by

Politik Kebangsaan atau Politik Identitas

Oleh : Mamang Haerudin

Mending Politik Kebangsaan atau Politik Identitas?: Memilih Berbeda Pendapat dengan Gus Yahya dan Kiai Imam Jazuli (Bagian 1)

Sejak lama saya mencoba menelusuri apa sebetulnya politik kebangsaan dan politik identitas. Saya juga mencoba mencocokkan antara pernyataan setiap orang yang berpendapat tentang dua wacana itu dengan sikapnya nyatanya. Apakah pernyataan idealisnya tentang politik kebangsaan dan politik identitas sesuai dengan sikapnya atau tidak? Catatan harian kali ini bertujuan membedah itu, lebih-lebih dikomparasikan dengan pendapat Gus Yahya dan Kiai Imam Jazuli.

Menurut Kiai Imam Jazuli, pendapat Gus Yahya tentang politik kebangsaan itu justru akan menimbulkan politik identitas yang baru. Ruginya lagi, kata Kiai Imam, pendapat Gus Yahya akan menjauhkan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dari warga Nahdliyin. Kiai Imam justru menginginkan agar Gus Yahya dan PBNU berpolitik praktis, terjun langsung dalam satu komando untuk memenangkan Pileg dan Pilpres. Sementara kita tahu, PBNU di tangan Gus Yahya memang menjadi antitesa dari PBNU di masa kepemimpinan Kiai Said. Secara terang-terangan Gus Yahya tidak lagi menjadikan PKB sebagai satu-satunya parpol warga Nahdliyin.

Atas perbedaan pendapat yang tajam itulah, saya merasa tergugah untuk turut mendiskusikan perihal ini. Karena itu, bagi saya, tidak terlalu penting kita menghabiskan waktu untuk berdebat soal wacana politik kebangsaan atau politik identitas. Sebab setiap orang pasti mendaku bahwa sikap politiknya merupakan komitmen kepeduliannya terhadap bangsa dan tentu saja setiap orang punya identitas Ormas Islam sendiri maupun identitas sosial lainnya. Yang lebih penting dari semua itu adalah sikap netral PBNU (termasuk PP Muhammadiyah dan Ormas Islam yang lain) terhadap godaan politik praktis.

Saya jelas berbeda pendapat dengan Kiai Imam soal politik identitas dengan makna bahwa warga Nahdliyin digiring untuk memilih satu parpol saja yaitu PKB. Penggiringan ini, masih kata Kiai Imam, malah harus dikomandoi oleh PBNU. Wow ini mengerikan sekali. Lalu apa bedanya PKB dengan PBNU kalau aspirasi politik warga Nahdliyin disegaramkan dan diinstruksikan secara kelembagaan oleh PBNU? Saya pikir pendapat Kiai Imam ini ngawur sekali. Saya masih dengan pendapat bahwa warga Nahdliyin boleh berafiliasi dengan parpol mana pun, sebagaimana yang terjadi sampai sekarang.

Wallahu a’lam

Sumber : Status Facebook Mamang M Haerudin (Aa)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed