by

Raden Samba dan Bharata Sambo

Oleh: Supriyanto Martosuwito

Saya menyelinap di samping panggung jelang menonton pergelaran wayang lintas media, dengan lakon “Rasa Rupa Bhisma” di Taman Mini, baru baru ini, ketika dalang Nanang Hape menyebut nama Raden Samba dan Bathara Sambo dalam dunia pewayangan – merujuk pada sosok kondang yang lagi gegeran di dunia nyata hari hari ini.

Dunia Pewayangan Jawa mengenal Raden Samba, sebagai putra Prabu Kresna dari Kerajaan Dwarawati.

Sedangkan Batara Sambo adalah seorang dewa, anak dari Bathara Guru yang tinggal di Kahyangan, seorang putra dari Dewi Umayi, kata Nanang Hape sang sutradara.

Raden Samba dikenal pula dengan nama Wisnubrata. Putra dari Prabu Kresna dari pernikahannya dengan permaisuri Dewi Jembawati, putri Resi Jembawan dengan Dewi Trijata dari pertapaan Gadamadana.

Raden Samba mempunyai adik kandung bernama Gunadewa yang berwujud kera. Dia punya enam orang saudara lain ibu, yaitu, Saranadewa, berwujud raksasa, Partadewa dan Dewi Titisari/Sitisari, dari permaisuri Dewi Rukmini, Arya Setyaka, dari permaisuri Dewi Setyaboma, Sitija dan Dewi Siti Sundari, dari permaisuri Dewi Pretiwi .

Samba tinggal di kesatrian Paranggaruda. Ia berparas cakap dan sangat tampan. Memiliki perwatakan, ladak/galak, pandai bicara, cerdik, limpad, congkak, agak pengecut dan selalu ingin menang sendiri.

Sebagai titisan Bathara Drema, Samba memperistri Dewi Yadnyanawati/Hagnyanawati, putri Prabu Narakasura raja negara Surateleng yang diyakini sebagai titis Bathari Dremi, yang telah diperistri Prabu Bomanarakasura/Sitija, Putra Prabu Kresna dengan Dewi Pretiwi.

Samba tewas dalam peperangan melawan Prabu Bomanarakasura, tetapi dihidupkan kembali oleh Prabu Kresna, yang kemudian membinasakan Prabu Bomanarakasura dengan senjata Cakra.

Raden Samba menemui ajalnya setelah perang gada dengan sesama keluarga sendiri dari Trah Yadawa, Wresni dan Andaka, pada akhir perang Bharatayuda.,

SEDANGKAN Batara Sambo atau Batara Sambu adalah putra pertama Batara Guru atau Sanghyang Manikmaya dari pernikahannya dengan Batari Umayi. Saudara-saudara seibu seayah lainnya adalah: Batara Brama, Batara Indra, Batara Bayu, Batara Wisnu dan Batara Kala., Batara Sambo bertempat tinggal di Kahayangan Hargadaksina/Swargadaksina atau Kahayangan Swelagringging, dan ditugaskan menguasai awan.

Batara Sambo pernah menjadi raja di negara Medangprawa dengan gelar Sri Maharaja Maldewa. Patihnya bernama Resi Acakelasa. Batara Sambo berwatak jujur, dapat dipercaya. Ia kemudian menurunkan Resi Wisrawa, ayah Dasamuka.

Batara Sambo menikah dengan Dewi Hastuti, putri Sanghyang Darmastuti, cucu Sanghyang Tunggal dengan Dewi Darmani. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh empat orang putra masing-masing bernama, Putra Bathara Sambo ada empat, yaitu : Bathara Sambosa, Bathara Sambawa, Bathara Sambojana dan Bathara Sambodana.

Batara Sambu memiliki sifat dan perwatakan, jujur dan terpercaya, bertanggung jawab, dan cakap. Bila ada masalah yang harus dirundingkan atau diselesaikan, Batara Sambolah yang diminta menyelesaikannya. Ia sangat sakti, dan apabila bertiwikrama dari tubuhnya akan keluar prabawa hawa yang dapat menundukkan lawannya.

Batara Sambo pernah turun ke dunia dan menjadi raja di negara Medangprawa bergelar Sri Maharaja Maldewa. Sedang patihnya bernama Acakelasa.

Menurut layang Paramayoga, permaisuri Bathara Sambo ada dua, yaitu : Dewi Susti, putri Sang Hyang Guruwedha dan Dewi Swanyana, putri Sang Hyang Pancawedha. Kedua permaisuri tersebut adalah cucu dari Sang Hyang Pancaresi atau buyut dari Sang Hyang Wening, Sang Hyang Darmajaka.

Sebagai Raja Diraja Kerajaan Langit, Maharaja Sambo meletakkan dasar-dasar pemerintahan dunia yang diatur dari langit. Titah terbagi menjadi empat bangsa yaitu bangsa dewa, bangsa jin, bangsa siluman dan bangsa manusia.

Bangsa dewa adalah titah abadi yang tidak bisa mati terdiri dari 360 dewa utama dipimpin oleh Maharaja Sambo serta ada dewa dewi kecil atau dewa dewi pembantu dewa dewi utama.

Bangsa jin adalah titah berusia panjang hingga ribuan tahun namun bisa mati dengan tugas utama menjadi penjaga alam di bumi bila mampu menjalani takdir dengan baik matinya ditarik masuk langit menjadi pelayan langit jika jahat dilebur jadi logam.

Sedangkan bangsa manusia merupakan titah berusia sedang hingga seratusan tahun serta bisa mati, jika hidupnya baik akan menitis kembali jadi prajurit langit namun jika sebaliknya akan menitis jadi binatang buas.

(Sumber: Facebook Supriyanto M)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed