by

Selamat Ulang Tahun, Indonesiaku

Oleh: Iyyas Subiakto

Dihari kelahiranmu jutaan mata dan hati menunggumu, rasa bangga, haru, menyertai setiap helaan nafas saat itu.

MERDEKA adalah kalimat yg menunjukkan eksistensi kemanusiaan atas lepasnya penjajahan yg menyelimuti negeri yg dicintai ini.

Harga sebuah kata Merdeka bukanlah harga biasa, jutaan nyawa menyertai proses itu tanpa pamrih dan rasa takut, satu kata dan tekad yg ada saat itu, bahwa sebuah negara Merdeka harus segera ada.

INDONESIA sebuah singgahsana di Nusantara. Saat bendera dikibarkan yg semalaman dijahit Ibu Fatmawati, jutaan bulir air mata menyertai hari kebahagiaan dan kebanggaan itu terlaksana, disana juga jutaan ruh Pahlawan turut menyaksikan bahwa perjuangannya tak sia-sia, usahanya telah diridhoi Allah untuk mewujudkan sebuah torehan sejarah dan dibaluri darah, Indonesia berjuang untuk Merdeka, bukan minta-minta.

Itulah jati diri kita, terima kasih Soekarno-Hatta, dan pahlawan yg meregang nyawa.
Mengisi kemerdekaan yg diusahakan dengan darah dan nyawa, ternyata tidak mudah, 20 thn Soekarno menata, ternyata dia dienyahkan oleh sebuah kudeta tersamar karena emas dan harta Indonesia dilirik Amerika dan dunia.

Soeharto mantan kenil yg ternyata seorang benalu tak berbudi telah membusukkan Indonesia dengan cara mengamputasi semua lini demi kroni, keluarga, dan diri sendiri.
32 thn dia menggerogoti isi perut negeri ini, walau dirasa seolah nyaman sentosa ternyata itu cuma ada dipermukaan, didalamnya ada api dalam sekam, karena demokrasi menjadi tenggelam, krisis kemanusiaan semakin dalam.

Sambungan pemerintahan yg di jedakan oleh Habibie, GUSDUR dan Megawati ternyata hanya mainan kaum orba yg masih ada, setelahnya mereka cari patner yg satu nafas untuk merampas dan dilanjutkan 10 tahun bersama SBY. Indonesia sesak nafas.

Silih berganti, dan banyak keinginan, akhirnya kami mendapatkan Jokowi yg Engkau kirim kepada kami sebagai penerus sebuah cita-cita membangun bangsa Indonesia yg digdaya, bukan cuma busung dada sebagai sang penguasa, dan membuat busung lapar rakyatnya.

Tali temali merajut sebuah kebenaran ternyata tak mudah karena negeri ini telah terlanjur dihancurkan dari dalam oleh sekelompok manusia setan berwujud kesopanan namun sesungguhnya mereka lebih buas dari Srigala, mereka telah menghempaskan hajat hidup jutaan bangsa Indonesia.

Berkedok agama dan berjubah ulama mereka memangsa dari mulai Al-Quran, KTP, Aspal, Jembatan, bahkan dana bansos disungkahnya seperti perutnya tak berusus sehingga tidak ada batasnya.

Di tengah pandemi yg sudah masuk tahun kedua kelelahan raga dan biaya kita rasakan bersama, negara menguras APBN, pengusaha menguras neraca, rakyat memakan tabungan yg ada, apakah semua cukup, relatif dari manakita mengukurnya, kalau dari kebiasaan pastilah tak tercukupkan.

Jokowi hadir dan berpidato kenegaraan dgn baju adat Badui, isi pidatonya fokus pada hidup dgn optimisme di tengah pandemi dan pemulihan ekonomi.
Banyak makna dari baju adat yg sangat sederhana itu, dari mulai alas kaki yg terbuka sampai warna hitam yg agung.

Badui adalah suku yg sangat patuh oleh ajaran budaya dan keyakinannya. Mereka tidak mengenal gelar profesor, doktor atau sejenisnya. Mereka hanya berpegang pada akhlak, hidup jujur, berprinsip, tidak serakah dan merawat semesta.
Wilayah Badui mungkin satu-satunya wilayah yg tak dihampiri pandemi karena mereka tidak terkontaminasi oleh hidup kedonyan dan gaya-gayaan.

Badui adalah tonggak peradaban Nusantara.
Penyampaian Doa dari MUI yg meminta agar Allah memperbaiki pemimpin tidaklah salah dan mestinya dimulai dari institusi seperti MUI yg selalu blunder atas ucapannya.

Sebuah doa adalah ungkapan kepada sang khaliq atas sebuah keinginan kebaikan, bukan olok-olokan yg pernah di sampaikan pada waktu yll diacara sakral tahunan.
Tuhan telah dimain-mainkannya. Apakah kita heran, tidak perlu juga. Karena pemain sirkus yg pawangnya sudah mulai lupa ini adalah cuma hiburan kita.

Didepan kita sedang ada pertunjukan yg luar biasa dan belum ada sebelumnya, sebuah perwujudan bangkitnya Indonesia ditangan orang berpostur kecil badannya namun bernyali besar dalam bertindak dan berencana, bukan sekedar mulut saja yg besar, koar-koar, otaknya gak bergetar.

Jokowi adalah sebuah eviden, bukan preseden.

Indonesia negeri tercinta, engkau tidak kami biarkan hanya dijadikan selasar bagi manusia kasar yg merampas hak-hak kami, engkau harus kembali kepada cita-cita semula oleh pendiri bangsa, bahwa Indonesia sebuah keniscayaan, bukan cuma selogan yg keluar dari mulut kecut para pengecut.

Digahayu Indonesia yg digdaya. Jokowi penuh makna dan nyata, yg lain cuma bayang-bayang dibawah telapak kaki yg penuh daki.

(Sumber: Facebook Iyyas Subiakto)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed