by

Peristiwa 4 November 2016

 

Dari informasi yang dia ketahui jam demi jam, massa sudah tumpah ruah di Masjid Istiqlal. Targetnya menuju kawasan monas dan depan istana. Benarlah, dari jam ke jam massa datang semakin banyak dan hampir semua ruas jalan Sudirman dan Thamrin serta kawasan Monas, jalan veteran sudah dikuasai massa. Jokowi mendapat kabar situasi itu semakin memanas. Saya membayangkan suasana hatinya ketika itu. Dia tidak dididik oleh ibunya membenci siapapun. Bahkan ketika ibundanya dihina sebagai non muslim oleh Cagub DKI, dia tidak marah, karena ibundannya melarangnya untuk marah. Bahkan ada pemuda yang menghinanya dengan meme yang sangat amoral bersama Megawati, dia maafkan dengan kerendahan hati istrinya memberi uang kepada pemuda itu untuk modal.

Dia tidak pernah menyuruh Polisi menangkapi ulama seperti yang dilakukan Oleh Megawati dan era sebelumnya yang memenjarakan Abu Bakar Baasir. Dia tidak memenjarakan HRS seperti yang telah dilakukan oleh era sebelumnya. Dia tidak menyuruh Tentara seperti Pak Harto memerintah Prabowo menculik aktifis. Dia tidak memerintahkan tentara menembaki para demontran seperti tragedi Tanjung Priok, Talangsari di era Soeharto. Dia berusaha dekat merebut hati siapapun. Hari hari pertama dia menjabat sebagai presiden, dia mendatangi kantor ormas islam, Muhammadiah, dan NU, MUI. Tanpa merasa rendah. Karena begitu ajaran agamanya dimana umarah mendatangi Ulama.

Atas dasar itulah Jokowi bersikeras untuk kembali ke Istana Merdeka. Dia masih berpikir positip bahwa sebaiknya dia menemui rakyat yang berdemo. Tidak seharusnya rakyat membencinya. Dia seorang muslim yang telah menyempurnakan rukun Islamnya. Dia telah mempertaruhkan segala galanya melindungi hak rakyat dari perampok bisnis rente. Petral yang menjadi perampok tersistematis sekian dekade berhasil dia hapus dari business yang merugikan negara. Para mafia pangan yang merugikan petani dan konsumen berhasil dia bonsai keberadaannya lewat kebijakan keras. Para perampok kekayaan di laut berpuluh tahun berjaya, telah dibuatnya terkapar dengan kebijakan ledakan kapal yang tidak berizin. Dia tidak minta di puji dengan semua yang dia lakukan karena itu semua dia lakukan untuk negeri yang dia cintai dan rakyat yang harus dilindungi.

Andaikan dia ingin menikmati kekayaan pribadi atas kekuasaan sebagai Presiden, dia akan mengikuti cara kerja presiden sebelumnya. Biarkan semua mafia itu ada. Biarkan kebusukan permainan anggaran di DPR yang merampok puluhan triliun uang APBN. Biarkan KPK tersandera Politik agar bukan tujuan memerangi korupsi tapi sebagai alat politik memerangi lawan politik. Tidak! dia tidak begitu. Dia tidak dididik oleh ibunya untuk menjadi pengkhianat bangsa dan negara hanya karena uang dan kekuasaan. Kepada keluarganya pun dia meminta mereka agar menjaganya dari kekhilafan dan lalai atas amanah yang diembannya. Dia tidak malu bila putranya menjadi pedagang martabak. Pesta perkawinan putra dengan cara sederhana tidak semegah putri ketua DPR atau lainnya.

Sepanjang usia kekuasannya dia telah mengorbankan waktu kebersamaan dengan keluarga. Tentu juga tidak mudah bagi seorang Presiden baru tiga tahun berkuasa tapi mampu berbuat lebih baik dari 70 tahun Indonesia merdeka. Tiga tahun semenjak menjadi Presiden, Jokowi telah mendatangi 33 provinsi di luar ibukota Jakarta, dari Aceh di ujung barat sampai Papua di ujung timur, dari Nusa Tenggara di pinggir selatan sampai ke Pulau Miangas yang terluar di utara. Sampai hari ini, Jokowi tetap blusukan: menghadiri sedikitnya 520 kegiatan beragam dalam 1.095 hari sebagai Presiden! Semua itu dilakukan agar semua program pemerintah yang sudah direncanakan telah dilaksanakan dengan benar, mengontrol jalannya proyek-proyek strategis nasional, mengecek hambatan-hambatan dan mencarikan jalan keluarnya.

Tapi Kapolri, Panglima TNI, BIN, dan menteri terkait di bawah Menko Polhukam memintanya tidak datang ke Istana Merdeka. Bahkan Paswalpres mendapat perintah menjadikan itu sebagai keputusan protokoler. Tentu ini demi keamanan dari Presiden sendiri, yang harus dijaga. Setelah memimpin salat magrib di lingkungan Bandara Soekarno-Hatta, 4 November 2016, Jokowi meminta kembali ke Istana. Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Danpaspampres) Mayjen TNI (Marinir) Bambang Suswantoro menolak permintaan Jokowi. Namun Jokowi bersikeras. Bambang mencoba bernegosiasi dan meyakinkan Jokowi tentang situasi yang tengah berlangsung di sekitar Istana. “Akses masuk Istana terkepung massa. Kalau ada pendemo yang tidak menghargai Bapak, kami keberatan,” ujar Bambang. Sebagai jalan tengah, akhirnya Jokowi setuju pulang ke Istana Bogor. Apakah Jokowi merasa tenang dan nyaman di Istana? Tidak.

Dia tak ingin jauh dari rakyat. Jokowi tak ingin menjadi presiden pengecut dan menanti keadaan aman di luar kendalinya. Mungkin dia bertanya kepada dirinya sendiri, apakah karena mereka ingin menjadikan negeri yang bersyariah Islam? Negeri ini menganut sistem demokrasi. Semua orang bisa saja mengubah segala galanya asalkan di lakukan secara konstitusional. Tidak bisa dengan cara kekerasan dan inkonstitusional. Kalau cara itu dibiasakan maka berikutnya akan selalu terjadi hal yang sama. Lantas kapan rakyat akan mendapaktan kedamaian. Kelompok Islam telah diberi wadah secara konstitusional melalui Parpol yang berazaskan Islam dan dimpimpin oleh Ulama. Apa lagi.? Mengapa tidak sistem itu saja yang diikuti dengan tekun dan patuh sampai bisa membuktikan kepada rakyat bahwa mereka memang pantas menang dan mengubah dasar negara.

Tapi apakah negeri ini benar benar sekular? Sejak UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sampai UU No. 23 Tahun 2011 tentang Zakat, sampai kini sudah ada 14 UU yang sesuai dengan Syariah. Jadi kalau ada orang bilang bahwa Indonesia itu negara sekular, itu artinya dia tidak pernah tahu UU yang ada di Indonesia. Oh mengapa tidak mencantumkan dasar negara adalah syariah? Tidak mencantumkan Islam secara formal bukan berarti Indonesia negara sekular. Secara substansi Pancasila telah mewakili semua prinsip dasar Tauhid dan syariah dalam bermasyarakat dan bernegara.

Cobalah jawab dengan jujur terhadap lima sila dalam Pancasila. Kita mulai dari yang pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa? Kalau kita tidak mengakui maka itu artinya kita sendiri yang sekuler atau tidak berTuhan.

Kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Kalau kita tidak setuju dengan sila kedua ini maka sudah dipastikan hidup kita tidak berakhlak. Tidak ada nilai nilai manusiawi.

Ketiga, Persatuan Indonesia. Kalau kita tidak bisa menerima persatuan Indonesia atas dasar keberagaman maka akhlak kita dipertanyakan. Mengapa? orang beriman dan berakhlak itu mudah dipersatukan demi kedamaian. Kita bisa mengatakan bahwa islam itu agama damai, tapi apakah agama lain juga tidak cinta damai? lantas mengapa harus paksa orang lain? Oh kita mayoritas? benar islam mayoritas tapi bukan islam yang sepaham dengan kalian. Sikap berpikir kalian tidak mewakili sepenuhnya ajaran islam yang dipahami orang lain yang juga beragama islam. Dan orang islam lain berhak berbeda dengan kalian. Lantas mengapa kalian paksa umat islam lainnya harus sama dengan kalian? Secara demokratis lebih banyak yang tidak sependapat dengan kalian. Mengapa keras hati memaksakan kehendak. Hidup ini bukan saling memaksakan kehendak tapi berdamai dengan kenyataan.

Keempat, Asas Musyawarah dan mufakat. Kalau kita tidak bisa diajak musyawarah dan mufakat secara beradab maka apakah cara pemaksaan kehendak lewat demo merupakan kebenaran yang diakui semua umat islam? Tidak. Lebih banyak yang memilih waras berdamai dalam musyawarah daripada teriak di pinggir jalan. Kelima, keadilan sosial. Kalau kita tidak bisa menerima keadilan sosial, lantas keadilan seperti apa yang kalian perjuangkan? Apakah demi keadilan sosial dibenarkan melanggar hukum dengan alasan populis ? kan tidak begitu.

Kalau kalian masih meragukan Pancasila dengan alasan bersayap bahwa kalian memperjuangkan khilafah karena kalian membela NKRI dan Pancasila, maka yakinlah pembelaan cara seperti itu merendahkan nilai nilai perjuangan para bapak pendiri bangsa ini yang sebagian besar mereka adalah ulama. Apapun gerakan atas nama agama, itu tetaplah gerakan politik praktis, pasti transaksional.

Ketahuilah bahwa ada lebih banyak aktivis Islam melihat negara secara positif dan telah ikut berdakwah secara nyata melalui perjuangan menggolkan 14 UU yang sesuai dengan syariah islam. Juga tidak sedikit yuriprudensi hakim peradilan agama atau keputusan hakim selain peradilan agama yang menjadikan hukum Islam sebagai dasar putusannya. Dan lebih jauh lagi adalah adanya Penyatuan peradilan agama dengan Mahakamah Agung, menunjukkan bahwa nilai-nilai hukum Islam dapat diterima dalam pelaksanaan hukum di Indonesia. Belum lagi terbentuknya advokasi Syari’ah yang memberikan bantuan hukum kepada umat Islam pencari keadilan. Jelaskan, bahwa sebetulnya semua hal tentang agenda negara islam sudah diterapkan. Artinya apa? semua produk legislasi di DPR dari sejak perdagangan, keuangan, investasi dan lain lain semua islami. Kalau tidak maka akan mudah dipatahkan di MK. Jadi kalau alasannya bahwa Indonesia belum melaksanakan islam secara kafah dan hanya khilafah sebagai solusi maka itu tak lebih cerita lama yang akan membuat kita akan terbelah dan negeri ini akan pecah.

Mengapa masih ada ketidak adilan, korupsi dan maksiat? itu bukan karena hukumnya salah, tapi karena akhlak atau mental manusianya yang buruk. Tingkat korupsi di negara yang mayoritas islam lebih tinggi dibandingkan dengan negara secular seperti Swiss? Apakah dengan begitu kita harus simpulkan islam lebih buruk daripada secular? Kan tidak begitu. Itu kembali kepada akhlak individu, bukan ajaran agama. Sampai kapanpun selagi setan belum di musnahkan Tuhan, akan selalu ada kemaksiatan. Hidup adalah perjuangan kebaikan yang akan selalu bersanding dengan kemaksiatan, dan merupakan ujian untuk mereka yang beriman. Mengapa kita harus terus berbeda hanya dalam pikiran kita masing masing. Marilah bersatu melihat keluar dalam standar Pancasila agar kita terus bergandengan tangan dengan cinta.

Karenanya dia putuskan untuk kembali ke Istana Merdeka. Ketika perintah kembali ke Istana, Bambang dan para stafnya sedang makan malam di kafe. Dia segera menghentikan makan malam. Begitu tiba di Istana, Jokowi langsung menanyakan perkembangan situasi di Jakarta. Bambang pun menjelaskan situasinya belum kondusif bagi Presiden untuk bisa masuk ke Istana Merdeka. Jokowi, lalu balik kanan kembali masuk ke kamar. Tak berapa lama kemudian, Jokowi kembali ke luar dan menanyakan situasi terakhir. Bambang pun kembali menegaskan hal serupa. “Pak, Mensesneg menyampaikan agar Bapak tetap di Istana Bogor saja.”

“Oke,” jawab Jokowi. Lalu kembali masuk kekamar untuk sholat. Selang beberapa menit kemudian, Jokowi kembali ke luar tanpa bertanya lagi, tapi langsung memerintah Bambang mengawal kembali ke Jakarta. Tak ada sedikitpun rasa kawatir dan takut pada wajah Jokowi. Saat itulah Bambang sadar bahwa ini perintah panglima Tertinggi. Sebagai Perwira marinir ia tak kuasa membantah selain menyatakan, “Siap, Pak!”. Setiap prajurit memang dituntut tidak ragu melaksanakan perintah. Dengan alasan taktis, kendaraan yang digunakan cuma dua: satu jip Mercy yang biasa ditumpangi Danpaspampres dan satu mobil voorijder. Jokowi tak keberatan menumpang mobil pengawalnya dan duduk berdampingan. Artinya ketika itu tidak ada ribuan prajurit mengawal jokowi.

Sebelum berangkat, Bambang memberikan opsi kepada Presiden mengingat massa ternyata masih bertahan. Jika tetap ke Istana Merdeka, diperkirakan massa akan memaksa masuk dan terjadi bentrokan dengan aparat. “Kalau terjadi pertumpahan darah, provokatorlah yang akan bertepuk tangan,” kata Bambang. Saat itulah Jokowi sadar bahwa musuhnya sengaja membenturkannya dengan Rakyat dan memancing terjadi pertumpaham darah. Dari cerita teman saya, disaat situasi tidak menentu itu Jokowi tetap tenang. ia memutuskan agar kendaraan dialihkan ke Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Kesetian TNI AU kepada Presiden disaat genting itu sangat total. Semua kekuatan TNI AU dalam keadaan standby mengawal presiden dari segala kemungkinan terburuk.

Dalam perjalanan menuju Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Jokowi meminta para menteri terkait merapat ke Halim untuk mengikuti rapat. Ketika melintasi kawasan Taman Mini sekitar pukul 21.00, masuk laporan bahwa massa sudah bergeser ke Patung Kuda dan Istana sudah siap dimasuki Presiden. Keadaan sepenuhnya sudah dikuasai oleh aparat. Tiba di Istana, Presiden langsung menggelar rapat dengan para menteri terkait, lalu menyampaikan hasilnya kepada pers. Dari peristiwa 411 itu hikmah yang didapat oleh Jokowi adalah dia tidak bisa lagi sepenuhnya bergantung dengan partai pendukung. Konsolidasi kepada TNI dan Ulama mulai menjadi agenda utamanya.

Sepanjang tugasnya sebagai Presiden, dialah presiden satu satunya yang paling banyak berkunjung ke seluruh pelosok Tanah Air. Denga kerja keras dia merebut hati rakyatnya dengan sepenuh hati sepenuh cinta. Selebihnya kepada Allah dia berserah diri. Teman saya berkata kepada saya ” andaikan massa berhasil menjatuhkan Jokowi, maka sejarah akan mencatat seorang presiden di jatuhkan bukan karena korup, bukan karena amoral, bukan karena melacurkan diri dengan asing, bukan karena menghina ulama, bukan karena melarang orang beriman beribadah, bukan karena melanggar konsitusi tapi karena dia mencintai negerinya dan putranya berdagang marbak. Dan dia jadi korban betapa bobroknya mental elite yang haus kekuasaan dan harta. Yakinlah setelah itu, Indonesia akan masuk abad kegegelapan dan bahkan lebih buruk dari Suriah. Karena antar para kaum rakus dan bodoh akan saling bertempur memperebutkan kekuasaan.

Tapi berkat rahmat Allah, Indonesai selamat dari ambisi oleh segelintir orang untuk menjadikan orang baik sebagai pecundang. Indonesia akan baik baik saja. Sebagian besar orang mendoakan Jokowi karena dia tulus dan tentu Tuhan menjaganya dari kebobrokan orang yang ingin menzoliminya.

 

(Sumber: Buku “Jalan Sepi”)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed