by

Somad Calon Wapres? Why Not?

Percikan niatannya itu setidaknya terlihat dari “fatwa” dia soal pasangan muslim dan non muslim sebagai rendang kentang daging anjing. Ketidaksukaannya akan politisi non muslim juga ditunjukkan dimana-mana.

Saat Pilkada kemarin, Somad dan kawan-kawan tampil mendukung cagub pilihan Gerindra dan PKS di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sumatra Utara. Konon, berkat tampilnya Somad di kampanye terakhir di Medan, Edy Rahmayadi langsung mendapat tambahan suara dan menang.

Dan Rizieq Shihab nampaknya senang dengan keputusan tersebut karena sejak itjima digelar, dia meminta koalisi nasionalis-agamis yang jelas menunjuk Prabowo berdampingan dengan wapres pilihan GNPF.

Namun demikian, gagasan GNPF menyodorkan Somad akan berhadapan dengan “kontrak politik” pak Prabowo dan pak SBY yang menginginkan Agus menjadi wapres. Demokrat juga sejak awal alergi dengan gerakan PA 212 yang dikatakan sok-sokan punya pengaruh dalam pilpres. Itu sebabnya, baik Demokrat maupun PA 212 mengambil jarak.

Jika GNPF konsisten menunjukkan warnanya dan keluar dari wilayah abu-abu yang rawan dengan sebutan munafik, harusnya mereka langsung mendesak Gerindra mendukung Somad sebagai wakil presiden mendampingi Prabowo. Jangan cuma jadi tukang kompor saja.

Demikian juga dengan Somad agar mengikuti jejak Zainuddin MZ yang juga berpolitik. Lepas dari kontroversi disekitar Zainuddin MZ kala itu, Dai Sejuta Umat menunjukkan jati dirinya sebagai politisi. Tidak lempar batu sembunyi tangan.Berselindung hujan ayat Quran dan gerimis hadist bagi tujuan politis.

Pasangan Prabowo – Somad jelas akan lebih powerful dari pasangan manapun untuk menghadapi Jokowi. Dan ini sangat sehat agar kekuatan anti Jokowi bisa lebih terorganisir dan kebal dari susupan elemen-elemen teroris pemerkosa Islam. Koridor demokrasi akan menutup celah-celah ini. Sejarah membuktikan kelompok radikal agamis akan berubah menjadi moderat ketika berpolitik dalam suasana demokratis. Somad punya andil besar disini.

Jadi, saat ini bola ditangan Somad. Dia harus maju dengan berjubah politik. Konsisten. Tidak malu-malu.

Agar cap munafik tidak melekat karena strategi politiknya yang selama ini memakai teknik menjauh dan mendekat.

 

Sumber : facebook Budi Setiawan

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed