by

Kasus Kecolongan Tanah Seperti Nirina Zubir

Oleh : Tika Sinaga

Jadi saya pernah membantu seorang teman yang orang tuanya kehilangan tanah kavling di Jalan Damai Petukangan, Jakarta Selatan. Bayangkan, ditengah Kota Jakarta tanah bisa hilang! Tanah itu statusnya masih girik yang diperoleh dari suatu instansi Pemerintah, dan bertahun-tahun dikuasai oleh Orangtua temanku yang sudah sepuh. Bahkan ada bangunan kecil disana. 1 tahun tidak kesana, waktu ia kesana ternyata sudah ada rumah mewah berdiri diatas tanah girik milik orangtua temanku itu.

Singkat kata, Kami masuk mengetuk pintu dan berbicara dengan penghuni. Ternyata tanah itu sudah jadi rumah seorang Camat di Jakarta Selatan yang waktu itu baru saja meninggal dunia. (Rupanya Habis nyerobot tanah meninggal dia). Hasil investigasi saya menunjukkan RT/RW/Kelurahan/Kecamatan, Notaris, semua terlibat. Bahkan peralihan Girik itu menjadi SHM mempergunakan nama yang sama dengan nama Pemilik tanah (Pemegang Girik Asli). Intinya, tidak mungkin sebuah tanah beralih tanpa kejahatan yang disusun sedemikian rupa dan melibatkan Pelayan Publik.

Anak dari si Camat (yang juga PNS) menawarkan saya sejumlah uang; itu bahkan menunjukkan bahwa dia tahu kejahatan Bapaknya . BPN juga seperti mempersulit investigasi kami karena tidak mau menunjukkan bukti-bukti Warkah sebagai dasar pengeluaran SHM. Bagaimana mungkin BPN bisa mengeluarkan SHM dengan GIRIK ASLI masih ada di si Pemilik Tanah?Dalam Kasus Nirina Zubir, terlepas dari lengahnya pengawasan dari anak-anak terhadap orangtua yang sepuh, seperti kasus teman saya di atas, harusnya kan Notaris menjadi “KONTROL” pertama atas berlangsungnya kejahatan peralihan tanah. RT/RW juga harusnya menjadi “KONTROL”.

Kelurahan, Kecamatan, BPN pun menjadi “KONTROL”; Tapi begitulah adanya, Kejahatan Tanah di negeri ini justru berasal dari Para Pelayan publik itu. (baca: Oknum)

Sumber : Status Facebook Tika Sinaga

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed