Oleh: Teguh Imam Suryadi
Ada kemeriahan kecil di kediaman Iwan Fals, di kampung “ujung aspal”, Leuwinanggung, Kota Depok usai pertandingan tim sepak bola Indonesia melawan Argentina, Senin (19/6) malam.
Tanpa direncanakan, saya nyanyi ‘sepanggung’ dengan Iwan Fals, legenda musik Indonesia, pendiri organisasi OI (Orang Indonesia) bernama asli Virgiawan Listanto itu.
Ini pertamakali saya bertamu, malam hari pula. Tapi, cahaya lampu membantu saya meraba lansekap rumah di lahan yang cukup luas itu.
Ada taman dan ruang tamu terbuka, tempat parkir, deretan toilet dan panggung besar. Semua itu berada di belakang rumah.
“Biasanya, tamu lewat pintu belakang,” kata Yon Moeis menjelang gerbang ‘istana’ Iwan Fals. Dia sudah kesekian kali bertandang ke rumah sahabatnya itu.
Dua penjaga membukakan pintu gerbang untuk kami.
***
Saya, RajaPane, Yon Moeis, Yuga Aden, dan Muhammad Raji Firdana diterima Iwan Fals di ruang tamunya yang luas. Di sana, kami mengobrol macam-macam selama tiga jam.
Secangkir kopi khas Aceh tanpa pemanis, dan kue-kue kering ikut menemani. “Ini pisang hasil kebun sendiri,” kata bang Iwan ketika meletakkan di meja sesisir pisang Ambon siap santap.
Sebuah gitar digital berwarna putih disiapkan tuan rumah bagi para tamu yang mau memainkan. Saya tertarik menjamah gitar tunggal yang suaranya garing bulat itu. “Pencet aja tombolnya untuk merubah steman,” kata bang Iwan ketika saya mencoba mainkan gitar itu.
Gitar unik ini dilengkapi tombol kecil di bagian body untuk menghasilkan suara lebih hidup, seperti tersambung ke speaker.
“Raja ayo kita nyanyikan lagu “Ayah” bareng-bareng, kita kan para ayah juga,” kata Iwan meminta kesediaan Raja Pane, salah satu sahabatnya sejak kuliah di Sekolah Tinggi Publisistik (STP) Jakarta atau IISIP.
Raja Pane senior saya ketika di Harian Terbit tahun 1990an. Dia sigap, langsung memetik gitar membuat intro musik, dan kami mulai menyanyikan lagu “Ayah” milik The Mercy’s. Selesai, dilanjutkan lagu “Akhir Cinta” milik grup Panbers.
Tawa kami pecah untuk kesalahan, kekurangan, dan kekonyolan saat membawakan “Akhir Cinta” yang pada part tertentu butuh suara agak tinggi. Konon, tertawa bersama teman memberi efek menyehatkan jiwa.
Meski masih betah untuk melanjutkan ‘konser’, tapi batas waktu sudah mentok di angka 00.30. Kami pamit pulang, didahului bersalaman dengan sang legenda.
Semoga pemirsa terhibur. Oya, terimakasih untuk uda Yon Moeis yang merekam momen bersejarah ini.**
(Sumber: Facebook)
Comment