by

Mudik Mandalika Madinah

Oleh : Gunadi

Warga Negara Indonesia yang hendak mudik, pulang ke kampung halaman, diharapkan sudah vaksin ‘booster’. Jika belum dapat karena ndak sempat, cukup lakukan tes covid. Baik antigen atau PCR. Asal sudah vaksin 2 kali . . . Ada yang komen kebijakan itu tunjukkan bahwa Indonesia masih ‘pincang’.

Belum Madinah . . .Jadi, Indonesia dianggap ‘pincang’, cuma karena dibandingkan waktu ada tontonan moto-GP di Mandalika, ndak ada kewajiban yang sama. Ndak pakai Booster2an . . .

Maka komen ‘balasan’ netizen pun muncul. Macem2. Intinya seolah ‘yang menuduh’ Indonesia pincang, sedang kena ‘post power syindrome’ . . . Ndak enak didengar, apalagi bagi wong NU, karena yang menuduh Indonesia pincang tadi, dan yang disangka kena post power syndrome oleh netizen, seorang ‘Kiai’. Mantan pejabat NU . . .

Saya, yang cuma ngaku2 NU pun, kuping jadi ikut gatel. Baik karena penilaian Indonesia ‘pincang’, juga sangkaan pada pak Kiai sebagai post power syndrome.Karena saya ‘Jokower’ sekaligus ‘wong NU’, meski cuma ngaku2 ? Bukan . . . Cuma, jika lihat ‘kata data’, situasi dan kondisi lapangan, kayaknya ndak mungkin Indonesia jadi pincang, cuma karena aturan wajib booster. Terlalu menyederhanakan . . .

Saya juga ikut nonton moto-GP di Mandalika. Meski ndak wajib ‘booster’, prokes disana cukup ketat. Memang ndak ada periksa e-HAC, atau hasil tes Covid yang telah dicabut aturannya. Tapi di Bandara Soekarno-Hatta, saat check-in diperiksa ‘kartu’ vaksin. Minimal harus 2 kali . . . Sampai disana, ketika tukar ‘tiket electronik’ jadi ‘tiket gelang’, sebelum masuk antrian, harus scan ‘peduli lindungi’ . . .

Waktu naik bis transport, yang gratis, dari terminal ‘penyangga’ menuju arena yang berjarak sekitar 2 kilometer harus antri. Sebelumnya, lagi dan lagi scan peduli lindungi. Sekedar catatan, seluruh penonton harus naik bis yang disediakan. Mobil pribadi ndak boleh masuk area parkir arena. Kecuali para penggede, termasuk Jokowi, para Gubernur, Pejabat Partai, dan lain-lain . . .

Jadi, arena moto-GP diperlakukan seperti ‘cluster’. Tertutup. Sama seperti jika kita mau masuk Ancol, Taman Mini, atau Mall.Isi cluster moto-GP hari Pertama, Jumat, sebanyak 9.857, hari kedua sejumlah 30.021. Hari terakhir, puncak acara, berjumlah 62.293. Jadi total selama 3 hari ada sekitar 102 ribu Kepala. Banyak sekali ? Ooo ndak . . .Karena jumlah pengunjung Mall di Jakarta, selama 2 minggu saja, sudah jauh dari angka itu.

Mall Pondok Indah : 512.609 Kepala

Mall Kasablanka : 436.532

Mall Kelapa Gading : 433 422

Grand Indonesia : 433.319

Central Park Mall : 381.813, dan seterusnya . . .

Dalam satu hari, contoh Mall Pondok Indah, pengunjungnya rata2 : 512.609 / 15. Sekitar 34 ribu Kepala lebih . . .Artinya ? Moto-GP ndak ada apa2nya dibanding Mall2 di Jakarta. Yang berjumlah puluhan. Apalagi ditambah pengunjung pasar2 tradisional yang ‘bebas’ . . .

Kalau para pemudik mau semuanya di-scan peduli lindungi, ya ndak papa. Bisa tanpa booster.Tapi kan ndak mungkin dilakukan. Kalau Mall bisa scan di pintu masuk, demikian moto-GP. Lha, kalau orang mudik ? Mau scan di gerbang tol ? Wong menurut perkiraan akan ada 40 juta warga yang mudik, seluruh Indonesia, pakai kendaraan pribadi.Jalanan bisa macet. Dari Sabang sampai Merauke . . .

Makanya harus booster. Atau tes covid. Itu pun ndak semua diperiksa. Acak, ndak setiap kendaraan di stop. Silakan untung2an. Kalau pun ‘kepergok’, paling juga disuruh terus jalan saja . . .Simple, kan ? Ndak akan sampai bisa bikin Indonesia jadi ‘pincang’ . . .Selamat Hari Senin . . .

Sumber : Status Facebook Harun Iskandar

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed