerry yang kemudian berubah kemudian menjadi “keyboard” virtual layar sentuh.

Oh ya, sudah berbilang tahun saya “melupakan” laptop MacBook Air yang biasa menemani ke mana saya pergi. Saya mengetik cukup membelai-belai layar sentuh ponsel yang memiliki fitur “words prediction” di mana kata yang akan saya tulis sudah tersedia dan tinggal pijit saya.

Bahkan kalau sedang malas mengetik, saya berbicara saja dan aplikasi Google Board yang saya tanam di ponsel langsung menyalin ucapan saya ke dalam bentuk teks.

Amazing, sebagian tulisan yang saya hasilkan kini merupakan hasil berkata-kata saja, termasuk saat menulis tulisan ringan ini.

Selamat pagi, selamat berakhir pekan!

(Sumber: Facebook Pepih Nugraha)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed