Oleh : Wahyu Sutono
Sudah bisa diduga sebelumnya bahwa apapun yang dilakukan oleh Presiden Jokowi pastilah akan selalu dipersalahkan oleh segelintir oposan dan para pengikutnya, terlebih bila hal itu terkait dengan masalah keagamaan.
Seperti saat Presiden Jokowi menghadiri perayaan Natal di Gereja Zebaoth di Jalan Juanda, Bogor, dan Gereja Katedral di Jalan Kapten Muslihat, Bogor, Jawa Barat. Sontak ada yang mencibirnya sebagai pencitraan dan kafir.
Bahkan seorang Pigai mengecamnya sebagai sikap yang tak elok, karena Presiden Jokowi dinilai bukanlah Tuhan Allah. Padahal para jemaat kedua Gereja justru menyambutnya dengan suka cita, dan kehadiran Presiden Jokowi dikatakannya sebagai hadiah Natal.
Ambigunya, Anies Baswedan yang juga Muslim sudah beberapa kali terlihat masuk ke berbagai rumah ibadah non Muslim, termasuk ke Gereja, bahkan hingga diberi nama Yohanes, namun tidak ada yang menyoalnya, malah dinilainya sebagai sosok pemimpin yang toleran.
Politik identitas sudah semakin dimainkan seperti halnya tahun-tahun politik sebelumnya hanya untuk sekadar meraih suara yang justru malah tak elok dan menyesatkan. Lebih ambigu lagi, di negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam pun dikatakannya terjadi Islamophobia yang jelas itu mustahil
“Umat Katolik diyakini tidak akan terima dengan pernyataan Pigai. Karena seorang Katolik sejati tentulah akan mengedepankan kasih sebagai ajaran Yesus yang utama. Lagipula Presiden Jokowi masuk ke Gereja sempat berhenti untuk menunggu Perayaan Ekarasi selesai.”
“Dari foto dan video yang beredar pun bisa dilihat bahwa Imam sudah tidak mengenakan Kasula dan Stola, yang itu artinya bahwa Ekarasi atau Misa sudah selesai. Mohon koreksi bila penulis salah untuk satu hal ini.”
Sumber : Status Facebook Wahyu Sutono
Comment