by

Runtuhnya Pamor KPK

Oleh: Supriyanto Martosuwito

Sejauh yang kita monitor bersama, sejak berdirinya KPK di tahun 2002, penyidik KPK tak pernah melakukan kekhilafan, kelupaan dalam menetapkan tersangka – apalagi mereka yang kena operasi tangkap tangan (OTT). KPK tak pernah minta maaf setelah OTT dan menetapkan tersangka kepada siapa pun.

Nampaknya baru kali ini pertama kalinya, KPK keliru – khilaf dan minta maaf, setelah OTT dan menetapkan tersangka penyelengara dan swasta.

Jadi ini skandal besar di KPK!

Dan bertambah lagi deretan skandal yang terjadi di KPK – lembaga antirasuah yang dulu sangat berwibawa, karena tak pandang bulu dalam menangkap tangan pelaku korupsi – yang meruntuhkan pamornya.

Komisi Pemberantasan Korupsi ini mengaku khilaf telah menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi dan Anggota TNI AU sekaligus Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto dalam kasus dugaan suap pelbagai pengadaan barang dan jasa di Basarnas RI dan meminta maaf ke Panglima TNI, Jumat (28/7/2023) kemarin.

Sebelumnya, KPK melakukan OTT di Jalan Raya Mabes Hankam, Cilangkap, Jakarta Timur, dan di wilayah Jatiraden, Jati Sampoerna, Bekasi pada Selasa (25/7/2023). Sebanyak 11 orang diamankan dalam OTT itu dimana mereka adalah penyelenggara negara dan pihak swasta. Termasuk dua petinggi Basarnas yang berasal dari TNI dengan pangkat Marsekal Madya (Marsdya) dan Letkol itu.

Usai menangkap petinggi di Basarnas RI, Danpuspom TNI Marsekal Muda TNI Agung Handoko beserta jajaran perwira tinggi TNI lainnya mendatangi gedung KPK. Tak lama kemudian, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak meminta maaf kepada Panglima TNI Yudo Margono di depan Danpuspom TNI Marsda Agung Handoko.

KPK mengakui dalam kasus ini ada kekeliruan, karena dalam kasus yang melibatkan TNI, harus diserahkan kepada TNI, bukan KPK yang menangani. “Tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, kelupaan, ” ungkap Johanis Tanak di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/7/2023).

Selanjutnya, KPK menyerahkan kasus Kabasarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi ke Puspom TNI.

Dua hal yang bermasalah serius dengan KPK dalam kasus terbaru ini.

Pertama, penyidik KPK tidak cakap, tidak kompeten, tidak profesional dan teledor. Kedua, KPK kalah wibawa dengan TNI. Karena sepanjang merugikan rakyat dan negara KPK harus menersangkakan siapa pun pelakunya.

KPK adalah lembaga independen yang bertanggung jawab langsung kepada presiden. Bahkan menteri yang sedang menjabat dan Ketua MK pun terjangkau oleh tangan KPK – menjadikan mereka tersangka.

Mengapa tidak kali ini?

HILANG sudah wibawa KPK sebagai garda depan pembrantasan korupsi.

Sebagai manusia, pejabatnya bisa saja salah. Namun sistem dan kelembagaannya – yang bekerja dalam tim – haruslah menciptakan mekanisme yang teruji, maka semua yang keluar dari KPK sudah “clear and loud”. Jelas dan tegas.

Teringat pernyataan dukungan Menkopolhukham dan mantan Ketua MK, Prof. Mahfud MD, beberapa tahun lalu, yang menyatakan, mereka yang menjadi tersangka KPK tak bisa lolos, karena system KPK sudah valid, teruji.

“Sudahlah, kalau sudah menersangkakan orang artinya KPK sudah punya dua alat bukti permulaan yang cukup!” katanya.

Sistem bersih dan canggih di KPK kini tercederai oleh penyidik KPK yang tidak kompeten.

Dan kasus kekeliruan dan kekhilafan terkait kasus suap terhadap anggota TNI menambah bermacam skandal yang merundung KPK, merusak reputasi KPK yang bertahun tahun dikenal bersih.

Belum lama ini, KPK meminta maaf atas skandal dugaan pungutan liar (pungli), penggelembungan (mark up) anggaran, hingga pencabulan oleh pegawai KPK – dalam kurun 2019-2023. Lalu, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron minta maaf atas kasus ini. Pihaknya mengaku kebobolan sehingga peristiwa pidana dugaan korupsi itu justru terjadi di lembaga antikorupsi.

Nurul Ghufron lalu menjanjikan, pimpinan dan pegawai KPK bersepakat akan membangun sistem integritas kepegawaian secara institusional. Pihaknya akan menyelesaikan persoalan itu secara kelembagaan sesuai undang-undang yang berlaku.

Nampaknya nasi sudah jadi bubur. Ketika Kejaksaan Agung berhasil membongkar kasus korupsi mega korupsi BTS sebanyak Rp 8 triliun, sementara KPK gagal menetapkan tersangka pada kasus suap dan OTT kepada personil TNI, maka Kejaksaan Agung kembali kepada tracknya, dan KPK pelan pelan menjadi bebek lumpuh.

(Sumber: Facebook Supriyanto M)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed