Oleh : Sobar Harahap
“Anies pantas dilupakan. Sudah, titik!” Ungkapan itu meluncur dengan sangat lancar dari mulut Boni Hargens di salah satu acara ILC. Ia berkata sambil mengibaskan tangan kanannya, seolah-olah sedang mengusir seekor lalat.
Sebenarnya kurang etis membuka catatan ini dengan kalimat manis semacam itu. Tapi sungguh saya kesulitan mencari alternatif lain. Mungkin karena ungkapan itu sudah terlalu keras bercokol di kepala saya selama berhari-hari.
Hargens adalah pengamat politik yang tajam. Analisanya selalu menarik untuk disimak. Pastilah setiap ucapannya punya dasar dan alasan yang kuat.
Pernyataannya itu memang mampu membuat saya terusik. Saya jadi terpancing ingin menengok ke belakang dan mengingat kembali riwayat perjalanan Anies Baswedan. Rekam jejaknya, serta apa saja yang sudah dikerjakan selama jadi pemimpin.
Hasilnya memang tidak begitu menggembirakan. Nyaris seluruh program Anies berjalan terseok-seok selama ia menjabat gubernur, bahkan harus ganti-ganti nama segala agar tidak dibilang gagal. Sebut saja misalnya Oke- Oce yang sekarang jadi Jak Preneur.
Belum lagi program rumah DP 0 rupiah. Program itu memang terdengar menggiurkan. Bahkan dijanjikan bisa membangun 300 ribu rumah selama kepemimpinanya, tapi nyatanya sampai sekarang seribu rumah pun gak sampai. Warga kecewa sebab ternyata yang disediakan Anies hanya rumah susun, yang jika dihitung-hitung harganya lebih mahal.
Fenomena ini mengingatkan saya pada film berjudul The Invention Of Laying, atau penemuan kebohongan. Dikisahkan penduduk sebuah kota hidup dalam kejujuran, mereka tak pernah mengenal apa itu dusta dan kebohongan. Sampai suatu hari Mark Billson berhasil menemukanya, dan lalu menggunakan kebohongan untuk mendapat keuntungan.
Dari kebohongan itu Mark memperoleh apa yang diinginkannya. Ia mengantongi kekayaan, posisi terhormat, dan bahkan penggemar.
Anies mungkin tidak sama persis dengan Mark Billson. Tapi jika melihat fenomena di seputar kepemimpinannya, rasa-rasanya enggak berbeda jauh. Di satu sisi ada dusta yang berkelindan, di sisi yang lain ada yang diuntungkan.
Dusta yang belakangan ini amat mencolok adalah ketika Anies menanggapi robohnya pagar pembatas tribun JIS, stadion Rp. 4,5 trilun yang dia bangga-banggakan itu.
Anies mengoceh insiden ambruknya pagar adalah bagian dari proses alami. Memang menawan sekali ucapannya! Tapi untungnya kita belum pikun-pikun amat. Orang akan mengiyakan perkataan Anies jika stadion itu dibangun 200 tahun silam. Lha ini bau catnya saja masih menyengat.
Kita pastilah akan lebih menaruh hormat jika Anies berterus terang, bahwa misalnya spek matrial pagar JIS memang kurang baik sehingga gampang roboh, dan seterusnya. Tapi rasanya mustahil dia bakal berkata seperti itu.
Memang berbeda jika harus membandingannya dengan sikap Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. Tentu kita masih ingat bagaimana ia ngamuk gara-gara mendapati matrial pembangunan gedung sekolah di Tawangmangu tak sesuai spek. Ganjar marah dan langsung menelpon kontraktornya.
Ganjar berdiri di tengah-tengah rakyat. Ia paham betul bahwa hanya rakyat yang berhak menikmati setiap pembangunan, bukan demi nama besar dirinya, apalagi sekedar prestasi.
Pada akhirnya saya paham kenapa Anies harus dilupakan. Selain dia datang dengan membawa citra buruk politik identitas, banyak programnya yang tidak berjalan, kecuali mengolah kedustaan.
Sumber : Status Facebook Sobar Harahap
Comment