by

Rupiah Perkasa, Kenapa Hidup Masih Sulit?

Oleh : Karto Bugel

Jangan bertanya pada mereka yang membencimu. Jangan pula pula mencari jawab pada mereka yang memujimu. Jawaban jujur tak akan pernah hadir dari kelompok seperti itu. Kita pintar bukan otang tua kita bercerita, kita menyebalkan bukan pula keluar dari mulut mereka yang tak suka dengan kita. Tanyakan pada mereka yang paham dengan apa itu kinerja dibanding dengan hasil yang mampu diperoleh. Untung dan rugi tak berbicara like dan dislike. Pasar tak pernah bohong.

Jangan tanya pada Zonk, Gerung, Lizal Lamli, Hidayah tur Kwalik atau para politisi Demokrat tentang bagaimana kinerja pemerintahan di bawah Jokowi. Pun jangan tanya pada Ruhut Sitompul, Ngabalin, Denny, Eko Kuntadi dan Permadi. Mereka bukan cermin yang baik. Tanya pada pasar. Tanya pada banyak investor yang berkepentingan menjadikan Indonesia sebagai tempat bagi investasinya.

Buruk rupa kita pada penanganan mengelola negara akan tercermin dari kondisi dan berbanding terbalik dengan jumlah kepercayaan investor. Bagus pemerintah mengelola negara, bagus pula tampak wajah kita pada cermin. Mereka datang. Ekonomi bergerak. Nilai mata uang stabil.. Entah belajar dari mana si krucil itu berani menyebut Indonesia akan menjadi “failed nation” atau negara gagal. “Jangan sampai negara kita disebut sebagai ‘failed nation’ akibat ketidakmampuan negara selamatkan rakyatnya,” begitu tuturnya.

Itu benar-benar pernyataan asal bunyi dan dapat dengan mudah dibuat terkait karena sebab dia tak suka dengan pemerintahan Jokowi. Si krucil itu tak pernah mengunggah data selain hanya berupa pernyataan subyektif. (Kita juga boleh tepok jidat bila subyektifitas seperti itu masih bisa keluar dari seorang yang baru saja terima gelar doktor dengan predikat Cum Laude.) Adakah pemerintah di bawah Jokowi gagal ketika Rupiah dalam satu tahun terakhir ini ternyata adalah mata uang terkuat di kawasan Asia Tenggara?

Menguatnya nilai tukar mata uang kita adalah cermin jujur bahwa keadaan atau cara kelola negara di bawah Jokowi telah sesuai jalur. Tak mungkin bila negara ini gagal di satu sisi dan di sisi lain nilai tukar mata uangnya naik. Itu paradoks. Hanya Singapore dianggap lebih baik dalam penanganan pandemi. Semua negara ASEAN belakangan ini mengalami lonjakan kasus penyakit akibat Covid-19. Tetapi data berkata bahwa Indonesia bisa dikatakan lebih sukses melandaikan kurva infeksi ketimbang Filipina, Malaysia, dan Thailand. Kondisi itu memang bukan satu-satunya bukti yang menjadikan Rupiah kita perkasa, tapi ini adalah salah satu faktor dan itu langsung membatalkan tuduhan ngawur “failed nation” dari si krucil.

Benar adanya bila nilai tukar rupiah sepanjang tahun ini masih melemah melawan dolar AS, namun ketika berbicara kinerjanya, ternyata Rupiah masih lebih baik dibanding banyak negara-negara ASEAN lainnya. Rupiah menjadi yang terbaik kedua setelah dolar Singapura. Data Refinitiv, yang adalah sebuah penyedia data pasar finansial dan infrastruktur global yang didirikan pada 2018, sepanjang tahun ini rupiah membukukan pelemahan 2,67% ketika melawan dolar AS. Tiga mata uang lainnya, yakni peso Filipina merosot 4,27%, ringgit Malaysia minus 4,3%, dan bath Thailand ambrol 8,9%. Singapura pada posisi 2,42%, unggul sangat tipis dibanding Indonesia.

Dikatakan juga dalam laporan itu bahwa faktor utama yang membuat rupiah perkasa pada tahun ini adalah faktor yield atau imbal hasil obligasinya yang menuai score paling tinggi dibanding negara-negara lainnya.Yield atau Surat Berharga Nasional kita dengan tenor 10 tahun saat ini berada pada posisi 6,172%,. Itu jauh lebih tinggi dibanding Filipina yang hanya 4,245%, Malaysia 3,256%, Thailand 1,635%, dan Singapura terendah pada posisi hanya 1,434%.

Tingginya yield obligasi tersebut itulah yang kini menarik minat investor untuk mengalirkan modalnya ke dalam negeri. Itu juga terlihat dari besarnya minat investor asing. Di pasar primer, penawaran yang masuk dalam lelang Surat Utang Negara (SUN) yang dilakukan pemerintah pada 3 Agustus lalu adalah sebesar Rp 107,8 triliun, lebih tinggi dari lelang sebelumnya yakni Rp 95,6 triliun. Ini sekaligus menjadi rekor tertinggi kedua sepanjang sejarah penerbitan SUN. Selain itu, tingkat partisipasi investor asing juga tercatat mengalami peningkatan. Dari 7,6% meningkat menjadi 11,6%.

Ketika data itu masih dianggap tak kuat, survey dapat menjadi titik tolak sebuah kebenaran faktual. Ternyata Survey 2 mingguan Reuters yang dirilis Kamis (26/8/2021) pun termyata juga mengatakan bahwa Rupiah adalah mata uang dengan kinerja terbaik dari 9 mata uang negara yang disurveynya. Adakah itu semua bukan cermin jujur? Bagi kita yang belum merasakan dampaknya secara langsung dan masih terseok-seok dalam fakta ketika mencari rejeki pada hari ini dan maka kita skeptis, mungkin kita bisa melongok ke Malaysia.

Tak ada cerita indah keluar dari sana. Semua sedang tersandera pandemi.Dengan kata lain, tak ada satu pun negara tak dibuat terjungkal oleh pandemi ini. Pun pada sisi ekonomi warga negaranya, bukan hanya terganggu, kita semua terjungkal. Bedanya, Indonesia sebagai kendaraan, ternyata masih terlihat lebih responsif dibanding dengan tetangga kita yakni Malaysia, Filipina dan Thailand. Itu bukan tanpa makna. Itu pasti akan memberi nilai lebih pada keadaan warga negaranya terutama ketika jalan lebar dan bagus bagi kendaraan itu suatu saat nanti telah kembali tersedia. Indonesia akan lebih mudah tancap gas ketika pandemi ini berlalu…

https://www.cnbcindonesia.com/…/rupiah-salah-satu-mata…..RAHAYU.

Sumber : Status Facebook Karto Bugel

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed