by

Daerah Lain Korupsi, DKI hanya Kelebihan Bayar

Oleh: Eko Kuntadhi

Di Jakarta, kita mulai tidak terlalu mengenal kata korupsi. Mungkin sebentar lagi kata itu hilang dari peredaran pada masyarakat Jakarta. Kini Pemda DKI punya rumusan kosa kata yang lebih menarik : kelebihan bayar. Itulah yang terjadi pada dua proyek di DKI Jakarta. Badan Pemeriksaan Keuangan yang memelototi transaksi Pemda DKI menemukan ada kelebihan bayar pada proyek pengadaan alat pemadam kebakaran senilai Rp 6,52 miliar.

Satu lagi proyek yang kelebihan bayar. Yaitu proyek PLTS Atap Sekolah senilai Rp1,2 miliar. Kelebihan bayar itu artinya Pemda DKI membayar lebih mahal dari yang semestinya. Atau terjadi mark-up. Atau penggelembungan harga. Atau rekayasa kuitansi. Atau barang murah dibayar mahal. Jika yang melakukan mark-up adalah institusi lain tentu beda cerita. Tapi ini mark-up dilakukan oleh Pemda DKI atau rekanannya. Karena itu kategorinya bukan korupsi. Sekali lagi, cuma kelebihan bayar doang.

Tata cara penyelesaiannya gak perlu pakai rompi oranye. Cukup dikembalikan saja kelebihan bayarnya. Bisa dicicil lagi. Kayak kredit motor. Padahal jauh sebelum proyek ini dieksekusi, seingat saya Fraksi PSI di DPRD DKI sudah menyoroti harga robot Damkar yang kemahalan. Maksudnya PSI nauh-jauh hari sudah tahu harga pengadaan alat Damkar itu di mark-up.

Misalnya harga robot Fire Fighting Damkar LUF60. Singapura, Filipina dan Kanada juga menggunakan produk sejenis. Mereka bisa membelinya dengan harga Rp2 sampai Rp5 miliar. Tapi Pemda DKI membeli produk serupa seharga Rp8 miliar? Jauh sebelum BPK repot-repot melakukan audit keuangan Pemda DKI, anggota dewan PSI dengan mudah menemukan kejanggalan. Gampang saja. Cari saja harga produk itu di internet.

Bandingkan dengan harga yang dibeli Pemda DKI. Cukup dengan sedikit kecermatan, sudah gampang terkuak pola permainannya. Yaitu penggelembungan harga. Ini mah, lagu lama. Seperti Widuri, Bob Tutupoly. Tapi, Pemda rupanya cuek dengan temuan awal itu. Padahal teriakan itu disampaikan William Aditya Sarana, anggota DPRD dari PSI saat laporan pertanggungjawaban keuangan disampaikan pada rapat paripurna DPRD DKI.

Tapi mungkin karena teriakan William itu juga akhirnya harus ada soal kelebihan bayar. Entahlah jika William tidak bersuara sebelumnya apakah kelebihan bayar itu bisa terdeteksi. Sebab kalau gak buru-buru ditutup dengan temuan kelebihan bayar, berbagai proyek Pemda DKI akan disoroti terus. Jadi anggap aja kasus kelebihan bayar itu sekadar ventilasi agar gak menyeret-nyeret proyek yang lain.

Saya membayangkan jika kasus kelebihan bayar ini terjadi di Pemda lain, mungkin pelakunya sudah bolak-balik di panggil KPK. Atau menghadap Kejaksaan. Tapi ini Jakarta, bung. Jakarta punya Gubernur namanya Anies Baswedan. Sama dengan nama penyidik KPK, Novel Baswedan. Jakarta punya anggota TGUPP yang mantan Komisioner KPK. Jakarta juga punya banyak bekas auditor BPKP yang duduk di TGUPP.

Mereka semua sangat ngerti tips and triknya membuat semua proses keuangan aman secara administrasi. Makanya kini kita mengenal istilah kelebihan bayar di Jakarta. Di tempat lain, untuk kondisi yang sama namanya adalah korupsi. Apalagi kabarnya Pemda DKI juga bermaksud membuat semacam KPK Daerah.

Saya gak tahu KPK yang dimaksud disini itu apa. Mungkin singkatan dari Komisi Pemberantasan Kelebihan Bayar. Dengan kata kelebihan bayar. Apalagi tidak cuma satu proyek. Kesannya Pemda DKI hanya tolol. Tapi gak korup. Begitu!

“Kata pepatah. Hanya keledai yang kelebihan bayar dua kali, ” ujar Abu Kumkum.

(Sumber: Facebook Eko Kuntadhi)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed