by

Ustadz Maulana

Oleh : Ahmad Atho

Setiap pagi, setelah jama’ah Sholat Subuh dan mendarus Al Qur’an, aktifitas pertama ibu saya adalah menyimak pengajian di Trans TV, Islam Itu Indah, yang ikonnnya adalah Ust. Maulana itu, siapapun belum boleh memindah channel sebelum acara selesai, kadang pas iklan saya pindah channel untuk lihat berita highlight sepakbola saja beliau keberatan. Selain acara ini beliau juga kadang suka menyimak Mamah Dedeh di TV Indosiar, acara Damai Indonesiaku di TV One, juga acara Kontes Da’i musiman di TV Indosiar.

Pernah dulu, tanpa bermaksud merendahkan acara-acara di atas, saya mencoba memperkenalkan dan mengusulkan kajian yang lebih bagus (menurut pribadi saya), seperti kajian Ust. Dr. Ahmad Luthfi Fathullah di TVRI atau juga pas Ramadhan saya ajak beliau nyimak Habib Quraish Shihab dengan Tafsir Al Misbah-nya, tapi apa jawaban ibu saya?, “Aku ora paham, Tho’”.Ibu saya mengaku tidak paham dengan apa yang Ust. Luthfi dan Habib Quraish bicarakan, saya memaklumi karena ibu saya memang tidak pernah mondok, tidak bisa ngaji kitab kuning, tidak pernah mendapat pendidikan agama yang cukup seperti anak2nya, bahkan beliau pernah cerita sendiri ke saya bahwa beliau bisa ngaji Al Qur’an itu saja karena dulu diajari oleh bapak setelah jadi suaminya, jadi maklum kalo bahasa dan bahasan dua Ulama ini beliau rasa terlalu tinggi hingga beliau pun sulit memahaminya.

Tapi meski Ibu saya sangat awam seperti itu, untuk semangat mengaji maka saya ini tidak ada apa2nya dibanding beliau. Bagi orang seperti ibu saya ini, kajian Ust. Maulana dan Ustadz2 semisal itulah yang mudah dipahami dan diterima, dan saya yakin di luaran sana banyak juga orang semisal ibu saya ini. Maka ketika beberapa kali heboh ucapan Ust. Maulana, viral cara ngaji beliau yang tidak lazim sampai manjat dan naik di atas mimbar dulu itu, atau juga kontroversi ucapan2 Ustadz dan Ustadzah lainnya hingga juga ramai komentar bahwa acara2 mereka tidak layak ditonton, saya berusaha tidak ikut2an berkomentar miring tentang mereka dan apalagi meminta ibu saya untuk berhenti menonton acara2 itu lagi, karena selain mereka sudah menjadi guru bagi ibu saya, besar kemungkinan kalo tidak menonton acara2 ngaji seperti itu paling beliau beralih nonton kontes musik dangdut, gosip artis, atau sinetron2 zero faedah lainnya.

Sedangkan saya yakin acara2 ngaji bareng Ustadz2 artis itu jauh lebih baik daripada nonton gosip artis, apalagi kalo ingat bahwa acara gosip ini pernah difatwakan haram. Dan lagi, kalo nyimak acara2 ngaji TV itu niat ibu tentu saja baik meski kadang tidak paham atau tidak mendapatkan tambahan ilmu, tapi kalo nonton gosip atau sinetron itu mau diniati apa?. Jadi ketika mendengar orang dengan bangga berkata, “Alhamdulillah setelah saya share kesalahan2 Ustadz Fulan, teman2 saya banyak yang tidak lagi ikut pengajiannya dan tidak menonton lagi kajiannya di YouTube.”, saya justru miris mendengar pengakuan orang seperti ini, kecuali dia memberi alternatif yang lebih bagus dan diterima oleh teman2nya itu.

Karena jangan2 setelah teman2nya itu tidak mau menonton ngaji si Ustadz malah menonton acara2 ‘yak nah’ di YouTube, tidak lagi ikut majlis ta’lim si Ustadz tapi malah kluyuran kongkow2 dan ngobrol ngalor ngidul ngga jelas. Kalo seperti ini bukannya yang bangga tadi malah menjadi sebab dari kemerosotan amal teman2nya?Dan juga apakah dia sudah mengkalkulasi berapa persen kesalahan yang dilakukan oleh si Ustadz dibandingkan dengan kebenaran dan kebaikan yang disampaikan pada pengajiannya selama bertahun-tahun itu sehingga si Ustadz harus ditinggalkan?.

Terakhir, saya ingin mengutip nasehat Abul Laits As Samarqandiy dalam kitabnya Tanbihul Ghofilin, semoga masih ada korelasi dengan curhatan saya diatas :”Siapa yang mau duduk, hadir atau menyimak pengajian seorang yang ‘alim, kalaupun ia tidak mampu menghafal satu ilmu pun, maka setidaknya ia telah mendapatkan 7 karomah/kemulyaan, yaitu :

1. Keutamaan predikat muta’allim/pelajar.

2. Terhindar dari dosa2 (karena kalo dia duduk menyimak selama 3 jam maka 3 jam itu sudah dia pastikan habis tidak untuk melakukan dosa).

3. Mendapat limpahan rahmat sejak berangkat mengaji.

4. Ketika rahmat turun kepada ahli majlis maka ia pun mendapat bagian lagi.

5. Ditulis sebagai amal ketaatan selama ia masih mendengarkan.

6. Ketika ia merasa sedih hati karena tidak faham maka kesedihan itu akan mengantarkannya ke hadirat Alloh swt. karena sesuai firmannya dalam hadits qudsiy : “Aku bersama orang2 yang hancur hatinya karena-Ku”, artinya Aku yg akan mengobati dan menolong mereka, dan

7. Diriwayatkan: “orang yang ‘alim itu mulia sedangkan orang yang fasiq itu hina”, maka hati orang itu pun akan dipalingkan dari kefasikan dan dijadikan senang pada ilmu.”Nas-alullaahattaufiq..

Sumber : Status Facebook Ahmad Atho

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed